1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Obat Virus Corona Sebetulnya Sudah Ada?

8 April 2020

Para ilmuwan kini berlomba mengembangkan obat dan vaksin virus corona SARS-CoV-2. Bersamaan dengan itu, juga diteliti unsur aktif dari obat yang sudah ada dan terbukti ampuh melawan virus lain.

Perlombaan dan kerjasama mencari obat Covid-19 terus berlangsung
Foto: picture-alliance/dpa/A. Deder

Apakah obat virus corona jenis baru SARS-CoV-2 sebetulnya sudah ada? Bisakah obat-obatan yang sudah eksis di pasar dan terbukti bisa melawan virus corona jenis lain digunakan melawan COVID-19? Inilah pertanyaan di kalangan peneliti obat-obatan yang kini sedang dikajiulang.

"Repurposing" adalah prosedur untuk memanfaatkan atau mengalih fugsikan obat-obatan yang sudah ada, untuk melawan patogen jenis baru. Prosedurnya selain murah juga cepat, karena fase uji klinis yang panjang dan rumit bisa disederhanakan.

Ada 68 proyek pengembangan vaksin virus corona SARS-CoV-2 yang saat ini dilaksanakan di seluruh dunia. Tapi apakah di tahun 2020 ini, vaksinnya sudah bisa digunakan? Banyak yang meragukan bahwa vaksinasi massal, bahkan di negara semaju Jerman atau AS, bisa dilakukan tahun ini juga.

Riset obat lain yang ada untuk lawan COVID-19

Para peneliti saat ini melakukan riset unsur aktif dari tiga grup obat-obatan yang sudah ada di pasaran, untuk mengujicoba keampuhannya melawan virus corona jenis baru. 

Yang pertama, obat-obat anti virus baik dari keluarga corona maupun virus lain. Kedua, obat anti malaria dan ketiga, obat lainnya, yang digunakan dalam terapi kanker, asthma atau multiple sclerosis (sklerosis ganda).

Unsur aktif dari obat yang sudah ada, hendak digunakan antara lain untuk memerangi virusnya, membantu meningkatkan kekebalan tubuh pasien, serta melindungi paru-paru agar tetap mendapat suplai oksigen yang cukup.

Unsur aktif anti virus

Kandidat paling kuat adalah unsur aktif dari obat-obatan anti virus lainnya, yang terbukti ampuh melawan penyakit yang dipicu virus corona jenis lain, seperti SARS, Ebola, MERS atau juga virus influensa. Para ilmuwan meyakini, bahwa virus corona jenis baru SARS-CoV-2 adalah varian dari virus corona SARS-CoV-1 yang mewabah tahun 2002 silam.

Yang kini memicu eforia adalah obat flu Avigan buatan Fujifilm Holding dari Jepang yang sudah mengantungi izin resmi sejak 2014. Unsur aktifnya Favilavir terbukti ampuh melawan wabah Ebola yang dipicu virus corona jenis lain pada 2014 dan 2016 di Afrika. 

Pemerintah Cina melaporkan, penggunaan Avigan di Wuhan yang jadi episentrum pandemi, menunjukkan hasil yang prospektif. Pakar virologi Jerman Christian Drosten dari rumah sakit Charité di Berlin menyebutkan, setelah rangkaian ujicoba di Italia hasilnya "sangat menjanjikan."

Jepang kini menyimpan dua juta paket Avigan sebagai tindakan berjaga-jaga. Indonesia dan Jerman juga sudah memesan jutaan paket obatnya dari Jepang. Sejauh ini, uji klinis obat ini melawan virus corona jenis baru dilaporkan belum tuntas.

Yang juga diduga bisa jadi obat SARS-CoV-2 adalah unsur aktif Remdesivir yang semula dikembangkan untuk melawan Ebola. Dalam uji laboratorium unsur aktif ini juga terbukti ampuh melawan SARS dan MERS. Obat yang dikembangkan perusahaan farmasi AS, Gilead Sciences itu sejauh ini belum mengantungi izin resmi untuk pemasaran. Tapi di Cina dan di AS kini sedang dilakukan uji klinis Remdesivir.

Unsur aktif anti Malaria

Heboh yang mencuat pekan silam adalah khasiat obat anti malaria Resochin yang disebut ampuh melawan virus corona. Unsur aktifnya Chloroquin sejak lama digunakan sebagai pencegah malaria. Tapi seiring dengan turunnya kasus malaria, obat ini makin jarang diresepkan.

Para ilmuwan Prancis dalam ujicoba unsur aktif Chloroquin pada kultur jaringan di laboratorium di Marseille, melaporkan khasiatnya menghambat perkembangbiakan SARS-CoV-2. Pada pasien yang menunjukkan gejala sakit berat, laju serangan virusnya berhasil diturunkan.

Unsur aktif obat Resochin dari pabrik farmasi Bayer di Jerman, juga disebutkan bisa digunakan sebagai obat anti virus. Saat ini produksi obat anti malaria yang ditemukan tahun 1930-an itu, hanya dilakukan di sebuah pabrik di Pakistan. Kini industri farmasi Jerman menyiapkan kapasitas produksi obatnya di dalam negeri, untuk disumbangkan kepada pemerintah Jerman.

Juga unsur aktif obat anti malaria Hydroxychloroquin disebutkan berkhasiat melawan SARS-CoV-2. Perusahaan farmasi Novartis dan Sanofi sudah menyatakan siap memproduksi massal, jika pengawas obat-obatan memberikan lampu hijau.

Unsur aktif anti HIV dan kanker

Obat HIV juga memberikan harapan besar dalam perang melawan virus corona jenis baru. Kombinasi unsur aktif Lopinavir/Ritonavir telah digunakan dalam ujicoba pengobatam COVID-19 di Cina, Thailand dan Singapura. Obat HIV Kaletra buatan industri farmasi AS AbbVia itu, masih harus terus diujicoba.

Selain itu ujicoba melawan virus corona jenis baru juga dilakukan dengan memanfaatkan antibodi terapi kanker Leronlimab buatan CytoDyn, dua antibodi untuk terapi MERS dari Regeneron serta unsur aktif Brilacidin dari Innovation Pharmaceuticals, yang awalnya dikembangkan untuk mengobati radang saluran pencernaan dan radang mukosa mulut.

Sejumlah obat-obatan dan unsur aktif yang awalnya dikembangkan untuk mengobati penyakit lainnya, seperti asthma, bronkhitis, multiple sclerosis atau peradangan, kini juga diuji ulang untuk melawan SARS-CoV-2. Para pakar medis dan farmasi sedunia ini berlomba tapi juga bersatu-padu mencari obat untuk melawab pandemi COVID-19. (as/ml)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait