Pria Jepang Ini Dibayar untuk Tidak Melakukan Apapun
6 September 2022
Shoji Morimoto memiliki apa yang orang anggap sebagai pekerjaan impian: dia dibayar untuk tidak melakukan apa-apa.
Iklan
Shoji Morimoto, penduduk Tokyo, Jepang, berusia 38 tahun, bekerja sebagai "teman" dengan tarif 10.000 yen (Rp1 juta) per pertemuan untuk menemani klien. Tugas dia benar-benar hanya berada di dekat klien untuk menemani mereka.
"Pada dasarnya, saya menyewakan diri sendiri. Pekerjaan saya adalah berada di mana pun klien saya menginginkan saya dan tidak melakukan apa pun yang khusus," kata Morimoto kepada Reuters, seraya menambahkan bahwa dia telah "menyewakan dirinya” sekitar 4.000 kali dalam empat tahun terakhir.
Pria bertubuh kurus ini telah memiliki lebih dari seperempat juta pengikut di Twitter. Melalui akun Twitter miliknya itulah dia mendapatkan sebagaian besar kliennya. Sekitar seperempat dari kliennya merupakan pelanggan tetap, bahkan ada yang sudah menyewa Shoji hingga 270 kali.
Tugasnya, misalnya Shoji pernah menemani kliennya bermain jungkat-jungkit di sebuah taman. Dia juga harus tersenyum berseri-seri sambil melambaikan tangan dari jendela kereta kepada seseorang yang benar-benar tidak dikenalnya.
Tidak melakukan apapun bukan berarti Morimoto mau melakukan apa saja. Dia pernah menolak disuruh memindahkan lemari es dan pergi ke Kamboja. Dia juga tidak menerima tawaran melakukan apapun yang bersifat seksual.
Pekan lalu, Shoji duduk bersama Aruna Chida, seoerang analis data berusia 27 tahun yang mengenakan pakaian sari. Chida ingin mengenakan pakaian tradisional India di depan umum tetapi segan mengajak temannya karena khawatir mereka akan merasa malu. Jadi akhirnya Chida menyewa Shoji untuk menemaninya.
"Dengan teman-teman saya, saya merasa harus membuat mereka senang, tetapi dengan pria sewaan ini (Shoji), saya tidak perlu untuk mengobrol," kata Chida.
Sebelum Shoji menjalani "pekerjaan impian ini", dia bekerja pada sebuah penerbit dan sering dicemooh lantaran "tidak melakukan apa pun". "Saya mulai bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika saya menawarkan kemampuan saya, yaitu 'tidak melakukan apa-apa' sebagai satu layanan kepada klien saya," kata Shoji.
Pekerjaannya ini menjadi satu-satunya sumber pendapatan Shoji untuk menafkahi anak dan istrinya. Meski dia menolak mengungkapkan pendapatan yang diterimanya, tetapi dia mengaku bertemu satu atau dua klien setiap hari. Sebelum pandemi COVID-19, dia bisa mendapatkan tiga atau empat klien setiap hari.
"Orang-orang cenderung berpikir bahwa kemampuan 'tidak melakukan apa-apa' yang saya miliki itu berharga karena berguna (bagi orang lain). Tidak apa-apa untuk benar-benar tidak melakukan apapun. Orang tidak harus selalu berguna dengan cara tertentu,” ungkap Shoji. yf/pkp (Reuters)
Robot Rawat Kaum Senior Jepang
Membelai, memandikan, membantu bergerak. Di rumah lansia di Jepang, robot semakin mendukung pekerjaan para perawat. Teknik ini mahal, tetapi diterima kaum lansia.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Latihan dengan Pepper
Masyarakat di banyak negara tambah tua. Terutama di Jepang. Menurut perkiraan, tahun 2035 sepertiga warga Jepang sudah berusia 65 tahun atau lebih. Untuk merawat warga senior, sekarang robot-robot digunakan di rumah lansia.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Olah raga menurut contoh dari robot
Di rumah lansia di Tokyo, robot bernama Pepper memimpin latihan fisik. Dengan suara elektronisnya, robot secara sopan memberikan petunjuk, "Kanan, kiri, bagus!" Pepper sudah digunakan di sekitar 500 rumah lansia. Ia bisa memimpin kelompok olah raga dan melakukan perbincangan sederhana.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Bermain dengan Aibo
Di rumah lansia Shin Tomi, robot menggantikan binatang peliharaan, dan bisa diajak bermain oleh para penghuninya. Di sini, seorang perempuan bermain dengan anjing robot Aibo. Di rumah lansia ini, perawat mengunakan 20 model robot. Pemerintah berharap, rumah lansia ini jadi panutan bagi rumah lansia lain, juga di luar negeri.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Mengelus-elus Paro
Ini robot anjing laut. Namanya Paro, dan ia tidak hanya punya bulu-bulu halus. Ia juga mengeluarkan suara senang jika dielus-elus. Pengembangan robot ini perlu 10 tahun, sekarang di seluruh dunia sudah ada 5.000 robot anjing laut, dan 3.000 di antaranya Jepang. Tapi Paro mahal. Di Jepang satu buah harganya 3.800 Dolar.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Kawan yang mahal
Banyak institusi Jepang membiayai ‘teman bermain yang mahal‘ dengan subsidi dari pemerintah. Para senior senang tentang perubahan itu. Paro tidak hanya bereaksi terhadap sentuhan, tetapi juga pada ucapan dan cahaya. Dia kemudian menggerakkan kepalanya, mengedipkan matanya atau melolong seperti anjing laut betulan.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Lebih kuat dengan baju robot
Robot tidak hanya jadi hiburan bagi para manula. Mereka juga harus membantu tugas-tugas pengasuh lansia, termasuk membantu mereka dalam membopong orang-orang tua - seperti yang dilakukan dengan baju robot yang juga disebut "baju otot" ini. Berkat benda ini, lebih mudah bagi pengasuh untuk menggendong orang tua.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Bantuan dalam perawatan sehari-hari
Baju robot membantu pengasuh manula jadi lebih kuiat dalam bekerja. Ini bagus untuk orang tua, karena merasa lebih aman dan tentunya juga lebih baik untuk pengasuh. Mesin-mesin pelapis baju ini mencegah sakit punggung yang disebabkan oleh aktivitas mengangkat atau menggendong pasien.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Berjalan dengan bantuan robot
Mesin juga membantu manula untuk berjalan lagi, dengan menyediakan keseimbangan dan menunjukkan di mana manula harus meletakkan kaki mereka. Meskipun banyak keuntungannya, pemerintah yakin bahwa biar bagaimana pun mesin tidak dapat menggantikan manusia. Tetapi dengan kekuatan, mobilitas dan pengawasan, para robot ini juga memberikan pengasuh lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas lainnya.