Pola hidup penduduk Jerman menurut studi makin banyak yang tidak menikah atau hidup tanpa pasangan. Usia rata-rata orang tua punya anak pertama juga makin tua. Lebih seperempat warga Jerman berlatar belakang migrasi.
Iklan
Penduduk Jerman menurut studi terbaru dari lembaga penelitian kependudukan Bundesinstitut für Bevölkerungsforschung (BiB) kisaran usianya bertambah tua dan makin beragam serta makin individual. Hal itu terlihat dari pola hidup penduduk dalam berbagai bidang seperti keluarga dan kependidikan, ungkap BiB yang merilis studi terbarunya hari Senin (11/7). Misalnya usia ketika memutuskan untuk membentuk keluarga, sekarang makin tua.
Sementara jumlah penduduk Jerman dengan latar belakang migran, dalam artian yang salah satu orang tuanya tidak lahir di Jerman atau tidak memiliki kewarganegaraan Jerman, sekarang mencapai 22 juta orang. Ini berarti kuotanya lebih dari seperempat total populasi Jerman.
"Kedatangan dari luar negeri sangat berkontribusi, bahwa penduduk Jerman saat ini memiliki basis yang lebih luas daripada tahun 2000-an, kata Direktur BiB Katharina Spiess Ketika mempublikasikan studi terbaru lembaganya di Wiesbaden.
Pola hidup penduduki Jerman dalam 30 tahun terakhir juga makin beragam dan makin individual. Model keluarga tradisional yang terdiri dari ayah dan ibu biologis serta anak sekarang bukan pola standar lagi, terutama di kalangan generasi muda.
Pola hidup orang Jerman: makin banyak tanpa pasangan dan anak
Usia orang tua saat memiliki anak pertama saat ini rata-rata tiga tahun lebih tua dibanding 25 tahun lalu, menurut studi BiB itu. Pola hidup ayah-ibu-anak juga telah berubah. Tahun 1996, sekitar 40 persen pria berusia kisaran 30-an hidup dengan pasangan dan anak dalam satu rumah tangga, sedangkan dewasa ini hanya 24 persen yang masih hidup di satu atap seperti itu. Pada penduduk perempuan, angka ini turun dari 53 persen menjadi 37 persen.
Iklan
Bersamaan dengan itu, makin banyak orang yang tidak memiliki pasangan dan anak. Tahun 2021, sekitar 25 persen pria antara 40 sampai 44 tahun hidup tanpa pasangan dan anak, sedangkan tahun 1996 kisarannya masih sekitar 16 persen.
Pada perempuan, perubahan pola hidup terutama terlihat pada usia lanjut. Tahun 1996, sekitar 80 persen perempuan pada usia 80 tahun hidup sendirian. Tahun 2021 angka ini turun menjadi 50 persen. Secara keseluruhan, pola hidup masa kini tidak berorientasi pada usia, menurut laporan BiB.
Kami Berasal dari Sini: Kehidupan Keturunan Turki-Jerman dalam Gambar
Untuk merayakan ulang tahun ke-60 kesepakatan penerimaan pekerja migran asal Turki di Jerman, museum Ruhr memamerkan foto-foto karya fotografer asal Istanbul, Ergun Cagatay.
Fotografer Ergun Cagatay dari Istanbul, pada 1990 mengambil ribuan foto warga keturunan Turki yang berdomisili di Hamburg, Köln, Werl, Berlin dan Duisburg. Ini akan dipajang dalam pameran khusus “Kami berasal dari sini: Kehidupan keturunan Turki-Jerman tahun 1990” di museum Ruhr. Pada potret dirinya dia memakai pakaian pekerja tambang di Tambang Walsum, Duisburg.
Dua pekerja tambang bepose usai bertugas di tambang Walsum, Duisburg. Dipicu kemajuan ekonomi di tahun 50-an, Jerman menghadapi kekurangan pekerja terlatih, terutama di bidang pertanian dan pertambangan. Menindak lanjuti kesepakatan penerimaan pekerja migran antara Bonn dan Ankara pada 1961, lebih dari 1 juta “pekerja tamu” dari Turki datang ke Jerman hingga penerimaan dihentikan pada 1973.
Ini foto pekerja perempuan di bagian produksi pelapis interior di pabrik mobil Ford di Köln-Niehl. “Pekerja telah dipanggil, dan mereka berdatangan,” komentar penulis Swiss, Max Frisch, kala itu. Sekarang, komunitas Turki, dimana kini sejumlah keluarga imigran memasuki generasi ke-4, membentuk etnis minoritas terbesar di Jerman dengan total populasi sekitar 2.5 juta orang.
Foto menunjukan keragaman dalam keseharian orang Turki-Jerman. Terlihat di sini adalah kedelapan anggota keluarga Hasan Hüseyin Gül di Hamburg. Pameran foto di museum Ruhr ini merupakan liputan paling komprehensif mengenai imigran Turki dari generasi pertama dan kedua “pekerja tamu.”
Saat ini, bahan makanan seperti zaitun dan keju domba dapat ditemukan dengan mudah di Jerman. Sebelumnya, “pekerja tamu” memenuhi mobil mereka dengan bahan pangan itu saat mereka balik mudik. Perlahan-lahan, mereka membangun pondasi kuliner Turki di Jerman, untuk kenikmatan pecinta kuliner. Di sini berpose Mevsim, pemilik toko buah dan sayur di Weidengasse, Köln-Eigelstein.
Anak-anak bermain balon di Sudermanplatz, kawasan Agnes, Köln. Di tembok yang menjadi latar belakang terlihat gambar pohon yang disandingkan dengan puisi dari Nazim Hikmet, penyair Turki: “Hidup! Seperti pohon yang sendiri dan bebas. Seperti hutan persaudaraan. Kerinduan ini adalah milik kita.” Hikmet sendiri hidup dalam pengasingan di Rusia, hingga dia meninggal pada 1963.
Di sekolah baca Al-Quran masjid Fath di Werl, anak-anak belajar huruf-huruf Arab agar dapat membaca Al-Quran. Itu adalah masjid dengan menara pertama yang dibuka di Jerman pada tahun 90-an. Sejak itu warga Turki di Jerman tidak perlu lagi pergi ke halaman belakang untuk shalat atau beribadah.
Cagatay, sang fotografer berbaur dengan para tamu di sebuah pesta pernikahan di Oranienplatz, Berlin-Kreuzberg. Di gedung perhelatan Burcu, para tamu menyematkan uang kepada pengantin baru, biasanya disertai dengan harapan “semoga menua dengan satu bantal.” Pengantin baru menurut tradisi Turki akan berbagi satu bantal panjang di atas ranjang pengantin.
Tradisi juga tetap dijaga di tanah air baru ini. Di pesta khitanan di Berlin Kreuzberg ini, “Masyaallah” tertulis di selempang anak sunat. Itu artinya “terpujilah” atau “yang dikehendaki tuhan.” Pameran antara lain disponsori Kementerian Luar Negeri Jerman. Selain di Essen, Hamburg dan Berlin, pameran juga akan digelar di Izmir, Istanbul, dan Ankara bekerjasama dengan Goethe Institute. (mn/as)
Di sektor pendidikan, makin banyak penduduk yang sekarang memiliki ijazah sekolah menengah maupun kualifikasi profesional. Tahun 1991, sekitar 20 persen pria dan 13 persen perempuan yang memiliki ijazah setingkat SMA. Saat ini angkanya naik menjadi 45 persen dan 48 persen.
Kecenderungan serupa juga terlihat pada pendidikan tinggi. Jumlah penduduk yang memiliki ijazah pendidikan tinggi tahun 1991 dibandingkan tahun 2021 naik dari 18 persen menjadi 26 persen. Pada perempuan angka ini naik dari 10 persen menjadi 28 persen.
Menurut BiB, sekarang juga makin banyak perempuan yang bekerja secara profesional dengan mendapat upah dan gaji tetap. Tahun 1991 tercatat ada 52 persen perempuan antara usia 15 sampai 65 tahun yang bekerja secara professional, saat ini angkanya naik menjadi 72 persen. Lebih 50 persen perempuan di atas usia 30 tahun bekerja paruh waktu