1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Prancis Akan Tetap Jual Senjatanya ke Mesir

8 Desember 2020

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan penjualan senjata Prancis ke Mesir akan terus berlanjut meskipun catatan HAM di negara itu buruk. Macron mengatakan upaya Mesir melawan terorisme adalah yang terpenting.

Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi (kiri)
Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi (kiri) dalam konferensi pers bersama di Paris, Senin (07/12)Foto: Michel Euler/AP Photo/picture alliance

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa kekhawatiran atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Mesir tidak akan mempengaruhi penjualan senjata Prancis ke negara itu. Macron berpendapat bahwa Kairo harus mempertahankan kemampuannya dalam memerangi terorisme di wilayah tersebut.

"Saya tidak akan mempersoalkan masalah pertahanan dan kerja sama ekonomi pada ketidaksepakatan ini (mengenai hak asasi manusia)," kata Macron dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Senin (07/12).

"Lebih efektif memiliki kebijakan mendorong dialog daripada boikot yang hanya akan mengurangi efektivitas salah satu mitra kita dalam perang melawan terorisme," sambung Macron.

Sejak tahun 2015, Prancis telah menjual sejumlah besar persenjataan ke Mesir, termasuk dua kapal induk helikopter kelas Mistral buatan Prancis dan dua lusin jet tempur canggih Rafale.

Macron sebelumnya telah menyuarakan kekhawatirannya bahwa Mesir mungkin beralih ke saingan negara-negara Barat, Cina dan Rusia, jika tidak menerima dukungan yang memadai dari Eropa.

Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) menyambut kedatangan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi (kiri) di Istana Elysee, Paris (07/12)Foto: Eliot Blondet/ABACA/picture alliance

Catatan HAM yang menyedihkan

Komentar presiden Prancis itu kemungkinan besar akan mendapat respons sumbang dari kelompok-kelompok HAM. Sedikitnya 20 kelompok HAM Prancis dan internasional mengeluarkan pernyataan bersama menjelang pertemuan Macron dan El-Sisi yang mengutuk kemitraan strategis Prancis dengan Mesir.

Mesir "secara semena-mena menggunakan undang-undang kontraterorisme untuk menghapus upaya sah penegakan hak asasi manusia dan menekan semua perbedaan pendapat damai di negara itu," kata pernyataan itu.

Sejak mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2013, El-Sisi telah bertanggung jawab atas tindakan kekerasan besar-besaran, yang menargetkan tidak hanya pendukung Islamis dari pendahulunya yang dipilih secara bebas, Mohamed Morsi, tetapi juga aktivis pro-demokrasi.

Hanya beberapa hari sebelum El-Sisi tiba di Prancis, pihak berwenang Mesir membebaskan tiga staf dari Inisiatif Mesir bagi Hak Pribadi (EIPR), yang ditahan pada November setelah pertemuan dengan para diplomat dari negara-negara Barat. Investigasi sementara tertunda atas tuduhan bahwa mereka termasuk dalam kelompok teroris dan menyebarkan berita palsu.

"Terang-terangan" soal HAM

Dalam konferensi persnya, Macron menyambut baik pembebasan ketiga staf tersebut dan mengatakan dia "terang-terangan" mengangkat masalah hak asasi manusia dengan El-Sisi "seperti yang dilakukan seseorang di antara teman-temannya."

Dia juga berterima kasih atas dukungan El-Sisi kala Prancis menjadi sasaran seruan boikot di sebagian besar dunia Muslim, ketika Macron membela hak kebebasan dalam kasus karikatur Charlie Hebdo, bahkan jika mereka menyinggung perasaan umat beragama.

Pernyataannya yang mendukung kebebasan untuk mempublikasikan materi yang berpotensi menimbulkan perdebatan tersebut muncul setelah pembunuhan seorang guru Prancis pada bulan Oktober lalu. Guru tersebut menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya selama pelajaran tentang kebebasan berekspresi.

rap/gtp (AP, AFP, Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait