Presiden Baru Iran Ebrahim Raisi Hadapi Ujian Dini
3 Agustus 2021
Presiden terpilih Iran, Ebrahim Raisi, dijadwalkan menjalani pelantikan oleh Ayatollah Ali Khamenei, Selasa (03/08). Raisi dilimpahi tugas berat menanggulangi pandemi, krisis ekonomi, dan ketegangan dengan negara barat.
Iklan
Suasana genting memenuhi jalan-jalan kota Teheran pada Selasa (03/08), ketika otoritas menutup lalu lintas jalan raya dan memberlakukan zona larangan terbang selama dua jam di langit ibu kota, berkaitan dengan pelantikan presiden baru.
Seratus hari pertamanya, Raisi harus menghadapi sejumlah isu pelik dan berat. Terutama kelanjutan perundingan nuklir dengan negara-negara barat menjadi tuntutan prioritas. Terlebih, ketika insiden serangan terhadap kapal tanker milik Israel di Teluk Persia baru-baru ini memicu kisruh baru dengan AS dan Inggris.
Menurut jadwal, upacara pengangkatan dilaksanakan di kantor pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamanei di Teheran. Raisi juga akan dilantik di parlemen pada Kamis (05/08) mendatang, di mana dia mengumumkan susunan anggota kabinet pemerintahannya.
Dalam sebuah surat pernyataan yang dirilis 27 Juli lalu, Raisi mengajak parlemen "bekerjasama” selama ia meniti masa jabatannya. "Saya menyimpan harapan besar bagi masa depan negara ini dan yakin, bahwa kita mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dan berbagai pembatasan,” tulisnya.
Lompatan karir Raisi diwarnai kontroversi. Jelang pemilu, Dewan Wali Iran menggugurkan nominasi sejumlah tokoh moderat. Akibatnya sebagian pemilih memboikot pencoblosan, yang ditandai dengan tingkat keikutsertaan pemilu terendah dalam sejarah, dengan hanya sebesar 48,8 persen.
Mengenang 40 Tahun Perang Iran vs Irak
Perang Iran-Irak jadi salah satu konflik militer terkelam di Timur Tengah. Berlangsung delapan tahun menjadi saksi penggunaan senjata kimia, tewasnya ratusan ribu orang, serta mengubah wilayah dan situasi politik global.
Foto: picture-alliance/Bildarchiv
Konflik teritorial
Pada 22 September 1980, diktator Irak Saddam Hussein mengirim pasukannya ke negara tetangga Iran. Ini jadi awal mula perang mematikan selama delapan tahun yang menewaskan ratusan ribu orang. Konflik perbatasan wilayah berlarut-larut jadi pemicu perselisihan dua negara mayoritas Muslim Syiah ini.
Foto: defapress
Perjanjian Aljazair
Lima tahun sebelumnya, pada Maret 1975, Saddam Hussein, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Irak, dan Raja Iran saat itu Shah Pahlevi menandatangani perjanjian di Aljazair, untuk menyelesaikan sengketa perbatasan. Baghdad menuduh Teheran merencanakan serangan dan memutuskan mengevakuasi tiga pulau strategis di Selat Hormuz, yang diklaim milik Iran dan UEA.
Foto: Gemeinfrei
Sumber air
Pada 17 September 1980, Baghdad menyatakan Perjanjian Aljazair batal demi hukum dan menuntut kendali atas semua wilayah perbatasan Shatt al-Arab, sungai sepanjang 200 kilometer pertemuan sungai Tigris dan Sungai Efrat yang bermuara di Teluk Persia.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. al-Jurani
Pemboman pelabuhan dan kota
Pasukan Irak meledakkan bandara Iran, termasuk yang ada di Teheran, serta fasilitas militer dan kilang minyak Iran. Pada pekan pertama pasukan Irak berhasil merebut kota Qasr-e Shirin dan Mehran, serta pelabuhan Khorramshahr di barat daya Iran, di mana posisi Sungai Shatt al-Arab bermuara.
Foto: picture-alliance/Bildarchiv
Musuh bersama
Banyak negara Teluk, termasuk Arab Saudi dan Kuwait, mendukung Baghdad dalam perang melawan Iran. Hal ini didasari kekhawatiran atas perlawanan Syiah di Timur Tengah yang dipelopori oleh Ayatollah Khomeini dalam Revolusi Iran. Negara-negara Barat juga mendukung Baghdad dan menjual senjata kepada Saddam Hussein.
Foto: Getty Images/Keystone
Dipukul mundur Iran
Serangan balik Iran mengejutkan Irak ketika Teheran berhasil menguasai kembali pelabuhan Khorramshahr. Baghdad mengumumkan gencatan senjata dan menarik kembali pasukannya, tetapi Teheran menolaknya dan terus membom kota-kota Irak. Sejak April 1984, kedua belah pihak terlibat dalam "perang kota", di mana sekitar 30 kota di kedua belah pihak dihujani serangan rudal.
Foto: picture-alliance/dpa/UPI
Penggunaan senjata kimia
Salah satu yang jadi sorotan dalamperang ini adalah penggunaan senjata kimia. Teheran pertama kali melontarkan tuduhan tahun 1984 - dikonfirmasi oleh PBB - dan juga pada tahun 1988. Juni 1987, pasukan Irak menjatuhkan gas beracun di kota Sardasht, Iran. Maret 1988, Iran mengklaim Baghdad menggunakan senjata kimia kepada penduduk sipilnya di kota Halabja di utara Irak yang dikuasai Iran.
Foto: Fred Ernst/AP/picture-alliance
Gencatan senjata
Pada 18 Juli 1988, Khomeini menerima resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengakhiri perang. Meskipun jumlah pasti dari mereka yang tewas dalam perang tidak diketahui, sedikitnya 650.000 orang tewas dalam perang tersebut. Gencatan senjata diumumkan pada 20 Agustus 1988.
Foto: Sassan Moayedi
Lembaran baru
Penggulingan rezim Saddam Hussein oleh AS pada tahun 2003 membuka era baru di Timur Tengah. Hubungan antara Irak dan Iran telah membaik sejak saat itu dan kedua negara meningkatkan kerjasamanya dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. (Ed: rap/hp)
Foto: picture-alliance/AP Photo/K. Mohammed
9 foto1 | 9
Tugas menumpuk
Menyudahi krisis ekonomi yang diperparah oleh sanksi AS akan menjadi prioritas bagi Raisi, menurut Clement Therme, peneliti Iran di European University Institute di Italia. "Target utamanya adalah memperbaiki situasi ekonomi yang terpuruk, dengan memperkuat kerjasama dan ikatan bisnis dengan negara-negara jiran,” serta Rusia dan Cina, kata dia kepada AFP.
Iklan
Sanksi yang kembali diberlakukan AS sejak era Presiden Donald Trump, terbukti mencekik perekonomian Iran. Akibat ditutupnya pintu ekspor minyak, ekonomi Iran anjlok sebanyak enam persen pada 2018 dan 2019.
Ziarah Arbain - Ketika Umat Syiah Mengenang Syahidnya Imam Hussein
Setiap tahun puluhan juta umat Syiah menyambangi kota Karbala untuk memperingati Arba'in, 40 hari kematian Imam Hussein di hari Asyura. Meski berbentuk ritual keagamaan, peringatan Arba'in kental nuansa politik.
Foto: Reuters/A. Dhiaa Al-Deen
Ratapan di Tanah Karbala
Setiap tahun jutaan umat Syiah menyambangi makam Imam Hussein di kota Karbala untuk memperingati 40 hari kematiannya setelah hari Asyura. Di tempat ini, cucu Nabi Muhammad itu dibunuh usai berperang melawan Yazid ibn Muawiyah, Khalifah kedua bani Umayyah, dalam perang tahun 680. Usai pertempuran, Yazid diklaim memamerkan kepala Hussein di Masjid Agung Umayyah di Damaskus.
Foto: picture-alliance/AP Photo/K. Kadim
Siasat Muawiyah
Peringatan 40 hari kematian Imam Hussein yang disebut Arba'in menandakan perlawanan kaum Syiah terhadap Bani Umayyah. Menurut catatan sejarah, Muawiyah mencederai janji untuk menyerahkan kekuasaan kepada Hussein saat menjalin gencatan senjata demi memerangi Kekaisaran Bizantium. Muawiyah saat itu memilih putranya, Yazid, sebagai penerus. Dia lalu mengirimkan pasukan untuk membunuh Hussein
Foto: Wikipedia/Abbas Al-Musavi
Aroma Politik Spiritualisme Arba'in
Asyura dan Arba'in memiliki nilai teologis dalam ajaran Syiah dan kental aroma politik. Tidak jarang kedua hari peringatan dipenuhi pesan-pesan politik atau yel-yel revolusioner, seperti pada demonstrasi menentang Shah Iran pada 1963. Sebab itu bekas diktatur Irak, Saddam Hussein, dilaporkan sering mengkriminalisasi jemaah Syiah yang berpergian untuk memperingati kematian Hussein.
Foto: IRNA
Perkumpulan Terbesar di Bumi
Tahun ini Arba'in jatuh pada tanggal 19 Oktober. Ritual ini biasanya diawali dengan berjalan kaki menuju makam Imam Hussein di jantung kota yang membutuhkan waktu selama 12 hari dari Basra atau Kirkuk, dan tiga hari dari kota Najaf. Hingga kini Arbain yang disambangi oleh lebih dari 15 juta orang tercatat sebagai perkumpulan manusia terbesar di Bumi.
Foto: Irna
Berjuta Berduka
Ziarah Arba'in diawali sudah sejak 1339 tahun lalu, sesaat setelah pertempuran di Karbala. Jika di era Saddam Hussein, tradisi ini banyak dirayakan diam-diam, sejak 2008 jumlah peziarah terus bertambah dari delapan juta, menjadi hingga 20 juta manusia dari 40 negara pada tahun 2013, menurut televisi Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Mizban
Serangan Kebencian Serdadu ISIS
Perjalanan kaki peziarah Arba'in bukan tanpa risiko keamanan. Sejak 2013, hampir setiap tahun serangan teror melalui bom bunuh diri, ranjau atau roket pelontar granat menerpa para jemaah. Terutama organisasi teror Islamic State yang memfatwakan umat Syiah sebagai penista agama yang paling sering mengobarkan aksi teror terhadap peziarah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Mizban
Dua Jantung di Negeri Malapetaka
Karbala di Irak menjadi kota suci umat Syiah karena menampung dua makam putra Imam Ali, yakni Hussein ibn Ali dan Abbas ibn Ali. Menurut teks Syiah, nama kota ini diambil dari bahasa Arab yang berarti "Negeri Malapetaka" atau Karb al-Bala. Kaum Syiah hingga kini masih menggunakan tanah dari Karbala untuk membuat Turbah, kepingan liat yang wajib digunakan untuk bersujud saat salat. (rzn/vlz)
Foto: Reuters/A. Dhiaa Al-Deen
7 foto1 | 7
SItuasi semakin runyam ketika pada 2020, Iran termasuk negara yang paling parah terdampak pandemi virus corona. Sejauh ini hampir empat juta penduduk tercatat pernah terinfeksi, sementara 90.000 warga meninggal dunia akibat COVID-19.
Adapun di luar negeri, ketegangan mulai meruak setelah Amerika Serikat dan Inggris mengikuti Israel menuduh Iran bertanggungjawab atas serangan terhadap kapal tanker milik negeri Yahudi itu, Kamis (29/07) lalu.
Washington mengancam "balasan yang setimpal,” ketka Iran membantah dan balik memperingatkan bakal menjawab setiap bentuk "avonturisme” oleh barat.