Duterte: ISIS Targetkan Indonesia, Filipina dan Malaysia
8 Desember 2016
Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyebut militan ISIS akan lari ke Asia Tenggara jika kalah dan terusir dari Irak dan Suriah. ISIS akan menyusup untuk membangun kekhalifahan baru di wilayah empat negara.
Iklan
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan, ISIS yang terusir dari Aleppo dan Mosul akan akan menyusup ke Asia Tenggara dan membangun kekhalifahan baru di Indonesia, Filipina, Malaysia dan Brunei.
"Ini masalah kita sekarang, ISIS, ekstremis yang berjuang keluar di Aleppo dan Mosul, setelah mereka kehabisan wilayah, mereka akan mundur ke laut dan melarikan diri," kata Duterte hari Rabu (7/12) dalam sebuah pertemuan dengan penduduk miskin perkotaan di Mandaluyong City.
"Dan mereka punya mimpi membuat kekhalifahan yang akan terdiri dari Indonesia, Filipina, Malaysia dan Brunei," tambahnya.
Duterte tidak menawarkan bukti-bukti untuk klaim itu, dan dia memang dikenal sebagai orang yang sering membuat pernyataan sembarangan.
Namun bukan hanya Presiden Filipina yang menyampaikan kekhawatiran itu, melainkan juga militer Indonesia, yang sebelumnya juga sudah memperingatkan bahaya penyusupan ISIS.
Harian Jakarta Post sebelumnya melaporkan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa setelalah ISIS jatuh di Irak dan Suriah, mereka akan beralih ke tempat lain. Ia menyebutkan ISIS sudah mulai membangun basis di Mindanao.
Di Filipina, Duterte menegaskan lagi pentingnya pemerintah federal mengamankan perdamaian di Mindanao.
"Percayalah padaku. Terserah kalian. Saya menyerahkan kepada rakyat untuk menentukan. Jika sistem federal tidak diterima, Anda mungkin juga melepaskan Mindanao. Kita tidak akan memiliki kedamaian," kata Duterte.
"Jadi jika ada yang menolak sistem federasi, ketahuilah, tanpa federalisme orang-orang Moro tidak akan pernah menyetujui apa pun," tambahnya.
Presiden Filipina juga mendesak masyarakat agar siap untuk menghadapi kemungkinan serangan teror di negara ini.
"Petualangan berikutnya yang akan saya mulai adalah terorisme. Bersiaplah untuk itu," kata Duterte, yang menjalankan politik keras terhadap penyalahgunaan narkotika di negaranya.
Pertaruhan Maut Presiden Duterte
Presiden Filipina Rodrigo Duterte nekat meninggalkan sekutu lama Amerika dan bermain mata dengan Cina dan Rusia. Langkahnya itu bukan tanpa risiko terutama dalam isu Laut Cina Selatan.
Foto: picture-alliance/dpa/M.R.Cristino
Poros Tandingan
Duterte sudah jengah dengan Amerika Serikat. Sebab itu ia ingin membangun poros baru antara Manila, Beijing dan Moskow. "Saya tidak ingin bersama AS lagi, saya ingin bergabung dengan Cina dan Rusia," tukasnya. Untuk membuktikan ucapannya itu Duterte menghentikan latihan perang bersama dengan militer AS yang telah digelar selama 36 tahun dan mengabaikan keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional
Foto: picture-alliance/Newscom
Berpaling dari ASEAN
Sebaliknya Duterte mengundang Cina dan Rusia untuk menggelar latihan militer bersama di Laut Cina Selatan. Ia juga mulai mengadopsi narasi Beijing, bahwa konflik seputar jalur laut paling gemuk di dunia itu adalah "murni masalah bilateral. "Saya tidak akan membawanya ke forum internasional, termasuk ASEAN." Dengan cara itu Duterte diyakini berharap bakal mendapatkan ganjaran setimpal dari Beijing.
Foto: picture-alliance/dpa/M.R.Cristino
Misi Ekonomi
Pasalnya kebijakan baru sang presiden bukan tanpa kalkulasi. Filipina sedang tertinggal dalam hal pembangunan infrastruktur. "Ia melihat Cina adalah sumber terbesar dana investasi yang sangat dibutuhkan buat menggenjot perekonomian," kata Nick Bisley, Pakar Hubungan Internasional di Universitas La Trobe, Australia. Ironisnya saat ini AS dan Jepang adalah mitra dagang terbesar Filipina.
Foto: Imago
Kalkulasi Beijing
Namun begitu Cina juga tidak bebas dari rasa curiga. "Beijing masih berusaha menebak kemauan Duterte. Tapi jika sudah ketahuan, mereka akan memainkannya sesering mungkin buat melawan Washington," kata akademisi Filipina Walden Bello kepada Financial Times. Cina diyakini tidak akan memberikan konsensus di Laut Cina Selatan dengan mudah. Kesepakatan dengan Manila akan menjadi preseden di kawasan.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
Bumerang di Dalam Negeri?
Sikap keras Cina bisa menjadi bumerang buat Duterte. Saat ini mayoritas penduduk FIlipina cendrung bersikap antipati terhadap Beijing. AS sebaliknya mencatat popularitas sebesar 91% dalam jajak pendapat PEW Research Centre tahun lalu. Kegagalan perundingan dengan Cina bisa mencederai reputasinya di mata masyarakat dan Filipina terancam isolasi diplomatik.
Foto: picture-alliance/dpa/Photoshot
Petaka di Perbatasan
Manila kini berupaya mendekati Cina agar bersedia menunda aktivitas pembangunan di Gosong Scraborough dan mengizinkan nelayannya menangkap ikan di perairan sekitar. Beijing belakangan mulai aktif menyulap pulau-pulau kecil di Spratly buat dijadikan pangkalan militer.
Titian Diplomasi
Pelik buat Duterte. Mayoritas penduduk Filipina juga tidak bersedia membuat konsensus dalam isu Laut Cina Selatan. Sebab itu ia mengklaim, "Tidak seorangpun akan menyerahkan sesuatu di sana," ujarnya merujuk pada LCS. Jelang lawatannya ke Cina, Duterte diwanti-wanti oleh Hakim Mahkamah Agung, Antonio Carpio, agar tidak tunduk pada kemauan Beijing. "Dia benar. Saya bisa dilengserkan," jawabnya.