Laporan Living Planet dari badan konservasi alam dunia WWF mencatat, populasi satwa liar di beberapa wilayah telah turun hingga 95%. Hutan hujan Amazon jadi kawasan paling rentan.
Iklan
World Wide Fund for Nature (WWF) menerbitkan laporan Living Planet terbarunya pada hari Kamis (10/10), yang menunjukkan bahwa populasi spesies hewan liar telah anjlok lebih dari 70% sejak tahun 1970.
Di beberapa wilayah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, seperti Amerika Latin dan Karibia, angka turunnya populasi satwa liar tersebut bahkan mendekati 95%.
"Gambaran yang kami paparkan sangat memprihatinkan," ujar Direktur Jenderal WWF Internasional, Kirsten Schuijt, dalam konferensi pers.
Namun, ia juga mencatat, "kabar baiknya adalah, kita belum melewati titik dimana kita tidak bisa balik," dan menyoroti dorongan besar pemerintah dan konsumen untuk meningkatkan keberlanjutan.
Perubahan iklim Mengancam Kupu-Kupu dan Juga Manusia
Tim peneliti mengamati perilaku kupu-kupu di Amazon Ekuador dan menarik kesimpulan tentang dampak perubahan iklim terhadap populasi serangga. Sayangnya, hasilnya tidak begitu menggembirakan.
Foto: RODRIGO BUENDIA/AFP
Kupu-Kupu sebagai Bioindikator
Suaka Margasatwa Cuyabeno di hutan Amazon Ekuador terkenal dengan kekayaan flora dan faunanya. Sejak Agustus tahun lalu, tim ahli biologi dan penjaga hutan memantau populasi kupu-kupu di taman tersebut. Riset itu perlu dilakukan karena kupu-kupu merupakan bioindikator, yakni organisme hidup yang kondisinya memberikan ukuran kesehatan ekosistem di sekitarnya.
Foto: DANIEL MUNOZ/AFP
Jebakan Bau
Seekor kupu-kupu tertarik dengan umpan yang terdiri dari ikan busuk dan pisang yang difermentasi — campuran yang berbau busuk ini menjadi makanan lezat bagi serangga. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk menangkap serangga tersebut dengan jaring.
Foto: DANIEL MUNOZ/AFP
Pengujian Sangat Hati-hati
Dipimpin ketua ekspedisi Elisa Levy (ka.), tim memeriksa kupu-kupu yang ditangkap. Para peneliti dengan hati-hati memegang perut kecil serangga tersebut dengan pinset dan memberi label pada sayapnya. Setelah terdokumentasi, sebagian besar kupu-kupu diepaskan terbang kembali.
Foto: DANIEL MUNOZ/AFP
Kaya Keragaman Hayati di Negara Kecil ini
Para periset meneliti beragam spesies kupu-kupu. Ada yang berwarna merah cerah dan biru, sedangkan pola pada spesimen ini menyerupai garis zebra. Kupu-kupu lainnya setransparan kaca. Ekuador, negara yang relatif kecil namun sangat kaya spesies, adalah habitat bagi sekitar 4.000 spesies kupu-kupu.
Foto: DANIEL MUNOZ/AFP
Keseimbangan yang Rentan
Kepala tim peneliti Elisa Levy kepada kantor berita AFP mengatakan, tanaman tropis – tidak seperti tanaman di wilayah dengan musim yang berbeda – tidak terbiasa dengan fluktuasi cuaca ekstrem. Jika flora gagal beradaptasi dengan perubahan iklim yang cepat, tanaman ini bisa mati, bersama larva kupu-kupu yang memakan tanamannya.
Foto: DANIEL MUNOZ/AFP
Keanekaragaman yang Terancam
Dan itulah yang sebenarnya sedang terjadi, seperti yang ditunjukkan oleh riset para peneliti: Meskipun jumlah spesies di Cuyabeno hanya berkurang sebesar 10%, jumlah absolut kupu-kupu telah menurun sebesar 40% hingga 50%.
Foto: DANIEL MUNOZ/AFP
Alarm Bahaya Penurunan Populasi
Ahli biologi Maria Fernanda Checa dari Universitas Katolik di Quito menggambarkan penurunan populasi kupu-kupu sebagai hal yang “sangat signifikan.” Menurut ahli biologi ini, kupu-kupu bereaksi sangat sensitif terhadap perubahan kecil sekalipun dalam ekosistem seumur hidupnya yang pendek mulai dari telur, ulat, hingga dewasa. “Penurunan ini mengkhawatirkan kami,” kata Checa.
Foto: RODRIGO BUENDIA/AFP
Jenis yang Langka
Di beberapa bagian wilayah Amazon, “laju penemuan spesies baru lebih lambat dibandingkan laju kepunahan,” kata Checa. PBB memperingatkan: 40% penyerbuk invertebrata –terutama lebah dan kupu-kupu– di dunia terancam punah. Akibatnya bisa berrisiko bagi manusia, karena tiga perempat tanaman buah-buahan dan benih bergantung pada hewan penyerbuk ini. (ap/as- Sumber: AFP)
Foto: RODRIGO BUENDIA/AFP
8 foto1 | 8
Pentingnya hutan Amazon kehidupan Bumi
"Ini bukan hanya tentang satwa liar, ini tentang ekosistem penting yang menopang kehidupan manusia," tambah Kepala Konservasi.WWF Daudi Sumba.
"Perubahan tersebut bisa jadi bersifat permanen, dengan konsekuensi yang menghancurkan bagi umat manusia," katanya, mengutip penggundulan hutan di Amazon, yang dapat "mengubah ekosistem penting ini dari penyerap karbon menjadi sumber karbon."
Memang, laporan tersebut memperingatkan bahwa hutan hujan Amazon, yang merupakan kunci untuk menopang semua kehidupan di Bumi, sedang mencapai "titik kritis" akibat perubahan iklim dan penggundulan hutan yang dapat menyebabkan seluruh area tersebut menjadi semak belukar.
Sekitar 35.000 populasi satwa liar mencakup 5.000 spesies burung, mamalia, amfibi, reptil, dan ikan dipantau untuk laporan tersebut. Rata-rata, populasi hewan liar mengalami penurunan sekitar 73%, kata WWF.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Diperlukan kolaborasi selamatkan satwa liar
Sementara itu CEO WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, menyatakan manusia harus waspada terhadap dampak perubahan iklim pada keanekaragaman hayati, terutama hilangnya habitat yang memicu kepunahan spesies kunci di Indonesia. "Semua pihak—pemerintah, swasta, masyarakat, LSM, dan universitas—perlu bersinergi untuk mengatasi dampak ini."
Ditambahkannya, penting bagi pemerintah mengorkestrasi upaya bersama yang melindungi habitat, termasuk merangkul masyarakat adat dan lokal, serta menegakkan hukum yang tegas atas kejahatan lingkungan.