1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Libanon Diharapkan Terobos Kebuntuan Politik

as26 Mei 2008

Presiden baru Libanon, jenderal Michel Suleiman diharapkan membuka era baru di negara itu. Namun perkembangan politik di Libanon harus dilihat dalam beberapa bulan mendatang.

Di pundak presiden baru Libanon Michel Suleiman, diletakkan beban berat, berupa harapan terobosan baru untuk mengakhiri kebuntuan politik di negara itu.Foto: AP

Masyarakat internasional memberikan selamat atas terpilihnya jenderal Michel Suleiman menjadi presiden baru Libanon. Setelah tarik ulur yang alot selama berbulan-bulan, ditandai dengan penangguhan belasan kali pemilihan presiden, akhirnya Libanon mengambil langkah perujukan. Era baru Libanon telah dibuka. Sekjen PBB Ban Ki Moon mengharapkan, agar momentum bersejarah ini dapat mendorong dihidupkannya kembali institusi sesuai konstitusi. Sekaligus membuka dialog politik diantara para pihak yang bertikai. Uni Eropa menyebut ini langkah pertama untuk mengakhiri blokade politik yang berlarut-larut di Libanon.

Terpilihnya jenderal Michel Suleiman dimungkinkan setelah tercapai kompromi antara pemerintah pro-barat dari PM Fuad Siniora dengan oposisi yang dipimpin Hisbullah dalam perundingan di ibukota Qatar, Doha dengan penengahan Liga Arab. Presiden terpilih langsung dilantik hari itu juga.

Setelah dilantik, presiden baru Libanon, Michel Suleiman mengimbau warga Libanon untuk melakukan perujukan. Suleiman mengatakan ; “Kita jangan memecahkan masalah politik selalu dengan dengan cara ini saja, dimana di masa depan dapat terulang lagi. Sebaliknya kita harus berusaha mencari kompromi. Kita harus berusaha, agar negara ini kembali berjalan, dimulai dari jabatan presiden, agar dapat berjalan sesuai fungsinya.“


Jenderal Michel Suleiman dinilai memiliki citra baik dan berkharisma besar. Karena itu kelompok yang bertikai baik pemerintah pro-barat maupun oposisi yang dipimpin Hisbullah yang pro-Suriah dan Iran, dapat menerima Suleiman sebagai pemecahan kompromis. Dalam pidato pengukuhannya sebagai presiden baru Libanon, jenderal Suleiman juga menyindir milisi Hisbullah. Disebutkannya, senjata harus selalu diarahkan kepada musuh, dan tidak ke arah lain.


Namun dari hasil perundingan di Qatar itu semakin kentara bahwa di Libanon telah terjadi perubahan perimbangan kekuatan. Akibat krisis politik dalam negeri yang berkepanjangan itu, Hisbullah kini semakin kuat. Hisbullah terbukti dapat mencegah masalah perlucutan senjata dijadikan agenda bahasan dalam perundingan di Qatar. Akan tetapi dalam kesepakatan Doha juga ditegaskan, di masa depan tidak ada lagi kelompok yang diizinkan menggunakan kekerasan senjata untuk menyukseskan sasaran politiknya.

Melihat perimbangan kekuasaan di Libanon itu, banyak pengamat politik meragukan bahwa Michel Suleiman dapat bertindak sebagai presiden yang independen dan memiliki cukup kekuatan. Pakar ilmu politik dari Universitas Amerika di Beirut, Hilal Kashan mengatakan : “Jika kita melihat sikap Suleiman dalam beberapa tahun terakhir, ia bukan negawaran. Bagi perwiran militer amat sulit berubah menjadi negarawan. Hafez al Assad merupakan kekecualian.“


Bagaimana perkembangan selanjutnya di Libanon memang harus dilihat dalam bulan-bulan mendatang. Rakyat memang sudah berpesta menyambut kompromi politik, yang menembus kebuntuan. Pemerintah sesuai konstitusi juga sudah mengundurkan diri. Siapa yang akan ditugasi membentuk pemerintahan baru masih belum jelas. Yang jelas Hisbullah dan mitranya, dalam koalisi pemerintahan baru mendatang tetap akan memiliki hak veto.