1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Myanmar Bicara Langsung dengan Pemberontak

7 April 2012

Setelah kemenangan pihak oposisi di Myanmar, Presiden Thein Sein lakukan pembicaraan langsung dengan pihak pemberontak minoritas Karen.

Myanmar's President Thein Sein (2nd L) shakes hands with peace group Karen National Union (KNU)'s Naw Si Pho Ra Sein (2nd R), KNU General Secretary Mutu Saipo (3rd R) and other members in Thein Sein's private farm house in Naypyitaw April 7, 2012. REUTERS/Stringer (MYANMAR - Tags: POLITICS)
Foto: Reuters

Presiden Myanmar Thein Sein untuk pertama kalinya melakukan pembicaraan dengan wakil-wakil kelompok minoritas Karen. 19 anggota kelompok Persatuan Nasional Karen KNU diterbangkan dengan pesawat khusus ke ibuktoa Naypytaw. Demikian dikatakan wakil pemerintahan.

Presiden Thein Sein telah meminta KNU untuk mendirikan partai sendiri, dan ikut dalam pemilihan parlemen tahun 2015 mendatang. Tujuan pembicaraan perdamaian itu adalah gencatan senjata jangka panjang, keamanan untuk penduduk, kembalinya puluhan ribu pengungsi serta pembersihan lahar berikutnya dari kawasan tempat tinggal etnis Karen dari ranjau.

Perundingan antara kelompok pemberontak Karen dengan pemerintah MyanmarFoto: reuters

Politik Perdamaian dengan Minoritas

Setelah puluhan tahun penekanan kelompok minoritas etnis oleh junta militer, kini Presiden Thein Sein yang didukung militer, tapi terpilih oleh rakyat tahun 2010, menggencarkan politik reformasi yang sudah dijalankannya sejak tahun 2011, untuk melakukan perdamaian dengan para pemberontak. Presiden Myanmar juga sudah menjamin bahwa pemerintah menginginkan perdamaian dengan seluruh kelompok etnis.

Persatuan Nasional KNU, Tentara Pembebasan Nasional KNLA memerangi penguasa pusat di Birma atau Myanmar, sejak kemerdekaan negara itu dari Inggris tahun 1948. Kelompok etnis Karen menempati kawasan pegunungan yang membentang ke perbatasan Thailand dan di Thailand sendiri. Di sana juga terdapat komite pusat pemberontak. Konflik tersebut telah memaksa ratusan ribu warga etnis Karen mengungsi.

Dyan Kostermans/dpa/afp