1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Kisah Presenter Transgender Pertama di Pakistan

28 Maret 2018

Marvia Malik harus bekerja keras untuk mendobrak tabu dan berjuang menghapus diskriminasi terhadap para transgender. Berikut wawancara ekslusif DW dengan presenter transgender pertama di Pakistan.

Pakistan Maavia Malik erste Transgender-Moderatorin
Foto: Reuters/Zile Huma

DW: Selamat telah menjadi presenter transgender pertama di Pakistan. Bagaimana reaksi di Pakistan?

Marvia Malik: Tanggapannya luar biasa dan hangat. Tadinya saya berpikir reaksinya akan biasa saja. Tapi masukan yang saya terima dari pemirsa di Pakistan dan warga dari berbagai penjuru dunia luar biasa. Saya sangat senang menerima begitu banyak cinta dari mereka. Banyak wartawan Pakistan juga mengirimkan ucapan selamat pada saya.

Junaid Ansari, pemilik TV Kohenoor, mengatakan dalam wawancara baru-baru ini bahwa stasiunnya memilih Anda berdasarkan prestasi dan tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin Anda. Tapi Anda jelas tidak bisa mengabaikan gambaran presenter transgender. Apakah Anda merasa nyaman dengan sebutan ini?

Sejak lama saya berjuang untuk hak-hak komunitas transgender dan saya mungkin harus hidup dengan sebutan ini. Ini baru permulaan. Jika saya ditawari posisi di pemerintahan, saya bersedia mengambilnya karena itu akan memberi saya kesempatan untuk bekerja demi kesejahteraan kaum saya, yang menghadapi banyak masalah di Pakistan.

Apa pendapat Anda tentang nasib komunitas transgender di Pakistan?

Warga transgender Pakistan menghadapi diskriminasi dan tidak diterima oleh masyarakat. Kami ingin diterima sebagai warga negara yang setara di negara ini. Kami memiliki hak untuk bekerja dan mewarisi harta.

Juga harus ada kuota pekerjaan untuk komunitas kami. Di Pakistan, minoritas agama dan perempuan telah mendapatkan kursi di parlemen. Saya menuntut pemerintah menyediakan kursi bagi kami di majelis rendah dan tinggi. Itu harus dilakukan sebelum pemilihan umum yang akan digelar tahun ini.

Anda kuliah jurnalisme dan juga bekerja sebagai model. Seberapa sulit bagi Anda untuk berkarier?

Saya harus berjuang keras untuk diterima. Keluarga saya memutuskan hubungan saat saya masih sekolah. Jadi saya harus bekerja di salon untuk membiayai pendidikan. Saya bekerja sebagai model, lulus jurusan jurnalis dan setelah tiga bulan magang, mendapat pekerjaan di TV Kohenoor TV.

Yang menyedihkan adalah, orang-orang [secara umum] tidak pernah mendukung saya. Saya tidak pernah menerima penghargaan seperti yang diberikan masyarakat pada pria dan perempuan. Saya selalu diejek dan dilecehkan.

Saya pikir segalanya akan lebih mudah bagi saya jika saya mendapat dukungan dari keluarga saya. Saya ingin menyampaikan pesan kepada semua orangtua: Jangan pernah memungkiri anak-anak Anda bahkan jika mereka adalah transgender. Cintai mereka, didik mereka dan dukung mereka. Jika Anda menerimanya, masyarakat akan menerima mereka juga dan mereka akan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Anak-anak transgender biasanya akan terjun bekerja di industri hiburan. Mereka harus bekerja sebagai penari atau bahkan sebagai pelacur karena "dibuang" oleh keluarga mereka.

Apakah Anda berpikir bahwa sebagai pembaca berita televisi Anda akan dapat membantu komunitas Anda?

Saya optimis. Kami akan berjuang sampai mendapatkan hak-hak mendasar kami. Saya berharap bahwa pilihan saya akan memotivasi transgender lain untuk bekerja keras. Komunitas transgender di Pakistan harus bersatu untuk hak-hak mereka.

Wawancara dilakukan oleh koresponden DW Shah Meer Baloch di Islamabad.