1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Korsel Resmi Dipecat

10 Maret 2017

Mengukuhkan keputusan parlemen, hari Jumat (10/03), Mahkamah Konstitusi Korea Selatan secara resmi memutuskan presiden yang dimakzulkan parlemen, Park Geun-hye, harus mundur dari jabatannya.

Südkorea Park Geun-Hye
Foto: Getty Images/South Korean Presidential Blue House

Presiden perempuan pertama Korea Selatan itu sebelumnya sudah diberhentikan oleh Majelis Nasional pada bulan Desember 2016. Ia dituding berkolusi dengan rekan dekatnya, Choi Soon Sil yang diduga memeras uang dari perusahaan Korea Selatan dan memercayainya untuk ikut campur dalam urusan negara. Setelah  pemakzulan, untuk sementara waktu, Perdana Menteri Korea Selatan Hwang Kyo Ahn mengambil alih tugas-tugas kepresidenan.

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang terdiri dari delapan hakim, hari Jumat (10/03) mengambil keputusan yang menguatkan pemakzulan terhadap presiden berusia 65 tahun tersebut dengan suara bulat.

Tak lama setelahnya, media lokal melaporkan, dalam  rapat umum yang menentang keputusan pengadilan, dua pengunjuk rasa tewas. Menanti keputusan MK tersebut, pendukung Park sebelumnya  telah berkumpul di dua lokasi di Seoul. Aksi protes  semakin memanas setelah pengadilan mengambil  keputusan.

Salah satu pengunjuk rasa yang meninggal dunia dalam aksi itu adalah seorang pria berusia 72 tahun. Kepalanya mengalami  perdarahan. Demikian dilaporkan kantor berita negara Yonhap. Tidak ada rincian mengenai  seorang pengunjuk rasa lainnya, yang juga tewas akibat insiden itu.

Demonstrasi di SeoulFoto: Reuters/Yonhap

Pemilu baru

Putusan Mahkamah Konstitusi  akhir pekan ini membuka peluang bagi pemilu baru di Korsel, dalam waktu 60 hari. Banyak pengamat memperkirakan pemilu akan diselenggarakan pada tanggal 9 Mei 2017, demikian disebutkan kantor berita  Yonhap. Setelah keputusan itu, ketua majelis  hakim, Lee Jung Mi berharap pemilu ini akan membantu mengakhiri "kekacauan politik"  di negara itu.

Dengan adanya keputusan pengadilan tersebut, maka Park Geun-hye dilucuti kekebalannya dan sekarang dapat dituntut di pengadilan pidana. Park Geun-hye merupakan kepala negara  pertama di Korea Selatan yang dipilih secara demokratis, namun diipecat oleh putusan pengadilan.

Partai Saenuri meminta maaf

Partai Park,  Saenuri, meminta maaf atas terjadinya skandal  itu dan menyatakan akan menghormati putusan MK."Partai Saenuri melahirkan pemerintah Park Geun-hye, menjadi partai yang berkuasa dan mitra dari urusan negara," ujar Di Myung Jin, pimpinan sementara dari  partai tersebut. "Tapi kami gagal memenuhi kewajiban kami sebagai partai yang berkuasa dan gagal melindungi martabat dan harkat Korea Selatan, yang telah dibangun oleh rakyat," paparnya.

Park telah berulang kali meminta maaf atas skandal  tersebut, tetapi membantah melakukan pelanggaran pidana. Teman dekatnya, Choi,  secara terpisah mengaku tidak bersalah atas serangkaian tuduhan, termasuk  soal penyalahgunaan kekuasaan dan upaya penipuan.

Menjelang pemilu awal, popularitas politisi kiri-tengah Moon Jae In -- yang kalah dari Park pada tahun 2012—kini memimpin perolehan suara dalam jajak pendapat. Hal tersebut menandakan kemungkinan akan adanya  perubahan dalam tatanan politik Korea Selatan setelah skandal itu.

Park merupakan  salah satu tokoh konservatif paling berpengaruh di negara tersebut. Dia adalah putri dari Park Chung Hee, yang memerintah Korsel dengan tangan tangan besi pada  tahun 1960-an dan 1970-an.

ap/hp(dpa/ap/afp)