Trump Keluarkan Dekret Batalkan Kebijakan Pemisahan Anak
21 Juni 2018
Setelah kritik gencar, Presiden Donald Trump menandatangani dekret untuk mengakhiri kebijakan pemerintahannya memisahkan anak-anak migran dari orangtuanya yang ditahan di perbatasan.
Iklan
Presiden AS Donald Trump hari Rabu (20/6) menandatangani sebuah dekret untuk mengakhiri kebijakan memisahkan anak-anak migran gelap di perbatasan AS, setelah praktek itu mengundang kritik gencar di dalam dan luar negeri.
"Saya tidak suka pemandangan atau perasaan keluarga terpisah," kata Trump. Namun dia menegaskan, kebijakan nol toleransi terhadap migran ilegal tidak berubah.
"Kami menjaga perbatasan dengan sangat ketat dan ini terus berlanjut - kami tetap menerapkan kebijakan nol toleransi," tegas Trump.
Keputusan Donald Trump itu menandai perubahan kebijakan pemerintahannya. Bulan Mei lalu, pemerintah AS mengumumkan semua orang dewasa yang mencoba masuk ke negara itu secara ilegal akan dituntut di bawah kebijakan "nol toleransi". Karena mereka dianggap melakukan tindakan kriminal, mereka harus ditahan dan dipisahkan dari anak-anaknya.
Tindakan kemanusiaan
Amerika Serikat menghadapi gelombang kedatangan migran sejak Oktober tahun lalu. Banyak orang melarikan diri dari kekerasan dan kemiskinan ekstrem di Guatemala, El Salvador, Honduras dan Meksiko. Antara Maret dan Mei, setiap bulan lebih dari 50.000 orang ditangkap karena melintasi perbatasan AS-Meksiko secara ilegal.
Di Eropa, kebijakan "nol toleransi" Trump mengundang kritik tajam. Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan, gambar-gambar anak-anak migran yang ditampung dalam unit tertutup yang berpagar kawat seperti dalam kandang "sangat mengganggu."
Pimpinan gereja Katolik Paus Fransiskus turut mengecam situasi itu. "Martabat seseorang tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka, atau status sebagai migran atau pengungsi," kata Paus Fransiskus di akun Twitternya. "Menyelamatkan nyawa seseorang yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan adalah tindakan kemanusiaan."
Keluarga akan tetap bersama-sama
Dewan Perwakilan Rakyat AS diharapkan melakukan voting atau pengambilan suara atas dua RUU yang dirancang untuk mengakhiri pemisahan keluarga dan menangani masalah imigrasi lainnya.
Ketua DPR Paul Ryan mengatakan kepada wartawan, salah satu tuntutan adalah untuk meningkatkan anggaran Departemen Keamanan Dalam Negeri guna menambah fasilitas perumahan dan merawat keluarga migran selama proses pidana terhadap orang tuanya digelar.
"Di bawah undang-undang ini, ketika orang dituntut karena secara ilegal melintasi perbatasan, keluarga akan tetap bersama-sama dalam tahanan, sepanjang proses hukum mereka masih berjalan", kata Ryan.
Tokoh Partai Demokrat di parlemen, Nancy Pelosi, menuduh Presiden Trump "menggunakan anak kecil yang ketakutan sebagai penekan". Dia juga mengritik dekret terbaru presiden. Menurut Pelosi, dekret itu membuka jalan bagi "penahanan keluarga untuk jangka panjang dalam kondisi seperti penjara."
Undang-undang AS saat ini melarang penahanan orangtua dengan anak-anaknya selama lebih dari 20 hari. Namun Departemen Kehakiman menyatakan akan meminta modifikasi aturan tersebut untuk memungkinkan penahanan keluarga lebih lama dari 20 hari.
Buka Puasa Sambil Menentang Deportasi di AS
Kaum Muslim di New York berbuka puasa bersama. Bersamaan dengan itu mereka berdemonstrasi untuk menyoroti situasi imigran AS yang berisiko dideportasi.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Melawan dinding pemisah
Para perempuan melakukan aksi protes di depan Biro Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) di Manhattan atas pembangunan tembok pembatas dan kebijakan deportasi imigran gelap AS. Otoritas Imigrasi dan Bea Cukai adalah otoritas penegakan yang paling penting dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS. Selain berdemonstrasi, umat Islam di New York mengadakan acara berbuka puasa bersama.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Maghrib pun tiba
Kaum Muslim beribadah bersama untuk mengakhiri puasa hari itu. Dalam beberapa tahun terakhir, bulan Ramadan telah digunakan sebagai kesempatan untuk merayakan berbuka puasa bersama. Kaum Muslim di sini ingin menunjukkan sisi damai dari agama mereka dan agar masyarakat non-Muslim memahami ritual Ramadan.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Iftar
Makanan yang dikonsumsi oleh kaum Muslim selama Ramadan setelah matahari terbenam disebut Iftar dalam bahasa Arab. Kaum Muslim - kecuali anak-anak, perempuan hamil dan orang tua dan orang sakit - makan dan minum selama bulan puasa sampai matahari terbenam. Iftar bisa menjadi makan malam keluarga - atau perayaan di tempat umum seperti masjid.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Pembacaan Quran
Seorang pemuda sedang membaca Al Quran. Dengan berpuasa pada bulan Ramadan mereka belajar menahan diri dan nafsu, di antaranya makan, sebuah pantangan terhadap hal yang memberikan kesenangan. Ini dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran atas keimanan.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Mengudap kurma
Ramadan juga memiliki komponen sosial yang kuat. Kaum Muslim sedang membina hubungan di masyarakat pada bulan ini dan lebih banyak orang dari biasanya mengunjungi masjid. Sayang, jika harus mengakhiri hari berpuasa sendirian. Dalam tradisi Nabi Muhammad, biasanya berbuka puasa dengan kurma....
Foto: Reuters/A. Alfiky
Menghilangkan dahaga
....atau berbuka puasa dengan seteguk air atau susu. Dengan berpuasa diharapkan orang berempati dengan orang miskin dan yang membutuhkan. Ramadan dimulai pada 16 Mei tahun ini dan berakhir pada 14 Juni dengan Idul Fitri.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Aktivis Muslim
Seorang Muslimin, Linda Sarsour adalah seorang aktivis di Amerika. Sarsour salah satu penyelenggara Women's March, demonstrasi besar setelah pelantikan Donald Trump sebagai presiden. Dia diberi gelar "Perempuan Tahun 2017" oleh majalah wanita Amerika "Glamour" atas komitmennya. Aktivis ini, di sisi lain, dikritik karena pernyataannya dianggap radikal.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Hadapi ancaman
Perempuan Muslim menunjuk ke gedung polisi imigrasi. New York sebenarnya disebut "Kota Suaka", sebuah kota perlindungan di mana imigran menikmati perlindungan khusus. Namun sejak pemerintahan Trump 25 Januari 2017, pihak berwenang semakin sering menangkap dan mendeportasi imigran tanpa dokumen valid.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Menjadi kuat bersama
Para pengunjuk rasa membentuk rantai manusia saat Maghrib tiba. Di "Sanctuary City" itu sejauh ini memiliki undang-undang tidak tertulis: imigran ilegal tidak dituntut kecuali mereka melakukan kejahatan serius. Deportasi mereka berarti kerugian finansial bagi kota-kota besar.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Dukungan Yahudi
Non-Muslim juga berpartisipasi dalam demonstrasi dan buka puasa bersama. Kaum Yahudi menunjukkan solidaritas dengan imigran Muslim. Kemungkinan deportasi mempengaruhi sekitar 11 juta migran yang tidak berdokumen yang tinggal di Amerika Serikat. Beberapa dari mereka telah berakar di sana untuk waktu yang lama.
Foto: Reuters/A. Alfiky
Desakan untuk perlindungan
Setiap hari para migran takut bahwa mereka juga dapat dideportasi karena pelanggaran sepele. Sebagian korban, kebanyakan dari Amerika Latin dan Meksiko, tidak lagi berani pergi ke polisi, gedung pengadilan atau rumah sakit karena takut ditangkap. Penulis: Viola Röser(ap/hp)