Loyalis Suu Kyi, Win Myint, Terpilih Jadi Presiden Myanmar
28 Maret 2018
Parlemen Myanmar hari Rabu (28/7) memilih Win Myint, tokoh NLD dan loyalis Aung San Suu Kyi, menjadi presiden baru. Myanmar masih menghadapi kecaman internasional soal Rohingya.
Iklan
Majelis Myanmar, gabungan dari majelis rendah dan majelis tinggi, dalam pemungutan suara hari Rabu (28/3) memilih Win Myint dengan 403 suara. Calon kubu militer Myint Swe mendapat 211 suara dan Wakil Presiden Henry Van Tio hanya meraih 18 suara.
Seperti pendahulunya Htin Kyaw, yang minggu lalu mengundrukan diri karena alasan kesehatan, Win Myint, 66 tahun, adalah pendukung setia Aung San Suu Kyi selama bertahun-tahun dalam perjuangan partai Liga Nasional untuk Demokrasi NLD..
Aung San Suu Kyi sendiri, setelah kemenangan besar NLD akhir 2015, menurut konstitusi Myanmar tidak boleh menjadi presiden, karena menikah dengan warga asing dan memiliki anak pemegang paspor asing. Suu Kyi sekarang secara resmi menjabat sebagai Konselor Negara, sebuah jabatan yang diciptakan khusus untuknya.
Aktivis NLD
Win Myint terpilih menjadi anggota parlemen pada pemilu 2012 dan terpilih lagi dalam pemilu 2015. Lahir di Delta Irrawaddy tahun 1951, dalam kurun tahun 1980-an dia menjadi pengacara. Win Myint kemudian masuk jadi anggota NLD dan sempat dipenjarakan oleh rejim militer Myanmar. Tahun 2010, dia menjadi anggota Komite Eksekutif Pusat NLD pimpinan Aung San Suu Kyi.
Presiden Myanmar dipilih oleh gabungan dua kamar parlemen. Militer masih punya peran khusus di parlemen dengan jatah 25 persen kursi dan tiga jabatan kabinet yang berkaitan dengan keamanan. Dengan kemenangan besar pada pemilu 2015, NLD memiliki mayoritas di majelis rendah dan majelis tinggi.
Aung Sin, teman dekat dan kolega Win Myint mengatakan: "Dia selalu bekerja sama dengan Aung San Suu Kyi dan mereka saling percaya." Analis independen Khin Zaw Win, direktur kelompok advokasi Tampadipa Institute menerangan, tidak banyak perubahan dalam program kepresidenan Myanmar, kecuali Win Myint menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan NLD dan militer.
Penampungan Khusus Bagi Janda dan Anak Rohingya di Bangladesh
Sejak Agustus lalu, sekitar 600 ribu warga Rohingya mengungsi dari kekerasan di Myanmar ke Bangladesh. Badan Pengungsi PBB UNHCR mendirikan penampungan khusus bagi pengungsi janda dan anak Rohingya.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Wajah derita pengungsi
Inilah Roshid Jan. Salah satu perempuan Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh dengan lima anaknya. Setelah militer Myanmar membakar desanya, mereka menempuh perjalanan selama sepuluh hari untuk mencapai perbatasan. Sekarang mereka ditampung di Cox's Bazar, di sebuah penampungan khusus bagi janda dan anak.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Suaminya ditahan entah di mana
Roshid Jan tidak tahu suaminya ada di mana. Suaminya adalah pemimpin agama di desa Phansi, dekat negara bagian Rakhine di Myanmar. Militer di tempat itu menuduh suami Rosyid Jan sebagai anggota kelompok militan sehingga ia pun ditahan sebelas bulan lalu. Sejak itu Roshid Jan tidak pernah melihat suaminya lagi.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Penampungan Janda
Tempat penampungan Balukhali berada di kota perbatasan Cox's Bazar. Tempat ini memang khusus dibuat untuk menampung para janda dan anak Rohingya. Badan Pengungsi PBB UNHCR dan organisasi lain menyumbang tenda. Sekitar 230 perempuan dan anak-anak sekarang ditampung di sini. Mereka menyebut tempat ini "Penampungan Janda".
Foto: Reuters/D. Sagolj
Saling memberi semangat
Di tempat penampungan ada dapur bersama. Para perempuan bisa bertemu, saling berkenalan dan memasak bersama-sama. Kontak sosial ini penting. Mereka bisa saling memberi semangat dan mengelola pengalaman buruk dan trauma kekerasan yang mereka alami. Makanan dan minuman di penampungan ini merupakan sumbangan dari lembaga-lembaga bantuan internasional.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Momen menyenangkan
Memasak bersama anak-anak. Ibu dan anak ini kelihatan menikmati momen yang menyenangkan di tempat penampungan. Mereka sekarang bebas dari rasa takut, sekalipun tempat tinggalnya hanya sementara dan masa depan mereka masih belum jelas.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Korban sindikat perdagangan manusia
Tidak semua perempuan bisa diterima di penampungan ini. Karena penampungan ini disediakan bagi mereka yang membutuhkan perlindungan khusus. Kebanyakan perempuan dan anak-anak yang ada di sini adalah korban eksploitasi seksual. Reporter DW Arafatul Islam mengunjungi penampungan pengungsi di Cox's Bazar ini dan berbicara dengan para korban dan wakil-wakil lembaga bantuan.
Foto: DW/Arafatul Islam
Penampungan bagi warga Rohingya
Myanmar dan Bangladesh telah mencapai kesepakatan mengenai pemulangan para pengungsi ke Myanmar. Namun kapan hal itu dilaksanakan masih belum jelas. Uni Eropa akan membantu para pengungsi yang memang ingin pulang, sehingga mereka bisa hidup layak, kata pejabat urusan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini. (Foto dan teks: Arafatul Islam/hp/ts)
Foto: Reuters/S. Vera
7 foto1 | 7
Sekjen PBB kecam militer Myanmar soal Rohingya
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengungkapkan "keterkejutan" terhadap pernyataan pimpinan militer Myanmar yang mengatakan, minoritas Rohingya tidak memiliki kesamaan dengan populasi lain di negara itu dan mereka bukan warganegara.
Guterres dalam sebuah pernyataan mengimbau "semua pemimpin di Myanmar untuk mengambil sikap terpadu melawan hasutan kebencian dan mempromosikan keharmonisan komunal ".
Jenderal senior Min Aung Hlaing mengatakan dalam sebuah pidato militer minggu lalu di Negara Bagian Kachin utara, kaum Rohingya "tidak memiliki karakteristik atau budaya apa pun yang sama dengan etnis Myanmar ".
Dia juga mengatakan, ketegangan di Rakhine "dipicu orang-orang Bengali yang menuntut kewarganegaraan".
Hampir 700.000 warga etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak militer melancarkan operasi di negara bagian Rakhine di barat Myanmar. Aksi ini merupakan jawaban terhadap serangan kelompok pemberontak terhadap pasukan keamanan bulan Agustus tahun lalu.
Kisah Pengungsi Rohingya Di Perbatasan Myanmar
Dari Rakhine, Myanmar, lebih dari tiga setengah juga pengungsi Rohingya tiba di Teknaf, Bangladesh. Bagaimana hidup mereka yang penuh penderitaan dan kenangan menyedihkan?
Foto: DW/M.M. Rahman
Pengungsi Rohingya di daerah Teknaf yang sudah banyak menerima pengungsi.
Foto: DW/M.M. Rahman
Banyak anggota keluarga yang sakit dan yang sudah tua mereka gotong dan akhirnya tiba di Teknaf.
Foto: DW/M.M. Rahman
Sebagian besar pengungsi Rohingya adalah perempuan dan anak-anak.
Foto: DW/M.M. Rahman
Wanita dan anak-anak Rohingya juga harus melewati sungai, di jalan yang panjang untuk mencapai Bangladesh.
Foto: DW/M.M. Rahman
Menurut Badan Pengungsi PBB (UNHCR) sekitar 2,5 juta pengungsi Rohingya telah tiba di Bangladesh sejak 25 Agustus 2017.
Foto: DW/M.M. Rahman
Rumah-rumah keluarga Rohingya di daerah Maungdaw dan Rasidong dibakar selama tiga hari. Gambar diambil dari Pulau Shahpiar.
Foto: DW/M.M. Rahman
Banyak orang terpaksa berhenti di sisi jalan, setelah melintasi malam di bawah langit terbuka.
Foto: DW/M.M. Rahman
Pemerintah Bangladesh berupaya menampung semua pengungsi di tempat penampungan yang luas.
Foto: DW/M.M. Rahman
Lebih dari 200.000 bayi Rohingya kini berada di Bangladesh. Menurut UNHCR lebih dari 1.100 anak datang dari Rakhine tanpa disertai orang tua.
Foto: DW/M.M. Rahman
Rohingya yang cari perlindungan di daerah Teknaf menderita kekurangan makanan akut. Untuk dapat makanan mereka harus berebutan. Penulis: Mustafiz Manun (ml/hp)