Presiden Xi Jinping dikabarkan melakukan inspeksi ke sejumlah lembaga pemerintah. Terakhir kali Xi berkunjung ke Xinjiang pada 2014, pemerintah Cina memenjarakan lebih dari satu juga warga Uighur dengan tuduhan terorisme
Iklan
Presiden Cina, Xi Jinping, melakukan kunjungan resmi ke Xinjiang pada Jumat (15/7), seperti dilaporkan kantor berita pemerintah, Xinhua.
Dalam lawatannya itu, Xi antara lain menemui perwakilan Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang (XPCC), sebuah organisasi paramiliter Cina yang dituduh AS mengawal pelanggaran HAM di Xinjiang.
Dunia Barat sejak lama mengecam tindakan Cina sebagai "genosida” terhadap etnis minoritas Uigur. Tuduhan itu mengiringi laporan lembaga HAM yang mencatat bagaimana Cina secara sistematis menghilangkan kebudayaan dan sejarah etnis Uigur.
Beijing sebaliknya menganggap tuduhan itu sebagai "kebohongan terbesar abad ini.”
Di Xinjiang, Presiden Xi tampil di televisi menemui mahasiswa dan pejabat lokal dalam suasana santai, ikut bernyanyi dan menari, sembari dilatari tepuk tangan penduduk lokal berkostum tradisional.
Xi sedang menyiapkan Kongres Partai Komunis Cina pada akhir tahun nanti, di mana dia akan mengakhiri tradisi dua masa jabatan di Cina dan menyalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.
Iklan
Boikot ekonomi
Sementara itu, Amerika Serikat sejak Selasa (12/7) lalu mulai menjalankan UU Pencegahan Buruh Paksa Uigur (ULFPA) yang melarang impor produk dari Xinjiang. UU yang ditandatangani Presiden Joe Biden pada Desember lalu itu mewajibkan perusahaan memindahkan sentra produksinya ke tempat lain untuk mendapat izin impor.
"Kami mendukung sekutu dan mitra kami untuk membebaskan rantai suplai global dari praktik pekerjaan paksa, mengecam kekejian di Xinjiang dan mendesak pemerintah Cina untuk segera mengakhiri pelanggaran HAM di Xinjiang,” kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken.
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
"Bersama dengan lembaga federal lain, kami akan terus mengingatkan perusahaan-perusahaan swasta untuk menaati aturan hukum Amerika Serikat,” imbuhnya.
Xinjiang merupakan salah satu produsen kapas terbesar di dunia. Kawasan ini juga merupakan sentra produksi panel surya di Cina yang juga diekspor ke luar negeri.
Pekan lalu, AS menerbitkan daftar perusahaan yang aktif di Xinjiang, terutama produsen elektronik, dan mengancam perusahaan lain dengan larangan impor jika menggunakan produk asal Xinjiang dalam rantai suplainya.
"Dengan ULFPA, AS ingin menciptakan ilusi praktik buruh paksa di Xinjiang dan mendorong dunia untuk bercerai dengan Cina,” kata juru bicara Kemenlu di Beijing, Wang Wenbin. Menurutnya, tuduhan tersebut merupakan "kebohongan besar oleh kekuatan anti-Cina.”
Dalam kunjungannya pada Jumat (15/7), Presiden Xi mengumumkan Xinjiang sebagai "area inti dan pusat" pengembangan ekonomi berupa pembangunan pelabuhan, rel kereta dan pembangkit listrik untuk menghubungkan Cina dengan wilayah Asia Tengah dan Eropa Timur.