Untuk ketiga kalinya, hukuman cambuk didera bagi warga Aceh yang berasal dari kelompok minoritas. Kali ini, seorang pemuda didera hukuman cambuk karena kedapatan menjual minuman keras.
Iklan
Warga Aceh yang beragama Kristen menjadi salah salah satu dari 10 warga yang menjalani hukuman cambuk pada hari Jumat (19/01/18) di ibu kota Provinsi Aceh. Di hadapan publik – termasuk anak kecil – Jono Simbolon didera hukuman cambuk sebanyak 36 kali oleh seorang algojo bertopeng. Simbolon dinilai melanggar Qanun (peraturan daerah) Aceh tentang jinayat (hukum pidana Islam) nomor 7/2013 karena tertangkap menjual minuman keras.
Hukuman cambuk sempat berhenti pada pukulan ke-10 karena dokter harus memastikan kesiapan tubuh Simbolon untuk melanjutkan sisa deraan. Selain Simbolon, vonis cambuk kala itu juga menimpa 7 pria dan 2 perempuan. Mereka divonis bersalah karena terlibat dalam kasus asusila baik berhubungan mesra antara pasangan bukan suami istri, dan mucikari online. Rata-rata hukuman cambuk yang diberikan mulai dari 2 kali hingga 3 kali.
Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman menyebutkan pemberlakuan hukuman cambuk yang berlangsung di depan masjid Baitussalihin, Ulee Kareng, Banda Aceh tersebut, sebagai cara pemerintah Aceh menegakkan aturan. "Apa yang kita laksanakan hari ini sudah sesuai dengan Qanun dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi kita tidak mau keluar dari ring yang sudah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku, UU dan Qanun yang berlaku," ujar Aminullah kepada kontributor DW di Banda Aceh.
Hukum Cambuk Untuk Jono
00:43
Dera bagi warga non-Muslim
Pada dasarnya hukuman cambuk hanya diberlakukan bagi 98 persen warga Muslim di Aceh, sesuai aturan UU No 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Namun bagi warga non-Muslim yang melanggar Undang-undang dan aturan syariah meski bukan jamaah Islam– misalnya menjual minuman keras – maka mereka bisa memilih untuk dihukum berdasarkan salah satu aturan tersebut. Kepala Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Erwin Desman seperti dikutip dari Independent menyatakan Jono lebih memilih hukuman cambuk daripada menjalani resiko dipenjara sesuai UU ketika ia tertangkap polisi menjual miras pada Oktober 2017 lalu.
Hukuman cambuk yang mendera Simbolon adalah kali ketiga ketika warga dari kelompok minoritas dihukum berdasarkan syariat Islam. Pada 10 Maret 2017, dua pria keturunan Tionghoa beragama Budha dicambuk masing-masing sembilan dan tujuh kali di Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, karena keduanya dinyatakan terbukti bermain judi sabung ayam.
Sebelumnya, seorang perempuan beragama Kristen dicambuk 28 kali di Kabupaten Aceh Tengah, pada April 2016, karena terbukti menjual minuman keras. Perempuan 60 tahun itu adalah warga non-Muslim pertama yang dicambuk di Aceh.
Tujuh Fakta Syariah Islam di Aceh
Sejak diterapkan lebih dari satu dekade silam Syariah Islam di Aceh banyak menuai kontroversi. Hukum agama di Serambi Mekkah itu sering dikeluhkan lebih merugikan kaum perempuan. Benarkah?
Foto: AP
Bingkisan dari Jakarta
Pintu bagi penerapan Syariah Islam di Aceh pertamakali dibuka oleh bekas Presiden Abdurrachman Wahid melalui UU No. 44 Tahun 1999. Dengan cara itu Jakarta berharap bisa mengikis keinginan merdeka penduduk lokal setelah perang saudara berkepanjangan. Parlemen Aceh yang baru berdiri tidak punya pilihan selain menerima hukum Syariah karena takut dituding anti Islam.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Kocek Tebal Pendakwah Syariah
Anggaran penerapan Syariah Islam di Aceh ditetapkan sebesar 5% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBA). Nilainya mencapai hampir 700 milyar Rupiah. Meski begitu Dinas Syariat Islam Aceh setiap tahun mengaku kekurangan uang dan meminta tambahan anggaran. DSI terutama berfungsi sebagai lembaga dakwah dan penguatan Aqidah.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Polisi Agama di Ruang Publik
Sebanyak 22 milyar Rupiah mengalir ke lembaga polisi Syariah alias Wilayatul Hisbah. Lembaga yang berwenang memaksakan qanun Islam itu kini beranggotakan 1280 orang. Tugas mereka antara lain melakukan razia di ruang-ruang publik. Tapi tidak jarang aparat WH dituding melakukan tindak kekerasan dan setidaknya dalam satu kasus bahkan pemerkosaan.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Kenakalan Berbalas Cambuk
Menurut Dinas Syariat Islam, pelanggaran terbanyak Syariah Islam adalah menyangkut Qanun No. 11 Tahun 2002 dan No. 14 Tahun 2003. Kedua qanun tersebut mengatur tata cara berbusana dan larangan perbuatan mesum. Kebanyakan pelaku adalah kaum remaja yang tertangkap sedang berpacaran atau tidak mengenakan jilbab. Untuk itu mereka bisa dikenakan hukuman cambuk, bahkan terhadap bocah di bawah umur
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Cacat Hukum Serambi
Kelompok HAM mengritik penerapan hukum Islam di Aceh tidak berimbang. Perempuan korban perkosaan misalnya harus melibatkan empat saksi laki-laki untuk mendukung dakwaannya. Ironisnya, jika gagal menghadirkan jumlah saksi yang cukup, korban malah terancam dikenakan hukuman cambuk dengan dalih perbuatan mesum. Adapun terduga pelaku diproses seusai hukum pidana Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Petaka buat Perempuan?
Perempuan termasuk kelompok masyarakat yang paling sering dibidik oleh Syariah Islam di Aceh. Temuan tersebut dikeluhkan 2013 silam oleh belasan LSM perempuan. Aturan berbusana misalnya lebih banyak menyangkut pakaian perempuan ketimbang laki-laki. Selain itu penerapan Syariat dinilai malah berkontribusi dalam sekitar 26% kasus pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di ranah publik.
Foto: picture-alliance/epa/N. Afrida
Pengadilan Jalanan
Ajakan pemerintah Aceh kepada penduduk untuk ikut melaksanakan Syariah Islam justru menjadi bumerang. Berbagai kasus mencatat tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap tersangka pelanggar Qanun. Dalam banyak kasus, korban disiram air comberan, dipukul atau diarak tanpa busana. Jumlah pelanggaran semacam itu setiap tahun mencapai puluhan, menurut catatan KontraS
Foto: AP
7 foto1 | 7
Efektifkah hukuman cambuk?
Tercatat pada tahun 2017 terdapat 117 kasus pelanggaran syariat Islam. Jumlah ini berkurang bila dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 180 kasus. Berkurangnya kasus pelanggaran inilah yang membuat pemerintah kota Banda Aceh semakin ingin menerapkan hukum syariat Islam, bahkan bukan tak mungkin memodifikasi Qanun demi memberi efek jera yang lebih kuat lagi.
"Kita ingin efekyna lebih jera lagi, tentu Qanun-nya harus diubah lagi, jadi jangan ada tuntutan di kemudian hari terhadap pelaku pelaksana hukum cambuk ini,"ujar Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman kepada DW.
Meski demikian, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berpendapat penerapan hukuman cambuk sebenarnya tidak terlalu efektif. "Pemberlakuan hukuman cambuk tidaklah menimbulkan dampak positif sama sekali sebagaimana diharapkan ketika aturan itu diberlakukan. Hukuman cambuk telah gagal karena jumlah tindak pidana tetap tinggi, khususnya pada tindak perjudian dan minuman keras. Sehingga anggapan skema pidana cambuk ini sebenarnya gagal mencapai tujuannya sehingga harus dievaluasi," demikian pernyataan Insitute for Criminal Justice Reform (ICJR) dalam rilis tertulisnya seperti dikutip dari detik.com.
Melalui rilis yang dikeluarkan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), sedikitnya 4.945 cambukan telah diterapkan sejak tahun 2015 hingga 2017. Hukuman cambuk biasanya diterapkan pada kejahatan yang terkait dengan minuman keras, judi, perbuatan zina dan hubungan sejenis.
Umat yang Terbelah: Pandangan Mayoritas Muslim Tentang Syariah dan Negara
Apakah Al-Quran dan Syariah Islam harus menjadi konstitusi di negara muslim? Inilah hasil jajak pendapat yang digelar Pew Research Centre di delapan negara sekuler berpenduduk mayoritas muslim
Foto: Ahmad Gharabli/AFP/Getty Images
Malaysia
Hasil jajak pendapat Pew Research Centre tahun 2015 silam mengungkap lebih dari separuh (52%) penduduk muslim Malaysia mendukung pandangan bahwa konstitusi negara harus mengikuti Syariah Islam secara menyeluruh. Sementara 17% mewakili pandangan yang lebih moderat, yakni ajaran Al-Quran hanya sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Sisanya (17%) menolak pengaruh agama pada konstitusi.
Foto: Getty Images/M.Vatsyayana
Pakistan
Dari semua negara berpenduduk mayoritas muslim, Pakistan adalah yang paling gigih menyuarakan penerapan Syariah Islam sebagai konstitusi negara. Sebanyak 78% kaum muslim mendukung pandangan tersebut. Hanya 2% yang mendukung sekularisme dan menolak pengaruh agama dalam penyelenggaraan negara.
Foto: Reuters/P.Rossignol
Turki
Pengaruh Kemalisme pada masyarakat Turki masih kuat, kendati politik agama yang dilancarkan partai pemerintah AKP. Hanya sebanyak 13% kaum muslim yang mendukung Syariah Islam sebagai konstitusi, sementara mayoritas (38%) mewakili pandangan moderat, yakni Al-Quran sebagai acuan tak resmi. Uniknya 36% penduduk tetap setia pada pemisahan agama dan negara.
Foto: Getty Images/C. McGrath
Libanon
Mayoritas kaum muslim Libanon (42%) yang memiliki keragaman keyakinan paling kaya di dunia menolak pengaruh agama pada konstitusi. Adapun 37% penduduk mendukung Al-Quran sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Hanya 15% yang menuntut penerapan Syariah Islam secara menyeluruh.
Foto: J.Eid/AFP/Getty Images
Indonesia
Hingga kini Indonesia masih berpedoman Pancasila. Tak heran jika 52% kaum muslim menolak penerapan menyeluruh Syariah Islam. Namun mereka mendukung pandangan bahwa prinsip Al-Quran harus tercerminkan dalam dasar negara. Sebanyak 22% penduduk menginginkan Syariah sebagai konstitusi dan 18% menolak pencampuran antara agama dan negara.
Foto: Getty Images/O. Siagian
Yordania
Penduduk muslim di Yordania tergolong yang paling konservatif di dunia. Sebanyak 54% menginginkan Syariah Islam sebagai landasan negara. Sementara 38% menolak Syariah, namun mendukung pandangan bahwa konstitusi tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran. Hanya 7% yang memihak Sekularisme sebagai prinsip dasar negara.
Foto: S. Samakie
Nigeria
Sebagian besar kaum muslim Nigeria (42%) lebih mendukung faham Sekularisme ketimbang Syariah Islam. Di negeri yang sering dilanda konflik agama itu hanya 22% yang mengingingkan Syariah Islam sebagai konstitusi. Sementara 17% mewakili pandangan moderat, dan puas pada konstitusi yang tidak melanggar hukum Islam.
Foto: DW/Stefanie Duckstein
Palestina
Tahun 2011 hanya 38% penduduk Palestina yang mendukung Syariah sebagai konstitusi, pada 2015 jumlahnya berlipatganda menjadi 65%. Sementara 23% mewakili pandangan yang lebih moderat terkait penerapan Syariah. Hanya 8% yang menolak agama mencampuri urusan negara. (rzn/hp - Pew Research Centre, Economist)