1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Prasangka Israel di Buku Pelajaran Jerman

Christoph Richter4 Januari 2013

Buku pelajaran di sekolah Jerman jarang menulis tema Israel secara seimbang. Sebuah komisi hendak memperbaiki kekurangan itu.

ILLUSTARTION - Kinder melden sich am Donnerstag (12.07.2012) bei Lehrerin Bärbel Benz in der 2.Klasse in der Ganztagsschule in der Helsinkistraße in der Messestadt in München (Oberbayern). Foto: Frank Leonhardt dpa/lby
Foto: picture-alliance/dpa

Di halaman-halaman sekolah Jerman masih juga terdengar teriakan "Yahudi" sebagai makian. Pola pemikiran anti semitis ibaratnya diwariskan melalui berbagai instansi atau misalnya melalui buku-buku pelajaran di sekolah. Karena itu, di Braunschweig Jerman, Institut Georg-Eckert bagi penelitian internasional buku-buku pelajaran, membentuk sebuah komisi buku pelajaran Jerman-Israel tahun 2010. "Membangkitkan respek, membentuk kepercayaan: Buku-buku pelajaran adalah isu politik", tegas pakar Israel Dirk Sadowski yang merupakan salah seorang penggagas.

Setelah penelitian pertama, komisi tersebut menyerahkan kesimpulan yang tidak begitu positif kepada sejumlah penerbit Jerman seperti Klett, Westermann, Buchner atau Cornelsen yang menerbitkan semua buku-buku pelajaran di pasar Jerman. Sekitar 500 buku pelajaran Sejarah, Geografi dan Ilmu Sosial yang digunakan di sekolah-sekolah negara bagian Nordrhein-Westfalen, Bayern, Niedersachsen, Berlin dan Sachsen diteliti.

Temuan pertama dari Sadowski: "Banyak faset realitas Israel diabaikan, terutama aspek-aspek terkait masyarakat sipil." Ia mengkritik bahwa buku pelajaran di sekolah-sekolah secara prinsip menuding Israel sebagai pelaku, dan Palestina sebagai korban.

Komisi Buku Pelajaran Jerman-IsraelFoto: Christoph Richter

Penilaian buruk bagi buku pelajaran di sekolah Jerman

Contoh yang jelas misalnya pada buku "Sejarah Real 3" terbitan Cornelsen yang digunakan pada sekolah menengah pertama di Nordrhein-Westfalens. Gambar pertama sudah menunjukkan tentara-tentara Israel yang menodongkan senjata pada warga tak bersenjata. Dikatakan bahwa foto dijepret di kawasan terlarang pada tembok perbatasan dan diambil dari bawah, karena itu kelihatan benafas perang. Kata "teror Yahudi" digunakan, sementara mengenai pelaku serangan bunuh diri Arab sedikit sekali dipakai, itu pun digambarkan hanya sebagai ungkapan "keputusasaan".

"Penggambaran sejarah yang bersifat tendensius, tegas Dirk Sadowski. Pemilihan foto-foto yang lebih mementingkan unsur "efek" dilihatnya sebagai tidak seimbang dan merupakan tren yang terlihat di buku-buku pelajaran Jerman: "kebanyakan foto merugikan Israel." Julius Schoeps, Direktur Pusat Pengkajian Eropa-Yahudi "Moses Mendelsohn" di Potsdam menegaskan, justru foto semacam itu memicu sikap bermusuhan dan prasangka.

Didaktik yang meragukan

Kekhawatiran juga dirasakan Kirsten Tenhafen, guru sekolah dasar John-F-Kennedy School di Berlin. Ia menggunakan buku bacaan berjudul "LolliPop" dari penerbit Cornelsen yang dipublikasi tahun 2008 bagi murid kelas tiga dan empat SD di Berlin.

Menurutnya buku ini menunjukkan contoh negatif: Tidak diberikan latar belakang mengapa tembok perbatasan itu dibangun. Dan langsung pada awal teks orang mendapat kesan bahwa pagar keamanan itu sebenarnya mempunyai fungsi lain ketimbang melindungi warga sipil Israel dari serangan teror."Ini bisa menimbulkan kurangnya pengetahuan siswa tentang Israel dan bahkan dapat memicu kemarahan terhadap Israel," duga guru perempuan itu. Seandainya ia menanyakan murid-muridnya, apa yang ingin mereka ketahui tentang Israel, jawabannya lain sekali, misalnya "hewan apa, tanaman apa yang ada di Israel, mainan apa yang dimainkan anak-anak di sana."

Di sebuah SD di BayernFoto: picture-alliance/dpa

Bayern sebagai contoh sebaliknya

Kirsten Tenhafen menyerukan agar secepatnya melakukan perbaikan. Peneliti buku pelajaran sekolah, Dirk Sadowski menuntut bahwa orang seharusnya lebih menyoroti Israel sebagai negara yang demokratis dan mengikuti konstitusi barat," dengan demokrasi pluralistis, yuridiksi dan peraturan hukum yang setiap harinya harus berhadapan dengan realitas konflik dan harus mampu bertahan menghadap tantangan tersebut".

Hanya buku-buku pelajaran dari negara bagian Bayern yang dipuji oleh komisi Jerman-Israel itu. Jumlah bahasan terkait tema Israel di seluruh Jerman kecuali Bayern, berkisar delapan lembar. Sedangkan di Bayern berkali lipat jumlah itu.

Bahasan mengenai Israel mencapai 70 halaman, demikian puji Sadowski, sehingga buku-buku sejarah yang digunakan di sekolah-sekolah Bayern "sesungguhnya memiliki karakter buku acuan".

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait