1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Seberapa Besar Potensi Energi Angin di Masa Depan?

14 Desember 2021

Tenaga angin dan matahari dinilai murah, ramah iklim, dan akan menjadi andalan pasokan energi masa depan. Namun, energi yang dihasilkan sangat bervariasi, tergantung dari kondisi wilayahnya.

Foto ilustrasi turbin angin di Belanda
Foto ilustrasi turbin angin di BelandaFoto: picture alliance / Goldmann

Turbin angin modern dinilai lebih efisien dan menghasilkan listrik hingga 20 kali lebih banyak daripada yang dihasilkan 25 tahun yang lalu. Turbin modern memiliki ukuran lebih tinggi, lebih besar, dan memiliki bilah yang lebih panjang. Menurut bank investasi Lazard, pembangunan pembangkit listrik baru tenaga angin membutuhkan biaya 72% lebih rendah dibandingkan pembangunan di tahun 2009 silam. Hal ini menjadikan angin salah satu sumber energi termurah di planet ini.

Menurut sebuah studi organisasi penelitian yang berbasis di Jerman, Institut Sistem Energi Surya Listrik Fraunhofer, harga listrik dari daerah berangin di pantai berkisar €0,04-0,05 (Rp680-850) per kilowatt jam (kWh), sementara di tempat-tempat dengan angin yang lebih lemah berkisar €0,06-0,08 (Rp1.020 - 1.360). Untuk pembangkit lepas pantai di laut, biaya satu kilowatt jam sekitar €0,1 (Rp1.700) karena biaya pemasangan dan perawatannya yang lebih mahal.

Sebagai perbandingan, harga panel surya fotovoltaik juga turun tajam — sekitar 90% sejak tahun 2009 — membuat harga listrik dari pembangkit listrik tenaga surya turun menjadi €0,02-0,06 (Rp340-1.020) per kilowatt jam (kWh). Namun, pembangkit listrik baru untuk sumber energi lain masih lebih mahal. Satu kilowatt jam listrik dari gas fosil berharga sekitar €0,11 (Rp1.870), listrik berbahan bakar batu bara €0,16 (Rp2.720), dan listrik dari energi nuklir €0,14-0,19 (Rp2.380-3.230).

Para peneliti energi pun berasumsi bahwa tenaga angin dan matahari akan menjadi 20-50% lebih murah pada tahun 2030 seiring dengan perkembangan teknologi.

Harga listrik energi terbarukan

Tenaga angin untuk netralitas iklim

Para ahli mengatakan energi angin dan matahari dapat menutupi lebih dari 95% dari total permintaan energi global di masa depan. Tetapi hal ini bergantung pada setiap wilayah. Ini dapat mencakup tenaga air, baterai, elektroliser untuk membuat hidrogen dan bahan bakar sintetis, serta teknologi penyimpanan dan konversi lainnya, kata Christian Breyer, profesor ekonomi surya dari Universitas LUT di Finlandia.

Sebuah studi yang diterbitkan timnya dalam jurnal Energy menemukan bahwa akan lebih murah untuk menghasilkan sekitar 76% dari permintaan energi global dengan tenaga surya dan 20% dengan tenaga angin. Namun, di daerah dengan sedikit sinar matahari, pangsa tenaga angin akan jauh lebih tinggi: lebih dari 90% di bagian utara Rusia, 81% di barat tengah Amerika Serikat (AS), sekitar 72% di Cina utara, dan sekitar 50% di negara-negara di Eropa tengah dan utara seperti Polandia, Belanda, Inggris Raya, dan Prancis. Di Jerman, pangsa energi angin untuk menutupi seluruh permintaan energi akan menjadi 31%.

Di wilayah-wilayah tersebut, di mana matahari bersinar kurang terang, angin sering kali menjadi alternatif yang lebih murah. "Di Eropa, tenaga angin merupakan pilar utama pasokan energi," kata Breyer. "Jika kita tidak memiliki hari-hari cerah yang sangat baik di Eropa, kita biasanya memiliki hari-hari berangin yang sangat baik, jadi itu berjalan dengan baik bersama-sama."

Potensi tenaga angin dalam bauran energi

Teknologi angin mana yang terbaik?

Turbin angin modern memiliki tinggi hingga 180 meter dan memiliki bilah sepanjang 80 meter. Di darat, satu turbin dapat memiliki keluaran hingga 7.200 kilowatt dan dapat menghasilkan listrik sebanyak 29 juta kWh per tahun — cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik swasta 16.000 orang di Jerman dan 140.000 orang di India.

Turbin angin sangat cocok di laut di mana angin bertiup dengan kekuatan yang lebih besar. Turbin lepas pantai memiliki keluaran hingga 10.000 kilowatt, dan diharapkan mencapai 15.000 kilowatt dalam waktu beberapa tahun mendatang. Sebuah turbin tunggal di lokasi yang baik dapat memenuhi kebutuhan listrik swasta sekitar 40.000 orang di Jerman atau untuk 370.000 di India.

Tetapi kerumitan dan tingginya biaya untuk memasang kabel listrik di dasar laut dan biaya pemeliharaan mengakibatkan harga listrik yang mereka hasilkan dua kali lebih mahal dari turbin yang ada di darat. Meskipun demikian, ladang angin lepas pantai di wilayah padat penduduk di dunia dapat memainkan peran yang berguna dalam pasokan energi netral iklim.

Sekitar 7% dari permintaan listrik global sekarang dipenuhi oleh tenaga angin. Tahun lalu, turbin baru dengan kapasitas 93 gigawatt (GW) terpasang, dan total terpasang pada tahun 2020 adalah 743GW. Turbin lepas pantai menyumbang 34GW, dengan sebagian besar berlokasi di perairan Inggris (10GW), Cina (8GW), dan Jerman (8GW).

Turbin angin lepas pantai memiliki biaya perawatan yang lebh tinggiFoto: Christian Charisius/dpa/picture alliance

Bisakah turbin angin terapung menjadi salah satu alternatif?

Hingga saat ini, turbin angin lepas pantai mayoritas berada di perairan dangkal dengan kedalaman air hingga 50 meter. Turbin berdiri di atas fondasi di dasar laut. Tetapi banyak perairan pantai di dunia jauh lebih dalam, menyebabkan fondasi yang kurang layak untuk ladang angin.

Untuk itu, turbin angin terapung kini juga dipasang pada ponton di pelabuhan, kemudian ditarik ke laut dan dipasang ke dasar laut dengan rantai panjang. Turbin terapung pertama di dunia dipasang di lepas pantai Skotlandia pada tahun 2017, dan kemudian di lepas pantai Jepang, Prancis, dan Portugal. Saat ini, semua turbin ini bersama-sama memiliki kapasitas total 0,1GW. Laporan Angin Lepas Pantai Global memperkirakan kapasitas terpasang sebesar 6,3GW pada tahun 2030.

Namun, pertumbuhan terkuat akan datang dari turbin angin darat. Menurut studi LUT, untuk pasokan energi netral iklim — yang mencakup tidak hanya energi untuk listrik tetapi juga untuk transportasi, pemanas, dan industri — kapasitas tenaga angin yang dipasang secara global harus meningkat sepuluh kali lipat menjadi sekitar 8039GW dan empat kali lipat menjadi 244GW di Jerman.

Menggunakan tenaga angin untuk menghasilkan bahan bakar elektronik

Tenaga angin akan sangat murah di wilayah yang berangin. Tetapi jika listrik yang dihasilkan kemudian harus diangkut ratusan kilometer, biayanya dapat menjadi lebih mahal dan bahkan bisa dua kali lipat harga bagi pembeli. Inilah sebabnya mengapa mengangkut listrik jarak jauh seringkali tidak bermanfaat.

Namun, pembangkit listrik di daerah terpencil dapat berguna jika digunakan secara langsung untuk produksi yang disebut bahan bakar elektronik. Ini adalah bahan bakar sintetis yang akan menggantikan produk minyak bumi seperti parafin, solar, dan bensin di masa depan, serta bahan dasar khusus untuk industri kimia.

Mereka diproduksi oleh elektrolisis dari listrik, air, CO2, dan nitrogen dari udara. Bahan bakar kemudian dapat diangkut menggunakan kapal tanker, pipa, atau kereta api. Pabrik komersial pertama untuk produksi saat ini sedang dibangun di selatan Cile.

Dalam proyek bersama di sana, perusahaan seperti produsen mobil Porsche dan Siemens Energy ingin menggunakan angin kencang untuk menghasilkan listrik murah guna menghasilkan bahan bakar elektronik, dengan perkiraan sekitar 550 juta liter per tahun mulai tahun 2026.

"Dengan proyek di Patagonia, sekarang Anda dapat melihat seperti apa standar globalnya nanti," kata Breyer. "Dalam sepuluh tahun, kita akan melihat lusinan proyek seperti ini dalam setahun bermunculan seperti jamur."

(rap/hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait