1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikKamboja

Prihatin Pemilu Kamboja, AS Pertimbangkan "Langkah Hukuman"

25 Juli 2023

AS mengatakan, kemenangan telak CPP di pemilu Kamboja yang disertai tekanan terhadap oposisi. Itu berarti pemilu tidak dapat dianggap bebas atau adil. Washington pertimbangkan langkah hukuman.

PM Kamboja Hun Sen memasukkan surat suaranya saat pemilu
PM Kamboja Hun Sen memasukkan surat suaranya saat pemiluFoto: Heng Sinith/AP/picture alliance

Partai Rakyat Kamboja (CPP), yang telah lama berkuasa di Kamboja, pada Senin (24/07) mengklaim kemenangan telak dalam pemilu akhir pekan lalu sebagai mandat yang jelas dari rakyat untuk memimpin selama 5 tahun ke depan. Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa adanya tekanan terhadap partai oposisi berarti pemungutan suara tidak dapat dianggap bebas atau adil dan bahwa Washington akan mengambil tindakan hukuman.

Menurut hasil awal, CPP pimpinan Hun Sen memenangkan 120 dari 125 kursi yang tersedia dalam pemilihan hari Minggu (23/07). Pria berusia 70 tahun yang telah berkuasa selama 38 tahun ini mengatakan dia berencana menyerahkan jabatan perdana menteri kepada putra sulungnya, Hun Manet, 45 tahun. Putra PM Hun Sen itu kini menjabat sebagai panglima militer Kamboja dan memenangkan kursi parlemen pertamanya pada hari Minggu.

Penyerahan kekuasaan ini adalah bagian dari apa yang diharapkan menjadi perubahan generasional secara meluas di posisi teratas untuk partai Hun Sen, CPP. Belum jelas kapan tepatnya Hun Manet akan mengambil alih. Namun Hun Sen mengisyaratkan pelimpahan kekuasaan bisa dilakukan paling cepat bulan depan. Di halaman Facebook-nya pada hari Senin, Hun Manet mengatakan hasil pemilihan menunjukkan bahwa "rakyat Kamboja telah dengan jelas menyatakan keinginan mereka melalui pemungutan suara."

AS siapkan "langkah hukuman"

Tahun 2013, partai oposisi, Cambodian National Rescue Party (CNRP), pernah mengatakan bahwa CPP hampir tidak bisa menang dalam pemungutan suara. Hun Sen menanggapi pernyataan tersebut dengan memburu para pemimpin oposisi, dan akhirnya partai itu dibubarkan oleh pengadilan. Menjelang pemilihan umum pada hari Minggu, penerus tidak resmi CNRP yang dikenal sebagai Candlelight Party, secara teknis telah dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan oleh Komite Pemilihan Nasional. 

Hun Manet (tengah) yang juga panglima militer Kamboja, menerima bendera Partai Rakyat Kamboja (CPP) dari ayahnya, Perdana Menteri Hun Sen, dalam upacara kampanye pemilihan partai di Phnom Penh, Kamboja, Sabtu, 1 Juli 2023.Foto: Heng Sinith/AP/picture alliance

AS, Uni Eropa, dan negara-negara Barat lainnya menolak mengirim pemantau ke pemilu Kamboja dan mengatakan pemilu itu tidak memenuhi persyaratan untuk dianggap bebas dan adil. Meski demikian, negara seperti Rusia dan Cina tetap mengirimkan pengamat.

Minggu malam, Departemen Luar Negeri AS mengatakan telah "mengambil langkah" untuk memberlakukan pembatasan visa "pada individu yang merusak demokrasi dan menerapkan jeda program bantuan asing" setelah menentukan bahwa pemilihan tersebut "tidak bebas dan tidak adil."

"Otoritas Kamboja terlibat melakukan pola ancaman dan gangguan terhadap oposisi politik, media, dan masyarakat sipil yang merusak semangat konstitusi negara dan kewajiban internasional Kamboja," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller.

Seruan untuk menekan pemerintah Kamboja

Kelompok advokasi regional, ASEAN Parliamentarians for Human Rights, menyerukan kepada semua negara demokrasi untuk mengecam pemilihan tersebut. "Kita harus menekan pemerintah Kamboja untuk mengakhiri segala bentuk penganiayaan politik dan segera membebaskan tahanan politik tanpa syarat," kata Eva Kusuma Sundari, mantan anggota parlemen dari Indonesia.

Di bawah pemerintahan Hun Sen, Kamboja telah menjadi negara Asia Tenggara dengan hubungan paling dekat dengan Beijing. Kementerian Luar Negeri Cina pada hari Senin mengatakan pihaknya tidak khawatir dengan penyelenggaraan pemilu di Kamboja.

"Sebagai tetangga dan teman yang baik, kami dengan hangat mengucapkan selamat kepada Kamboja atas keberhasilan penyelenggaraan pemilihan nasional ke-7," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Mao Ning, kepada wartawan. "Kami percaya bahwa Kamboja akan mencapai prestasi yang lebih besar dalam pembentukan dan pembangunan nasional di masa depan, membawa lebih banyak manfaat bagi rakyatnya." 

Dengan dilarangnya kandidat dari Candlelight Party untuk mencalonkan diri, partai royalis FUNCINPEC, menjadi yang paling diuntungkan dari sentimen anti-CPP. Tidak memenangkan kursi dalam dua pemilihan terakhir, mereka akhirnya memenangkan 5 kursi yang tidak jatuh ke tangan CPP pada pemilu di hari Minggu.

Presiden Partai FUNCINPEC, Norodom Chakravuth, saat menjelang pemilihan mengatakan bahwa dia siap bekerja dengan CPP tetapi "hanya jika mereka adil terhadap kami."

Sedikit peluang untuk perubahan substansial

Di negara yang telah tercabik oleh genosida dan perang, banyak orang yang berterima kasih atas kesinambungan dan kestabilan hidup yang diwakili oleh Hun Sen, dan niatnya menyerahkan kekuasaan kepada putranya.

"Pemimpin baru Kamboja akan memasuki posisinya, dengan harapan dia akan tumbuh dalam peran itu," Sebastian Strangio, penulis buku berjudul Hun Sen's Cambodia.

Tapi Hun Manet bukanlah ayahnya. Koneksinya tidak seluas Hun Sen, dan ketajaman politiknya dinilai hanya akan menyisakan sedikit ruang baginya untuk bermanuver. Pada akhirnya Hun Sen akan tetap memegang kendali, dengan sedikit peluang perubahan substansial, kata analis politik Virak Ou.

"Saya pikir ayahnya akan mengizinkan dia melakukan beberapa hal yang tidak akan mengganggu sistem yang telah berjalan," katanya.

ae/hp (AP, AFP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait