Organisasi advokasi lingkungan WWF memperingatkan tren penurunan "mengejutkan" terhadap populasi satwa liar dunia. Studi yang diterbitkan bersama laporan itu mengusulkan upaya konservasi radikal untuk membalikkan tren.
Iklan
Organisasi konservasi independen terbesar di dunia, Wildlife Fund for Nature (WWF) pada Kamis (10/09) menyebutkan bahwa angkapopulasi satwa liar telah “merosot cepat’ dan menunjukkan data yang mengejutkan, yakni turun 68% dari tahun 1970 hingga 2016.
"Penurunan serius dalam populasi spesies satwa liar ini merupakan indikator bahwa alam sedang terurai dan bahwa planet kita menunjukkan tanda peringatan bahaya terhadap kegagalan sistem," kata Direktur Jenderal WWF Marco Lambertini.
WWF telah melacak lebih dari 4.000 spesies vertebrata untuk laporan “Indeks Planet Hidup 2020” yang diterbitkan pada Kamis (10/09). Dalam laporan tersebut dituliskan bahwa penggundulan hutan yang bertujuan untuk memberi ruang bagi lahan pertanian adalah penyebab terbesar penurunan populasi satwa liar.
Kerugian yang 'mengejutkan'
Laporan itu juga menunjukkan bahwa konsumsi berlebihan terhadap sumber daya alam menjadi penyebab utama lainnya, bagi penurunan spesies. Sepertiga dari seluruh daratan telah didedikasikan untuk memproduksi makanan.
Laporan menyebutkan bahwa beberapa daerah lebih berisiko daripada yang lain. Di wilayah tropis Amerika Tengah dan Selatan, penurunan spesies “anjlok” 94% selama lima dekade terakhir.
"Ini mengejutkan," kata Lambertini. "Ini pada akhirnya merupakan indikator dampak kita pada alam."
'Perlu bertindak sekarang'
Sebuah studi yang diterbitkan pada Kamis (10/09) di jurnal sains Inggris “Nature”, bersama dengan laporan tersebut menunjukkan bahwa hanya upaya konservasi radikal yang dapat membalikkan tren penurunan spesies liar.
Penulis studi tersebut mengatakan pengurangan limbah makanan dan peralihan ke pola makan yang lebih ramah lingkungan dapat membantu "menurunkan kurva" degradasi dari waktu ke waktu. Tetapi upaya perlu disederhanakan pada tingkat global.
"Kita perlu bertindak sekarang," kata David Leclere dari Institut Analisis Sistem Terapan Internasional, yang memimpin studi tersebut. "Ini menyiratkan bahwa setiap penundaan tindakan, akan memungkinkan hilangnya keanekaragaman hayati lebih lanjut yang mungkin membutuhkan waktu puluhan tahun untuk memulihkannya."
Aktivitas Manusia Ancam Kepunahan Ribuan Spesies
International Union for the Conservation of Nature (IUCN) mengaktualisir daftarnya, dan menetapkan 27.000 spesies terancam punah. Perburuan liar, penyakit invasif, perubahan iklim dan pertanian jadi penyebabnya.
Foto: picture-alliance/dpa/WWF
Harapan bagi gorila gunung
Tapi kabar baik ada juga. Menurut aktualisasi terakhir daftar merah, jumlah gorila gunung bertambah pesat. Sepuluh tahun lalu hanya ada 680, sekarang sudah menjadi 1.000 ekor. Konservasi intensif, termasuk penghancuran jebakan, membantu perkembangbiakan mereka, yang terutama tinggal di hutan-hutan Kongo.
Foto: Reisedoktor/Wikipedia
Belum parah bagi paus sirip
Populasi paus sirip sekarang dianggap membaik, dan tidak lagi mendapat label terancam punah. Jumlah mereka sekarang hampir dua kali lipat dibanding di tahun 1970-an, yaitu sekitar 100.000 ekor. Begitu juga paus abu-abu, dari sangat terancam menjadi terancam.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/VW Pics
Meredam eforia
Tapi IUCN juga mengeluarkan peringatan atas masalah "overfishing". 13% spesies ikan kerapu di seluruh dunia, dan 9% dari 450 spesies ikan di danau Malawi, Afrika timur terancam kepunahan.
Foto: picture-alliance/blickwinkel/H. Schmidbauer
Jumlah Flying Fox menyusut drastis
Jenis codot yang disebut rubah terbang Mauritania, yang jadi hewan polinasi penting berubah statusnya dari rentan menjadi terancam. Populasi codot ini merosot sekitar 50% dari tahun 2015 ke 2016 karena tindakan pembunuhan yang diperintahkan pemerintah. Hewan ini dituduh merusak panen buah. Codot raksasa ini juga terancam akibat deforestasi, perburuan ilegal dan sering terjadinya tornado.
Foto: M. D. Parr
Spesies invasif ancam satwa liar Australia
Spesies invasif mengancam sejumlah reptil unik Australia. Reptil yang disebut naga padang rumput tanpa telinga, kini dikategorikan terancam punah. Mereka sering jadi makanan kucing liar, dan mati akibat kebakaran kawasan padang rumput.
Foto: Will Osborne
Spesies berharga
Katak ini mendapat namanya dari karakter dalam film "The Lord of the Rings", yaitu Smeagol atau Gollum. Katak ini masuk daftar spesies yang rentan kepunahan. Terutama akibat perluasan kawasan wisata dan kompleks tempat tinggal manusia di habitatnya di Tanah Tinggi Genting, Malaysia.
Foto: Chan Kin Onn
Burung bayan "junk food"
Populasi spesies bayan yang disebut burung kea menurun drastis. Antara lain akibat wisatawan yang kerap memberikan "junk food" kepada burung ini.
Foto: Imago/imagebroker
Burung laut juga terancam
Burung laut yang disebut black-legged kittiwake bergantung pada mangsa jenis tertentu. Misalnya cacing pasir. Tapi menurunnya jumlah cacing menyebabkan burung yang hidup di kawasan Atlantik Utara dan Pasifik tidak bisa memberi makan kepada anak-anaknya. Diperkirakan, spesies ini sudah berkurang sekitar 40% di seluruh dunia sejak tahun 1970-an.
Perubahan iklim jadi pukulan berat bagi burung unik dari kawasan kutub utara itu. Akibat pemanasan global salju melumer dan mangsa burung, yaitu hewan pengerat jadi sulit ditemukan. Seperempat dari spesies burung yang termasuk daftar merah, statusnya sudah menjadi terancam punah.
Foto: Imago/CTK Photo
Pemberi nama Reebok juga terancam
Lima spesies antelop Afrika merosot tajam jumlahnya, akibat perburuan ilegal, degradasi habitat dan kompetisi dari hewan ternak. Empat dari lima spesies itu sebelumnya dikategorikan tidak terlalu mengkhawatirkan. Salah satu dari spesies ini adalah jenis antilop "gray rhebok", yang jadi asal nama merek perlengkapan olah raga Reebok.
Foto: UltimateUngulate/Brent Huffman
Antelop terbesar dunia hadapi masalah
Antelop dunia yang paling besar, yang disebut "giant eland" sekarang masuk kategori rentan kepunahan, padahal sebelumnya tidak masuk kategori mengkhawatirkan. Diperkirakan jumlahnya di dunia antara 12.000 dan 14.000. Jumlah hewan dewasa kurang dari 10.000. Spesies ini juga makin berkurang antara lain karena perburuan ilegal. (ml/vlz)