Pria Jerman Ditangkap di Bali Karena Produksi Narkoba
25 Agustus 2016
Seorang pria Jerman ditangkap di Bali karena diduga membuat sabu di laboratorium rumah. Aparat menyita rahasia kantong bubuk dan botol yang digunakan memproduksi anrkoba dari rumah di Kerobokan, Kuta Utara.
Iklan
Pria Jerman berusia 35 tahun ditangkap tim Badan Narkotika Nasional (BNN) Bali, setelah dua pengedar narkoba lokal ditangkap di Kuta. "Diduga tersangka memproduksi sabu. Sekarang sedang kita lakukan pendalaman," kata Kepala BNN Bali Brigadir Jenderal Polisi Putu Gede Suastawa.
Pria Jerman ini ditangkap hari Senin lalu (22/08) bersama dua warga Indonesia yang membantunya, kata BNN Bali. Ketiga orang itu bisa kena sanksi sampai 15 tahun penjara jika terbukti bersalah memproduksi dan menggunakan narkoba. Tetapi mereka kemungkinan terhindar dari hukuman mati, karena jumlah narkoba yang disita terlalu sedikit.
Rehabilitasi Narkoba Paling Aneh di Dunia
Menidurkan pasien rehabilitasi dalam koma alias tidur panjang bukan metode yang lazim digunakan untuk mengurangi efek obat bius. Namun cara itu bukan yang paling aneh. Berikut metode rehabilitasi paling ajaib di dunia.
Foto: picture alliance/AP Photo/R.Gul
Bebas Narkoba Cara Bhiksu
Di kuil Thamkrabok di dekat Phra Putthabat di Thailand, pecandu narkoba melakukan ritual keagamaan sembari menjalani detoksifikasi dengan cara Buddha. Program rehabilitasi yang ditawarkan para Bhiksu ini menjanjikan penyembuan mental dan fisik melalui pendekatan ritual dan spiritual.
Foto: N.Asfouri/AFP/Getty Images
Muntah lalu Terbebaskan
Semua peserta harus menjalani program rehabilitasi setidaknya selama 10 hari. Mereka juga bisa tinggal lebih lama jika mau. Program yang ditawarkan antara lain melibatkan ramuan herbal yang membuat pecandu muntah-muntah. Mereka juga dipaksa berjanji tidak akan menyentuh obat-obatan terlarang lagi ketika menyelesaikan rehabilitasi.
Foto: Getty Images/Paula Bronstein
Bersih di Ketinggian
Ratusan pecandu narkoba menyambangi Pusat Penyembuhan Ayahuasca di Peru setiap tahun untuk mendapat terapi halusinogen alami. Suku setempat meyakini Ayahuasca mampu menyembuhkan mental dan fisik, serta mempromosikan spiritualitas. Namun organisasi doktor di Amerika Serikat mewanti-wanti metode ini bisa menyebabkan diare, gangguan mata hingga kematian. Ayahuasca kini dilarang di beberapa negara
Foto: picture-alliance/dpa/V.Donev
Lewat Spiritualitas Mengalahkan Kecanduan
Pusat rehabilitas di Rio de Janeiro, Brasil ini menawarkan pendekatan spiritual. Para pecandu narkoba dikumpulkan di luar penginapan setiap pagi untuk berdoa, sembari meneriakkan "Tuhan maha Besar!". Semua peserta rehabilitasi mendapat akomodasi di sebelah gereja protestan, Love of God.
Foto: picture-alliance/AP/ F.Dana
Rantai dan Borgol
Ketika spiritualitas tidak lagi membantu, Amanullah, pecandu narkoba di pusat rehabilitasi di Jalalabad, Afghanistan ini ditahan dengan rantai dan borgol. Penduduk Jalalabad meyakini, pecandu obat-obatan terlarang dirasuki oleh roh dan cuma bisa disembuhkan dengan cara dioborgol. Pasien rehabilitasi hidup dengan diet ketat, yakni air putih, merica hitam dan roti.
Foto: picture alliance/AP Photo/R.Gul
Bantuan dari Atas
Penduduk Afghanistan meyakini mereka yang dirantai di dalam kuil akan mendapat bantuan dari Mir Ali Baba, sosok yang menjadi patron di kuil tersebut. Keyakinan semacam ini tidak cuma ada di Afghanistan, tapi juga di banyak negara lain. Dalam banyak kasus pecandu narkoba dihukum atau malah dibunuh.
Foto: picture alliance/AP Photo/R.Gul
Mendarat di Kamp Kerja
Menjadi pecandu narkoba di Cina tidak mudah. Jika ketahuan, mereka bisa dipaksa menjalani rehabilitasi atau malah dipenjara. Selain itu Cina juga mendirikan kamp kerja untuk para pecandu. Dalam gambar tampak pasien rehabilitasi di sebuah kamp kerja di Lanzhou, provinsi Gansu. Organisasi HAM mencurigai Cina memanfaatkan fasilitas rehabilitasi untuk menyembunyikan kamp kerja paksa.
Foto: picture-alliance/dpa/Shenglian
Tidur Panjang
Salah satu metode rehabilitasi yang paling ekstrim adalah terapi koma. Dikembangkan oleh seorang dokter di Kirgistan, pasien mendapat suntikan yang menempatkan mereka dalam kondisi koma selama beberapa jam. Sang dokter percaya ketika pasien terbangun, mereka lantas terbebas dari kecanduan narkoba. Pakar mengecam praktik ini karena dianggap berbahaya dan tidak melalui proses uji coba klinis.
Foto: picture alliance/Robert Harding World Imagery
Bertabur Kemewahan
Selebriti sebaliknya cendrung memilih fasilitas mewah untuk mengobati kecanduan. Salah satu yang paling tersohor adalah Betty Ford Clinic di Amerika Serikat. Pete Doherty (gambar) adalah salah satu selebriti yang berulangkali berobat ke klinik tersebut. Betty Ford Clinic menyediakan fasilitas mewah layaknya hotel berbintang lima.
Foto: picture-alliance/dpa/A.Rain
Tanpa Terapi
Sebagian besar pecandu narkoba di seluruh dunia tidak mampu membiayai rehabilitasi. Menurut suvery di Amerika Serikat saja, cuma 10,4 persen pecandu yang menjalani terapi medis. Sementara jumlah di negara-negara miskin dan berkembang lebih besar lagi.
Foto: picture alliance/JOKER
10 foto1 | 10
Menurut BNN Bali, pihaknya hanya menyita sekitar 10 gram shabu ketika melakukan penangkapan. Pihak berwenang menduga, narkoba itu digunakan sebagian besar untuk konsumsi pribadi dan hanya sejumlah kecil yang dijual kepada orang lain.
Warga Jerman itu "adalah orang yang punya ide memulai laboratorium rumah empat bulan lalu", pejabat BNN I Ketut Arta. "Labor rumah itu baru mulai berproduksi sebulan yang lalu dalam skala kecil," tambahnya.
Dari rumahnya disita sejumlah tas penuh bubuk dan botol plastik dengan pipa karet di tutupnya disita polisi. Alat-alat itu diduga dibutuhkan para tersangka untuk membuat sabu.
Pria Jerman itu sudah tinggal di Bali selama delapan tahun di Bali dan mengaku menjadi pengusaha di bidang properti, kata BNN Bali. Dua orang warga Indonesia yang membantumya ditahan di lokasi perumahan di di daerah yang sama.
Indonesia memberlakukan sanksi hukuman mati untuk beberapa kejahatan narkoba. Eksekusi hukuman mati sering menguindang protes dari berbagai negara, terutama dari negara asal terhukum mati.
Sisi Gelap Perang Narkoba di Filipina
Presiden Filipina Rodrigo Duterte bersumpah akan memberantas bisnis narkoba. Untuk itu ia menggunakan cara-cara brutal. Hasilnya ratusan mati ditembak dan penjara membludak.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Sumpah Digong
Presiden baru Filipina, Rodrigo "Digong" Duterte, melancarkan perang besar terhadap kelompok kriminal, terutama pengedar narkotik dan obat terlarang. Sumpahnya itu bukan sekedar omong kosong. Sejak Duterte naik jabatan ribuan pelaku kriminal telah dijebloskan ke penjara, meski dalam kondisi yang tidak manusiawi.
Foto: Reuters/E. De Castro/Detail
Sempit dan Sesak
Potret paling muram perang narkoba di Filipina bisa disimak di Lembaga Pemasyarakatan Quezon City, di dekat Manila. Penjara yang dibangun enam dekade silam itu sedianya cuma dibuat untuk menampung 800 narapidana. Tapi sejak Duterte berkuasa jumlah penghuni rumah tahanan itu berlipat ganda menjadi 3.800 narapidana
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Beratapkan Langit
Ketiadaan ruang memaksa narapidana tidur di atas lapangan basket di tengah penjara. Hujan yang kerap mengguyur Filipina membuat situasi di dalam penjara menjadi lebih parah. Saat ini tercatat cuma terdapat satu toilet untuk 130 tahanan.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Cara Cepat "menjadi gila"
Tahanan dibiarkan tidur berdesakan di atas lapangan. "Kebanyakan menjadi gila," kata Mario Dimaculangan, seorang narapidana bangkotan kepada kantor berita AFP. "Mereka tidak lagi bisa berpikir jernih. Penjara ini sudah membludak. Bergerak sedikit saja kamu menyenggol orang lain," tuturnya. Dimaculangan sudah mendekam di penjara Quezon City sejak tahun 2001.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Minim Anggaran
Sebuah ruang sel di penjara Quezon City sebenarnya cuma mampu menampung 20 narapidana. Tapi lantaran situasi saat ini, sipir memaksa hingga 120 tahanan berjejalan di dalam satu sel. Pemerintah menyediakan anggaran makanan senilai 50 Peso atau 14.000 Rupiah dan dana obat-obatan sebesar 1.400 Rupiah per hari untuk setiap tahanan.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Sarang Penyakit
Buruknya situasi sanitasi di penjara Quezon City sering berujung pada munculnya wabah penyakit. Selain itu kesaksian narapidana menyebut tawuran antara tahanan menjadi hal lumrah lantaran kondisi yang sempit dan berdesakan.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Sang Penghukum
Dalam perang melawan narkoba Duterte tidak jengah menggunakan cara brutal. Sejak Juli silam aparat keamanan Filipina telah menembak mati sekitar 420 pengedar narkoba tanpan alasan jelas. Cara-cara yang dipakai pun serupa seperti penembak misterius pada era kediktaturan Soeharto di dekade 80an. Sebab itu Duterte kini mendapat julukan "the punisher."
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Membludak
Menurut studi Institute for Criminal Policy Research di London, lembaga pemasyarakatan di Filipina adalah yang ketiga paling membludak di dunia. Data pemerintah juga menyebutkan setiap penjara di dalam negeri menampung jumlah tahanan lima kali lipat lebih banyak ketimbang kapasitas aslinya.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Pecandu Mati Kutu
Presiden Duterte tidak cuma membidik pengedar saja, ia bahkan memerintahkan kepolisian untuk menembak mati pengguna narkoba. Hasilnya 114.833 pecandu melaporkan diri ke kepolisian untuk menjalani proses rehabilitasi. Namun lantaran kekuarangan fasilitas, sebagian diinapkan di berbagai penjara di dalam negeri.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Duterte Bergeming
Kelompok HAM dan gereja Katholik sempat mengecam sang presiden karena ikut membidik warga miskin yang tidak berurusan dengan narkoba. Beberapa bahkan ditembak mati di tengah jalan tanpa alasan yang jelas dari kepolisian. Seakan tidak peduli, Duterte malah bersumpah akan menggandakan upaya memberantas narkoba.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
10 foto1 | 10
Presiden Joko Widodo menyatakan, hukuman mati harus dilaksanakan karena Indonesia berada dalam kondisi "darurat narkoba".
Eksekusi terpidana mati kejahatan narkotika tahap ke-III baru saja dilangsungkan 29 Juli lalu. Emoat orang dieksekusi, tiga warganegara asing dan satu WNI, yaitu Freddy Budiman.
hp/ap (afp,dpa)
10 Keajaiban Medis Mariyuana
Ganja bila disalahgunakan bisa merusak kesehatan. Tapi dalam dosis yang tepat, tumbuhan yang satu ini bisa menyelamatkan nyawa manusia dari berbagai jenis penyakit. Berikut manfaat ganja yang telah dibuktikan oleh sains
Foto: Novartis Vaccine
Mencegah Serangan Epilepsi
Tahun 2013 lalu peneliti Virginia Commonwealth University menemukan senyawa dalam mariyuana bisa mencegah serangan Epilepsi. Studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah, Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics, itu menyebut senyawa Cannabinoids bekerja dengan mengikat sel otak yang bertanggungjawab mengatur rangsangan dan rasa tenang pada manusia.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Sultan
Meringankan Glaukoma
Sejak lebih dari sepuluh tahun silam National Eye Institute di Amerika Serikat telah menyarankan penggunaan ganja untuk mengurangi gejala Glaukoma. Penyakit ini memicu pembesaran bola mata yang kemudian menekan saraf mata dan menyebabkan gangguan penglihatan. Mengkonsumsi ganja dengan menghisapnya, menurut NEI, dapat meringankan tekanan pada saraf mata.
Foto: picture-alliance/dpa/Leukert
Memerangi Alzheimer
Sebuah studi yang dipublikasikan di The Journal of Alzheimer’s Disease mengungkap, dosis kecil Tetrahydrocannabinol, senyawa yang terdapat di dalam tumbuhan mariyuana, dapat memperlambat pembentukan plak amiloid yang membunuh sel otak dan bertanggungjawab atas penyakit Alzheimer. Selama eksperimen peneliti menggunakan minyak cannabis.
Foto: Colourbox
Membunuh Kanker
Pemerintah Amerika 2015 silam akhirnya mengakui khasiat Mariyuana memerangi penyakit Kanker. Sebelumnya sebuah studi yang dipublikasikan di situs pemerintah cancer.org mengungkap senyawa Cannabinoids mampu membunuh sel Kanker dan memblokir sejumlah pembuluh darah yang dibutuhkan Tumor untuk tumbuh. Cannabinoids antara lain efektif mengobati penyakit kanker usus, kanker payudara dan kanker hati
Foto: Imago/Science Photo Library
Redam Efek Kemoterapi
Berbagai studi mengungkap ganja sangat efektif meredakan dampak samping kemoterapi, yakni rasa mual, muntah dan hilang nafsu makan. Badan Pengawas Obat AS, FDA, sejak beberapa tahun telah mengizinkan terapi obat-obatan berbasis Cannabinoid untuk pasien kanker yang menjalani Kemoterapi.
Foto: Frederic J. Brown/AFP/Getty Images
Meredakan Penyakit Autoimun
Autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh manusia membunuh sel-sel sehat ketibang memerangi penyakit. Hasilnya organ tubuh sering diserang radang. Tahun 2014 silam peneliti dari University of South Carolina menemukan senyawa THC di dalam ganja mampu mengubah molekul dalam DNA yang bertanggungjawab mempercepat proses peradangan. Sejak saat itu Cannabis digunakan untuk merawat pasien Autoimun.
Foto: bzga
Melindungi Otak
Peneliti dari University of Nottingham berhasil membuktikan bahwa ganja mampu melindungi otak dari kerusakan yang disebabkan serangan stroke. Studi tersebut menyebut ganja membatasi area di dalam otak yang terkena dampak stroke. Kendati belum diuji klinis, temuan tersebut memperkuat teori lain bahwa mariyuana juga mampu meminimalisir kerusakan akibat trauma atau geger otak.
Foto: Colourbox
Menghambat Sklerosis Ganda
Sklerosis Ganda adalah gangguan pada sistem kekebalan tubuh yang merusak lapisan lemak pelindung saraf manusia. Akibatnya saraf mengeras dan menyebabkan kejang-kejang yang memicu rasa sakit luar biasa. Sebuah studi yang dipublikasikan di Canadian Medical Association Journal tahun lalu menyebut Cannabis dapat meringankan gejala kejang pada pasien Sklerosis Ganda.
Foto: picture-alliance/dpa
Meringankan Rasa Sakit
Sebagian penderita Diabetes mengalami kerusakan saraf di bagian kaki dan tangan. Gejalanya adalah rasa terbakar di bagian tubuh tersebut. Belum lama ini peneliti University of California menemukan Cannabis efektif meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh kerusakan saraf. Namun hingga kini Badan Pengawasan Obat AS, FDA, belum memberikan lampu hijau buat terapi ganja untuk pasien Diabetes
Meringankan Efek Samping Hepatitis C
Serupa obat Kanker, terapi obat buat meredam Hepatitis C picu efek samping seperti lelah, mual, otot pegal, kehilangan nafsu makan dan depresi. Namun studi yang diterbitkan di European Journal of Gastroenterology and Hepatology, mengungkap lebih dari 86% pasien mampu menuntaskan terapi Hepatitis C dengan mengkonsumsi ganja. Cannabis diyakini mampu meredam efek samping terapi Hepatitis C