1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Membedah Profil Enam Kandidat Presiden Iran, Siapa Saja?

Shabnam von Hein
11 Juni 2024

Setelah Ebrahim Raisi tewas dalam kecelakaan helikopter Mei 2024 lalu, Iran kini bersiap untuk melakukan pilpres. Simak laporan DW soal enam kandidat yang telah disetujui oleh Dewan Wali, penguasa Iran.

Potret enam kandidat presiden Iran
Para kandidat presiden Iran, dari kiri atas ke kanan bawah: Saeed Jalili, Mohammad Bagher Qalibaf, Masoud Pezeshkian, Mostafa Pourmohammadi, Amirhossein Ghazizadeh Hashemi, Alireza Zakani.Foto: Shafaqna

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Iran merilis daftar mutakhir kandidat untuk pemilihan presiden (pilpres) yang direncanakan berlangsung pada 28 Juni 2024 mendatang. Dewan Wali telah meloloskan enam orang untuk mencalonkan diri setelah dilakukan penelitian kualifikasi profesional dan pengabdian ideologis mereka terhadap Republik Islam Iran.

Dewan Wali, sebuah lembaga berkuasa sesuai konstitusi yang berisikan enam ulama dan enam ahli hukum, tidak meloloskan banyak wajah terkenal dalam pemilihan ini, contohnya adalah eks presiden sekaligus tokoh populis Mahmoud Ahmadinejad dan mantan ketua parlemen Ali Larijani, seorang konservatif yang dianggap sebagai sekutu mantan Presiden Hassan Rouhani.

Nyatanya, hampir semua kandidat pengganti Ebrahim Raisi, yang tewas dalam kecelakaan helikopter pada 19 Mei 2024 lalu, dianggap sebagai pihak yang berhaluan keras.

Siapa saja para kandidat tersebut?

Mohammad Bagher Qalibaf

Ketua Parlemen Mohammad Bagher Qalibaf sejatinya telah lama berharap dapat menjadi presiden. Laki-laki berusia 62 tahun ini pernah mencalonkan diri pada 2005 dan 2013. Namun, dia tidak berhasil dan menyerah pada pemilu 2017 lantaran kalah dari Raisi yang berhaluan ultra-konservatif.

Mohammad Bagher Ghalibaf duduk di Kementerian Dalam Negeri saat pendaftaran sebagai sebagai kandidat untuk pemilihan presiden yang berlangsung pada 28 Juni 2024 mendatangFoto: Vahid Salemi/dpa/AP/picture alliance

Qalibaf mengklaim dirinya sendiri sebagai "Tentara Revolusi Islam", dan pernah menjabat sebagai Jenderal Garda Revolusi dan Kepala Polisi Nasional. Tahun 2003 silam, Qalibaf mengawasi operasi penumpasan dengan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa mahasiswa. Dalam kurun 2005 dan 2017, dia pernah didapuk sebagai Wali Kota Teheran.

Saeed Jalili

Sosok yang berusia 58 tahun ini dipandang sebagai kesayangan kubu ultra-konservatif dalam rezim Iran. Jalili adalah negosiator utama Iran dalam pembicaraan internasional soal program nuklir. Tokoh garis keras ini sekarang merupakan bagian dari Dewan Penasihat Kebijaksanaan, yang ditunjuk oleh pemimpin tertinggi, dalam hal ini Ayatollah Ali Khamenei, untuk menyelesaikan konflik antara Parlemen dan Dewan Wali.

Saeed Jalili (tengah), melambaikan tangan kepada media ketika tiba di aula pendaftaran di gedung Kementerian Dalam Negeri Iran untuk mendaftarkan diri sebagai kandidat dalam pilpresFoto: Morteza Nikoubazl/NurPhoto/picture alliance

Senasib dengan Qalibaf, Jalili juga sempat bertarung dalam pilpres tahun 2013, dan tidak ikut pemilu 2017 demi mendukung Raisi.

Amirhossein Ghazizadeh Hashemi

Berprofesi sebagai dokter, Amirhossein Ghazizadeh Hashemi juga dianggap sebagai tokoh yang berhaluan keras. Hashemi pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Raisi. Saat ini, jabatannya adalah Kepala Yayasan Martir dan Urusan Veteran. Dia diizinkan untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2021. Saat itu, dia meraup 3% suara, yang menempatkannya di posisi keempat dari tujuh kandidat.

Amir Hossein Ghazi, salah satu dari 6 kandidat di pilpres IranFoto: TASNIM

Masoud Pezeshkian

Mantan Menteri Kesehatan Masoud Pezeshkian dipercaya sebagai tokoh yang lebih moderat dibandingkan pesaing lain dalam pilpres ini. Laki-laki berusia 69 tahun ini pernah mencoba mencalonkan diri pada pilpres tahun 2021, tapi dia didiskualifikasi oleh Dewan Wali.

Masoud Pezeshkian memegang tanda pengenalnya di depan spanduk yang menampilkan potret Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Foto diambil saat Masoud Pezeshkian mendaftarkan diri untuk mengikuti pilpresFoto: Morteza Nikoubazl/NurPhoto/picture alliance

Meloloskan Pezeshkian dalam pilpres 2024 ini dapat dilihat sebagai strategi pemerintahan untuk meningkatkan jumlah pemilih dengan menggerakkan lebih banyak pemilih liberal. Namun, peluangnya tipis untuk memenangkan jabatan ini.

Mostafa Pourmohammadi

Pourmohammadi adalah satu-satunya ulama Islam yang mencalonkan diri sebagai presiden tahun ini. Laki-laki berusia 64 tahun ini pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di bawah pemerintahan Ahmadinejad antara tahun 2005 dan 2008, serta sebagai Menteri Kehakiman rentang 2013 dan 2017.

Mostafa Pour Mohammadi, seorang politisi senior sekaligus mantan jaksa di IranFoto: Mehr

Pada tahun 1980-an, Pourmohammadi pernah menjabat sebagai jaksa penuntut di pengadilan revolusioner dan kemudian sebagai Wakil Menteri intelijen, yang diduga mengaitkannya dengan eksekusi massal tahanan politik.

Alireza Zakani

Laki-laki 58 tahun ini juga tokoh berhaluan keras dan saat ini menjabat sebagai Wali Kota Teheran. Dewan Wali sempat menolaknya pada pilpres 2013 dan 2017. Pada 2021, ia mendapat izin untuk mencalonkan diri, tapi dia membatalkannya dengan memberi dukungan untuk Raisi.

Alireza Zakani pamer jari bertinta kepada media saat menghadiri pendaftaran di gedung Kementerian Dalam Negeri Iran untuk mengikuti Pilpres, foto diambil 1 Juni 2024Foto: Morteza Nikoubazl/NurPhoto/picture alliance

Tidak ada kandidat perempuan

Perempuan tidak diizinkan untuk mencalonkan diri. Menurut data Kemendagri Iran, 287 orang telah secara resmi menyatakan keinginannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden, dan 80 terdaftar sebagai calon potensial dalam siklus pemilu ini. Dari 80 orang itu ada empat orang perempuan, tapi Dewan Wali tidak meloloskan mereka.

Apa saja faktor lain yang berperan?

Lantaran Ayatollah Khamenei dan para ulama senior masih memegang kekuasaan tertinggi di Iran, para kandidat bergantung pada dukungan dari lingkaran berpengaruh dalam kepemimpinan rezim. Almarhum Ebrahim Raisi adalah menantu dari tokoh garis keras Ahmad Alam al-Hoda, perwakilan Khamenei di provinsi Khorosan Razavi. Al-Hoda juga seorang pengkhotbah di Kota Mashhad, tempat ziarah keagamaan terpenting di timur laut Iran, dan anggota Majelis Ahli, lembaga yang menunjuk pemimpin tertinggi.

Koalisi di pucuk kekuasaan dapat menggalang dukungan dari para pemilih konservatif dan religius. Di masa lalu, para kandidat yang menyerukan perubahan hanya akan berhasil jika mereka menggerakkan segmen lain dari masyarakat Iran dan mendapatkan jumlah pemilih yang tinggi. Namun, banyak pemilih yang kecewa dengan janji-janji yang tidak terpenuhi dalam beberapa tahun terakhir, serta jumlah pemilih yang datang ke TPS juga rendah.

Dilaporkan, hanya 41% pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara pada pemilihan parlemen Maret 2024 lalu, dan pilpres hanya diikuti oleh 48% pemilih,terendah dalam pemilu presiden sepanjang sejarah Iran.

(mh/rs)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait