Red Bull in der Kritik
13 Mei 2013"Kini Fullgas Day" di Zillertal, Austria, seharusnya menjadi event pertunjukan olahraga yang serba luar biasa. "Spektakuler" dan "nongkrong bareng bintang," begitulah iklan yang dipublikasikan pihak penyelenggara di media-media Eropa. Tapi event olahraga otomotif alternatif di Eropa ini berubah menjadi bencana. Seorang pilot Jerman, Guido Gehrmann mengalami kecelakaan naas dengan pesawat jet kecilnya. Gehrmann meninggal dunia di usia 38 tahun.
"Guido sudah sejak bertahun-tahun di Flying Bulls dan tidak cuma pilot berbakat dan dihormati, melainkan juga figur yang nyaman," begitu tertulis di situs resmi tim Flying Bulls. Sementara situs penyelenggara "´Fullgas Days," menerbitkan obituari kecil berjudul, "Goodbye Guido" di halaman utamanya.
Gehrmann bekerja untuk perusahaan minuman Austria, Red Bull yang belakangan semakin mencolok dengan event-event olahraga berbahaya. Menurut laporan berbagai media, Gehrmann bukan olahragawan pertama yang meninggal dunia ketika melakukan aksi-aksi berani mati di bawah bendera Red Bull.
Tahun 2009 lalu tiga olahragawan meninggal dunia: Peseluncur es, Shane McConkey, athlet terjun payung, Eli Thompson dan penerjun bebas, Uli Gegenschatz. Soal Gegensatz bahkan banyak video yang beredar di dunia maya menggambarkan sang atlet ketika melakukan loncatan mautnya yang terakhir.
Salto Mematikan
Shane McConkey terjatuh dari tebing setinggi 300 meter saat mendaki di pegunungan Dolomit. Saat itu ia berencana melakukan salto terbalik dua kali sebelum melemparkan papan ski untuk kemudian meluncur ke bawah sembari membuka parasut. Tapi aksi tersebut berujung fatal ketika sebuah papan ski tidak bisa dibuka dari pengaitnya.
Seorang jurnalis Jerman, Hermar Büchel yang membuat video dokumenter tentang sisi gelap olahraga pertunjukan menilai, McConkey dan olahragawan yang lain bekerja di bawah tekanan, "Untuk bisa terus bertahan di bisnis ini, ia merasa tertantang untuk melakukan aksi yang lebih berbahaya - sampai ia menggabungkan ski esktrem dan terjun bebas," katanya kepada mingguan Jerman, "Die Zeit".
Red Bull Membisu
Pihak perusahaan sejauh ini memilih menutup mulut. Saat menolak di wawancara, Red Bull berdalih, "pehatian media," seharusnya ditujukan kepada "para olahragawan yang berhasil menampilkan prestasi terbaiknya dan layak untuk mendapat sorotan istimewa."
Ekonom olahraga, Christoph Breuer dari Universitas Olahraga Köln menilai bukan cuma Red Bull yang bertanggungjawab atas kadar bahaya yang mingkat di setiap event olahraga yang disponsorinya. Menurutnya, rasa penasaran dan tuntutan penonton ikut berperan. "Red Bull bukan tanpa alasan. Jika tidak ada permintaan di pasar, mereka tidak akan mau membuat acara semacam itu," kata Brauer.
Ia mencontohkan aksi spektakuler Felix Baumgärtner yang melakukan terjun payung dari lapisan stratosfer di ketinggian 39.000 meter, Oktober 2012 lalu. Saat itu jutaan orang menyimak aksinya di televisi. Belasan video Baumgärtner di situs Youtube mencatat jutaan klik.
Lingkaran Setan Adrenalin
"Gabungan antara petualangan, ekstrem, batas fisik manusia dan mencapai sesuatu yang tidak mungkin, ini adalah nilai ekonomis terbesar saat ini," kata Breuer soal strategi marketing Red Bull.
Kiprah Red Bull di dunia olahraga bukan cuma sebatas cabang alternatif yang melibatkan aksi-aksi berbahaya. Perusahaan yang bermarkas di utara Austria ini terutama aktif di cabang sepakbola dan otomotif. Red Bull misalnya memiliki tim di Formula 1 dan DTM (Deutsche Touring Motorsport), selain itu perusahaan ini juga membeli tim-tim sepakbola, seperti Red Bull Salzburg atau Red Bull New York.
Tapi pencapaian marekting terbesar Red Bull tetaplah cabang olahraga alternatif yang terus memproduksi aksi-aksi berbahaya, kata Breuer, "Dalam lima tahun, aksi terjung payung Baumgärtner dari lapisan Stratosfer bukan hal yang istimewa lagi, tapi akan terus berlanjut."
Strategi marekting ini bukan tanpa dampak, "bentuknya akan lebih ekstrem dan berbahaya. Dan pada titik ini, mereka tidak bisa lagi mengurangi intensitas, kendati dibarengi risiko yang besar." Breuer yakin, malah sebaliknya, kasus kematian tidak akan mencederai reputasi Red Bull di pasar internasional."