1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Prioritasnya Menyelamatkan Nyawa Manusia

Gabriel Dominguez24 Mei 2015

Ribuan pengungsi Rohingya dan Bangladesh berhasil diselamatkan, tapi masih banyak yang ada di tengah laut. Berikut petikan wawancara DW dengan Jeffrey Labovitz dari organisasi migrasi internasional IOM.

Bildergalerie - Thailand schleppt Flüchtlingsschiff auf das offene Meer zurück
Foto: Getty Images/Afp/C. Archambault

DW: Berapa banyak pengungsi yang menurut perkiraan Anda masih ada di laut?


Jeffrey Labovitz: Kami perkirakan sekitar 3.100 orang sudah mendarat atau diselamatkan, tapi sulit memastikan berapa banyak orang yang masih terkatung-katung di tengah laut. Perkiraan awal seluruhnya ada sekitar 8.000 orang pengungsi, jadi kami perkirakan sekarang masih ada sekitar 5.000 orang di laut. Kami yakin masih banyak orang di luar sana yang membutuhkan bantuan.

Bagaimana kondisi mereka di atas kapal?

Kami menyediakan bantuan langsung setiap kali ada perahu mendarat. Kasus yang terbaru di Aceh. Pengungsi ini diangkut dengan berbagai jenis kapal, tetapi sindikat penyelundup manusia sering menggunakan kapal nelayan. Kalau kapalnya besar, orang-orang dijejal penuh sesak dalam lambung kapal.

Penyelundup ingin membawa sebanyak mungkin orang. Mereka tidak boleh bergerak bebas di geladak kapal. Kami mendengar cerita bahwa mereka dipukuli, kalau berdiri. Fasilitas mandi dan kamar kecil terbatas, pasokan makanan minim.

Jeffrey Labovitz, kantor IOM ThailandFoto: International Office for Migration

Persediaan air minum sering terkontaminasi dengan kotoran manusia. Kalau sakit di tengah laut, mereka akan mengalami dehidrasi dengan cepat. Banyak pengungsi kekurangan vitamin dan menderita beri-beri.

Kasus yang paling drastis, mereka kurus kering, lemah dan tidak mampu lagi berjalan. Seperti mayat hidup. 40 persen pengungsi menderita kekurangan gizi. Jadi, semakin lama mereka di tengah laut, kondisinya semakin buruk.

Bagaimana reaksi regional dan internasional dalam krisis ini?

Kami mengimbau otoritas setempat untuk lebih dulu fokus menyelamatkan nyawa. Hanya sedikit pengungsi yang berhasil mendekat ke pantai. Sebagian besar masih ada di tengah laut, Jadi perlu upaya pencarian dan penyelamatan. Kami harap bisa dibangun tempat-tempat penampungan darurat dengan fasilitas khusus untuk kondisi darurat. Tapi yang paling penting saat ini adalah menyelamatkan nyawa.

Myanmar sampai saat ini menolak memberikan status kewarganegaraan untuk minoritas Rohingya. 29 Mei mendatang direncanakan konferensi tingkat tinggi soal pengungsi ini. Apa tidak sedikit terlambat?

Masih banyak kebingungan tentang pertemuan itu. Memang isunya cukup luas, dari isu pengungsi sampai jaringan penyelundupan manusia dan bagaimana menghentikan mereka. Malaysia, Thailand dan Indonesia sudah bertemu dan membahas masalah ini. Tapi saya tekankan sekali lagi, saat ini prioritasnya adalah menyelamatkan nyawa manusia.

Jeffrey Labovitz adalah Direktur Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) cabang Thailand. Wawancara untuk Deutsche Welle (DW) dilakukan oleh Gabriel Dominguez.