Presiden Tran Dai Quang dilaporkan meninggal dunia setelah berjuang melawan "penyakit serius." Kondisi kesehatannya yang sejak lama diisukan memburuk, selama ini diperlakukan sebagai rahasia negara.
Iklan
Presiden Vietnam Tran Dai Quang dikabarkan meninggal dunia pada Jumat, (21/9), pagi di Hanoi setelah mengidap "penyakit serius," begitu bunyi keterangan resmi pemerintah.
Dia meninggal pada pukul 10.05 waktu setempat. Presiden Quang selama ini menjalani perawatan di rumah sakit pusat militer. Namun begitu pemerintah tidak merinci jenis penyakit yang dideritanya.
Quang sudah sejak lama diisukan mengidap penyakit keras. Namun budaya politik Vietnam menempatkan kondisi kesehatan sang presiden sebagai rahasia negara yang dilindungi secara ketat.
Isu tersebut menguat pada Agustus 2017, ketika Quang absen dari aktivitasnya sebagai presiden selama satu bulan, tanpa memberikan keterangan apapun. Dia ditengarai mendapat perawatan medis.
Dilahirkan pada 1956, Quang mengawali karir pada dekade 1970an sebagai pegawai rendahan di Kementerian Keamanan Publik Vietnam, lembaga keamanan yang dibentuk dengan merujuk pada dinas rahasia Uni Sovyet, KGB. Di sana ia bertahan hingga 1980an.
Pada 2011 Quang diangkat menjadi Menteri Keamanan Publik yang menjadikannya sebagai komandan tertinggi kepolisian di Vietnam. Menyusul Kongres Partai Komunis 2016, dia dipilih sebagai presiden berkat dukungan Sekretaris Jendral Nguyen Phu Trong, kepala pemerintah de-facto Vietnam.
Quang dikenal sebagai politisi garis keras. Untuk mengamankan jabatan presiden dia menjalin aliansi dengan sayap ultra konservatif di Partai Komunis demi mengalahkan suara kelompok moderat yang cendrung pro-barat.
Dia menjalani tugas kenegaraan terakhir saat menjamu kepala negara dan pemerintahan negara-negara tetangga dalam Forum Ekonomi Dunia tentang ASEAN di Hanoi, 12 September silam. Di sana ia antara lain bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
rzn/hp (dpa,rtr)
Setengah Abad Serangan Agen Oranye
Dalam Perang Vietnam, militer Amerika Serikat melancarkan serangan herbisida beracun yang disebut: Agen Oranye. Setengah abad setelah perang usai, dampaknya masih terlihat hingga kini.
Foto: DW/V. Ach
Perang proksi
Setelah Vietnam terbagi dua tahun 1954, Amerika Serikat memutuskan mendukung Vietnam Selatan yang Kapitalis memerangi gerilyawan komunis "Vietkong" di utara.
Foto: Getty Images/P. Christain
Perang gerilya
Front pembebasan Vietnam Selatan "Vietkong" dari hutan tropis yang lebat, melancarkan perang gerilya melawan Amerika Serikat. Untuk dapat memonitor lawan secara lebih baik dari udara dan lakukan serangan akurat, Angkatan Udara menggunakan defoliant sangat beracun "Agen Oranye".
Foto: Getty Images
Serangan di seluruh wilayah
Agen Oranye yang mengandung Dioksin yang sangat beracun dan digunakan secara meluas. Targetnya, membersihkan hutan agar gerilyawan Vietkong tidak lagi mampu menyamarkan diri di tengah lebatnya hutan dan memotong jalan mundur mereka. Selama perang Vietnam, disemprotkan sekitar 80 juta liter Agen Oranye .
Foto: picture-alliance/akg-images
Tiga juta korban
AS dituduh lancarkian perang kimia. Menurut statistik dari organisasi “The Vietnam Association for Victims of Agent Orange/Dioxin ", jumlah korban yang terkena dampak herbisida beracun ini hingga tiga juta warga Vietnam. Sekitar 150.000 anak-anak lahir cacat. Gejala khas lainnya: melemahnya kekebalan tubuh dan kanker.
Foto: DW/V. Ach
Kalah class action
Tahun 2009, keluarga korban mengalami kekalahan saat melakukan class action di Mahkamah Agung Amerika Serikat. Argumennya: penggunaan Agen Oranye dianggap tidak melanggar hukum internasional karena digunakan untuk melindungi pasukan AS dari penyergapan dan bukan sebagai senjata perang terhadap rakyat.
Foto: Getty Images/P. Bronstein
Warisan masa lalu
Pada tahun 2012, untuk pertama kalinya AS berpartisipasi dalam pembersihan cemaran lingkungan di bekas pangkalan angkatan udara AS di Danang. Akibat cemaran bahan berbahaya,kawasan itu ditutup tembok tinggi selama puluhan tahun. Ed: Hao Gui (ap/yf)