Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan penjualan senjata Prancis ke Mesir akan terus berlanjut meskipun catatan HAM di negara itu buruk. Macron mengatakan upaya Mesir melawan terorisme adalah yang terpenting.
Iklan
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa kekhawatiran atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Mesir tidak akan mempengaruhi penjualan senjata Prancis ke negara itu. Macron berpendapat bahwa Kairo harus mempertahankan kemampuannya dalam memerangi terorisme di wilayah tersebut.
"Saya tidak akan mempersoalkan masalah pertahanan dan kerja sama ekonomi pada ketidaksepakatan ini (mengenai hak asasi manusia)," kata Macron dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Senin (07/12).
"Lebih efektif memiliki kebijakan mendorong dialog daripada boikot yang hanya akan mengurangi efektivitas salah satu mitra kita dalam perang melawan terorisme," sambung Macron.
Sejak tahun 2015, Prancis telah menjual sejumlah besar persenjataan ke Mesir, termasuk dua kapal induk helikopter kelas Mistral buatan Prancis dan dua lusin jet tempur canggih Rafale.
Macron sebelumnya telah menyuarakan kekhawatirannya bahwa Mesir mungkin beralih ke saingan negara-negara Barat, Cina dan Rusia, jika tidak menerima dukungan yang memadai dari Eropa.
Catatan HAM yang menyedihkan
Komentar presiden Prancis itu kemungkinan besar akan mendapat respons sumbang dari kelompok-kelompok HAM. Sedikitnya 20 kelompok HAM Prancis dan internasional mengeluarkan pernyataan bersama menjelang pertemuan Macron dan El-Sisi yang mengutuk kemitraan strategis Prancis dengan Mesir.
Iklan
Mesir "secara semena-mena menggunakan undang-undang kontraterorisme untuk menghapus upaya sah penegakan hak asasi manusia dan menekan semua perbedaan pendapat damai di negara itu," kata pernyataan itu.
Sejak mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2013, El-Sisi telah bertanggung jawab atas tindakan kekerasan besar-besaran, yang menargetkan tidak hanya pendukung Islamis dari pendahulunya yang dipilih secara bebas, Mohamed Morsi, tetapi juga aktivis pro-demokrasi.
Hanya beberapa hari sebelum El-Sisi tiba di Prancis, pihak berwenang Mesir membebaskan tiga staf dari Inisiatif Mesir bagi Hak Pribadi (EIPR), yang ditahan pada November setelah pertemuan dengan para diplomat dari negara-negara Barat. Investigasi sementara tertunda atas tuduhan bahwa mereka termasuk dalam kelompok teroris dan menyebarkan berita palsu.
Ekonomi Mesir di Bawah Al-Sisi: Duit Tentara di Mana-Mana
Di bawah presiden Abdul Fattah al Sisi perekonomian Mesir didominasi perusahaan militer. Ragam proyek infrastruktur yang dicanangkan Kairo pun ikut menambah pundi uang para jendral, sementara kemiskinan kian meluas.
Foto: Khaled Desouki/AFP/Getty Images
Proyek Mewah
Mesir sedang menghadapi kirisis utang. Rasio utang negeri di tepi sungai Nil itu saat ini mencapai 101% dari Produk Domestik Bruto. Tahun 2017 pemerintah di Kairo terpaksa mencadangkan 31% dari anggaran negara tahunan untuk membayar cicilan. Namun kondisi itu tak menyurutkan niat Presiden al-Sisi berfoya lewat proyek megah, seperti jembatan Rod al-Farag yang baru diresmikan Mei 2019 lalu
Foto: picture-alliance/Photoshot/A. Gomaa
Raksasa Ekonomi Mesir
Di bawah al Sisi, militer Mesir memperluas pengaruh bisnisnya dengan menguasai sektor-sektor paling penting seperti konstruksi, manufaktur alat berat atau pengolahan pangan. Laporan investigatif Reuters mengungkap perusahaan-perusahaan milik militer mulai mendominasi perekonomian dan secara perlahan menggeser investor asing dan perusahaan swasta lokal.
Foto: Reuters
Jejak Tentara di Ibukota
Keterlibatan perusahaan pelat hijau terlihat pada sejumlah proyek besar yang digulirkan Sisi, seperti pembangunan ibukota baru yang dimulai 2016 lalu. Kota ini didesain untuk menampung 6,5 juta penduduk di atas lahan seluas 170.000 hektar. Pemasok semen terbesar untuk proyek senilai 45 miliar Euro itu adalah El Arish Cement Co yang 51% sahamnya dikuasai tentara.
Foto: picture-alliance/Zumapress/Xinhua/A. Gomaa
Ekonomi Jalan di Tempat
Giatnya perusahaan militer memaksa Badan Moneter Internasional (IMF) memberikan peringatan pada 2017, bahwa pertumbuhan lapangan kerja "bisa terhambat oleh keterlibatan entitas di bawah Kementerian Pertahanan." Tapi peringatan itu tidak diindahkan pemerintah di Kairo. Saat ini 32.5% penduduk Mesir hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal setahun sebelumnya penduduk miskin hanya berjumlah 27%.
Foto: Marco Longari/AFP/Getty Images
Perluasan Suez
Sejak Musim Semi Arab 2011 lalu ratusan proyek infrastruktur di Mesir dibuat dengan keterlibatan Otoritas Zeni Angkatan Bersenjata, tulis Reuters. Termasuk proyek perluasan terusan Suez pada 2015 yang gagal menggandakan pemasukan pemerintah seperti yang dikumandangkan presiden. Sebagai catatan proyek ini bernilai 8,2 miliar USD atau lebih dari Rp. 100 triliun.
Foto: picture-alliance/dpa/K. Elfiqi
Percepatan Pembangunan
Serupa alasan Presiden Joko Widodo saat membangun jalur Transpapua, Al-Sisi berdalih keterlibatan kontraktor militer mempercepat pengerjaan proyek empat kali lipat dibanding swasta. Laporan investigasi Reuters mengungkap, saat ini tentara menguasai sekitar 3% dari PDB Mesir yang sebesar 336 miliar USD pada 2016, sesuai data Bank Dunia. Foto: pembangunan geraja Koptik terbaru di Kairo.
Foto: picture-alliance/dpa/Matthias Toedt
Keringanan Pajak
Pada 2016 silam perusahaan militer dan berbagai lembaga pertahanan lain dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap berbagai produk, antara lain mesin, perlengkapan konstruksi dan jasa. Ironisnya kebijakan tersebut termasuk dalam paket reformasi ekonomi yang dianjurkan IMF.
Foto: AP
Gurita Raksasa Usaha Tentara
Seberapa besar gurita duit tentara, sulit diketahui secara pasti. Kepada The Defense Post, pengusaha Mesir Naquib Sawiris menyebut militer menguasai 40% perekonomian, sementara organisasi anti korupsi Transparency International memprediksi angkanya sebesar 60%. Klaim ini dibantah oleh al Sisi. (rzn/as - rtr, fp, aljazeera, thedefensepost, arabweekly)
Foto: Reuters/The Egyptian Presidency
8 foto1 | 8
"Terang-terangan" soal HAM
Dalam konferensi persnya, Macron menyambut baik pembebasan ketiga staf tersebut dan mengatakan dia "terang-terangan" mengangkat masalah hak asasi manusia dengan El-Sisi "seperti yang dilakukan seseorang di antara teman-temannya."
Pernyataannya yang mendukung kebebasan untuk mempublikasikan materi yang berpotensi menimbulkan perdebatan tersebut muncul setelah pembunuhan seorang guru Prancis pada bulan Oktober lalu. Guru tersebut menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya selama pelajaran tentang kebebasan berekspresi.