Prancis Larang Pelajar Mengenakan Abaya di Sekolah
28 Agustus 2023
Seorang perempuan muslim biasanya mengenakan busana abaya yang longgar dan panjang. Namun, Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal menekankan bahwa atribut agama tidak boleh diidentifikasi secara kasat mata di sekolah.
Iklan
Prancis akan melarang pelajar di sekolah yang dikelola pemerintah untuk mengenakan abaya, busana yang cukup longgar dan panjang, yang biasa dikenakan oleh perempuan muslim.
Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal, yang baru saja menjabat pada awal musim panas ini, mengeluarkan pengumuman mengejutkan tersebut pada hari Minggu (27/08) dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Prancis TF1.
"Tidak boleh lagi mengenakan abaya di sekolah," kata Gabriel Attal, seraya menambahkan bahwa dia juga akan memuat "aturan yang jelas di tingkat nasional" kepada para kepala sekolah, jelang periode ajaran baru di seluruh negeri yang akan dimulai pada tanggal 4 September mendatang.
Langkah tersebut diambil setelah adanya perdebatan selama berbulan-bulan mengenai pemakaian busana abaya di sekolah-sekolah, di mana Prancis juga telah lama melarang perempuan muslim menggunakan jilbab.
"Ketika Anda masuk ke ruang kelas, Anda seharusnya tidak bisa mengidentifikasi agama seorang murid hanya dengan melihat mereka," jelas Attal.
Iklan
Alasan larangan mengenakan abaya
Pada tahun 2004, sebuah undang-undang di Prancis melarang "penggunaan tanda atau pakaian yang seolah-olah menunjukkan afiliasi agama" di sekolah-sekolah. Hal ini berlaku juga untuk atribut agama lainnnya, seperti salib besar, kippah Yahudi, dan jilbab pada umat Islam.
Namun demikian, abaya masih terhindar dari aturan tersebut, hingga November lalu. Kementerian Pendidikan Prancis pada saat itu mengeluarkan surat edaran yang memasukkan abaya ke dalam kelompok pakaian yang dilarang, jika dikenakan "dengan cara yang menunjukkan afiliasi pada agama tertentu secara terbuka." Surat edaran itu juga menyebut pemakaian bandana kepala dan rok panjang.
Kontroversi seputar busana abaya ini kemudian semakin meningkat pada tahun 2020, ketika seorang muslim Chechnya yang teradikalisasi memenggal kepala seorang guru, yang menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya.
Inilah Negara yang Melarang Burka, Cadar dan Niqab
Belanda menjadi negara terakhir yang melarang penutup wajah seperti burka atau niqab. Sejumlah negara lain sudah lebih dulu menerbitkan larangan serupa, antara lain juga negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.
Foto: Getty Images/AFP/J. Lampen
Tunisia
Tunisia menyusul Maroko menjadi negara berpenduduk mayoritas muslim yang melarang penggunaan Burka. Langkah ini diambil setelah dilancarkannya dua serangan teror maut di ibukota Tunis akhir Juni silam. Pelakunya memakai burka. Melalui aturan itu, setiap perempuan bercadar akan dilarang memasuki kantor pemerintahan dan institusi publik.
Foto: Getty Images/J.Saget
Belanda
Belanda perlu waktu 14 tahun untuk memutuskan penerapan larangan bercadar di gedung dan transportasi publik. Aturan yang mulai berlaku 1 Agustus 2019 ini dibarengi ancaman denda sebesar 150€ atau sekitar Rp. 2,3 juta. Pemerintah berdalih, larangan diperlukan berdasarkan alasan keamanan.
Foto: Getty Images/AFP/J. Lampen
Chad
Chad adalah negeri muslim yang melarang burka dengan alasan keamanan. Aturan berlaku sejak 2015 menyusul dua serangan bom bunuh diri yang diklaim oleh Boko Haram. Disebutkan pelaku menyamarkan diri dengan mengenakan burka saat melakukan serangan teror. Larangan burka di Chad tidak hanya berlaku untuk kantor pemerintah, tetapi di seluruh ruang publik.
Foto: picture-alliance/Anadolu Agency/O. Cicek
Perancis
Perancis termasuk negara pertama yang melarang burka, tepatnya pada 2010 lalu. Aturan berlaku di semua ruang publik, kecuali di dalam mobil atau rumah ibadah. Pada 2014 sejumlah kelompok hak asasi menggugat larangan tersebut ke Mahkamah HAM Eropa. Namun gugatan ditolak, dengan argumen: larangan dinilai mengedepankan asas "kehidupan bersama," ketimbang pembatasan hak individu.
Foto: AP
Maroko
Pemerintah di Rabat melarang pembuatan dan penjualan burka sejak 2017 silam. Kementerian Dalam Negeri berdalih kebijakan tersebut diambil demi urusan keamanan. Namun sejumlah pakar meyakini, larangan burka diniatkan buat membatasi penyebaran ideologi radikal. Sejauh ini tidak ada legislasi resmi terkait larangan ini atau aturan mengenai penggunaan burka oleh kaum perempuan.
Foto: picture alliance/blickwinkel/W. G. Allgoewer
Tajikistan
Tajikistan yang berpenduduk mayoritas muslim, juga melarang penggunaan Burka. Namun berbeda dengan Maroko atau Tunisia, larangan bercadar di negeri di Asia Tengah ini tidak berkaitan dengan keamanan melainkan lebih diniatkan untuk merawat tradisi dan budaya lokal.
Foto: DW / G.Fashutdinow
Sri Lanka
Larangan bercadar di Sri Lanka diberlakukan lewat UU Darurat Sipil pasca serangan teror mematikan pada hari raya Paskah 2019 yang menewaskan 250 orang. Uniknya larangan tersebut dikritik kelompok muslim karena dinilai tidak diperlukan. Pasalnya hampir semua ulama muslim di Sri Lanka sudah terlebih dulu melarang pengggunaan burka untuk alasan keamanan.
Foto: Reuters/D. Liyanawatte
Denmark
Ketika larangan burka di Denmark resmi diberlakukan Agustus 2018 silam, ratusan orang berdemonstrasi di Kopenhagen. Denmark menetapkan denda hingga 1.340 Euro atau setara dengan Rp. 20 juta bagi yang melanggar. Menurut statistik kriminal teranyar, hingga kini sebanyak 39 kasus pelanggaran burka telah digulirkan terhadap 22 perempuan.
Belgia mengamati proses pembahasan legislasi larangan bercadar di Perancis sebelum menerbitkan aturan serupa pada 2011. Aturan tersebut melarang semua jenis pakaian yang menutupi wajah di ruang-ruang publik. Perempuan yang ketahuan melanggar terancam penjara selama tujuh hari atau membayar denda sebesar 1.378 Euro atau sekitar Rp. 21,5 juta. (rzn/as: dari berbagai sumber)
Foto: picture-alliance/dpa/J.Warnand
9 foto1 | 9
Beberapa reaksi petinggi otoritas Prancis
Pemimpin perserikatan guru Bruno Bobkiewicz menyambut baik aturan tersebut. "Instruksi itu sebelumnya tidak jelas, kini sudah jelas dan kami menyambut baik itu," kata Bobkiewicz, Sekretaris Jenderal NPDEN-UNSA.
Ketua Partai Republik Eric Ciotto, yang merupakan oposisi sayap kanan, juga menyambut baik pengumuman itu dan mengatakan bahwa, "kami telah menyerukan pelarangan busana abaya di sekolah-sekolah, beberapa kali."
Sementara, anggota partai oposisi sayap kiri France Unbowed, Clementine Autain, justru mengutuk hal itu sebagai "pengawasan pakaian". Dia berpendapat bahwa aturan itu "tidak konstitusional" dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar nilai-nilai sekuler Prancis.
Autain menuduh pemerintah Prancis menyembunyikan "penolakan obsesif" terhadap sekitar 5 juta penduduk muslim di Prancis.