1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Promosi Bagi Perwira Angkatan Darat

12 Januari 2018

KSAD yang akan datang posisinya sangat krusial, sebab akan menjadi kandidat kuat Panglima TNI berikutnya. Berikut analisa Aris Santoso.

Indonesien Generalstabchef Gatot Nurmantyo mit Sicherheitsminister Wiranto
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry

Setelah berita seputar pergantian Panglima TNI mulai reda, kiranya kini saat yang tepat untuk merintis wacana bagi promosi perwira tinggi (pati) TNI AD, dengan proyeksi pada dua posisi strategis: KSAD dan Kasum (Kepala Staf Umum) TNI.

Ruang bagi pati TNI AD perlu diberikan, mengingat Panglima TNI sudah dijabat pati TNI AU. Selain karena alasan distribusi jabatan, juga berdasar asumsi matra darat sebagai big brother, sebuah keniscayaan yang masih berlaku sampai hari ini.

Secara tradisional, ada distribusi antar-matra pada posisi Panglima TNI dan Kasum  TNI,artinya figur pati yang mengisi dua pos tersebut, berasal dari matra yang berbeda.

Penulis: Aris SantosoFoto: privat

Seperti yang terjadi sekarang, posisi Panglima TNI diisi pati TNI AU, maka untuk posisi Kasum (baru) perlu diberikan pada matra lain, entah matra darat atau matra laut. Kemudian soal arti penting bagi KSAD (baru), posisinya menjadi strategis karena  paling potensial untuk menjadi Panglima TNI berikutnya.

Peta jalan perwira kavaleri

Posisi Kasum TNI saat ini memang dijabat pati matra laut, yakni Laksdya Didit Herdiawan (AAL 1983), yang kemungkinan besar akan segera diganti, karena Laksdya Didit sudah menjelang pensiun.

Satu hal yang perlu disampaikan adalah, bahwa berdasarkan tradisi distribusi jabatan dan asumsi big brother, maka idealnya adalah pati TNI AD yang mengisi pos Kasum TNI. Pertanyaan berikutnya adalah, siapa kira-kira atau tipe perwira seperti apa yang pas untuk posisi Kasum baru nanti?

Perlu ditegaskan, bila saya nanti menyebut nama seorang pati, saya sama sekali tidak bermaksud mempromosikan perwira tersebut. Saya hanya sekadar memberi gambaran bagaimana kira-kira sosok Kasum yang tepat, berdasar prinsip primus inter pares. Perspektif seperti juga berlaku saat menganalisis calon KSAD baru di bawah.

Salah satu pati AD potensial untuk KasumTNI adalah Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko (Akmil 1987), yang kini masih menjabat sebagai Aster (Asisten Teritorial) Mabes TNI, sebuah jabatan yang langsung di bawah Kasum TNI. Kenyataan ini bisa juga dibaca, bahwa Mayjen Kustanto tinggal selangkah lagi menuju Kasum. Kustanto bisa dianggap representasi ideal perwira yang dibutuhkan TNI saat ini, setidaknya berdasarkan dua alasan. Pertama, soal tahun kelulusan di Akmil, yakni tahun 1987, yang artinya tidak jauh berbeda dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (AAU 1986). Kedua, soal keluasan wawasan dan beragamnya lahan penugasan.

Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa figur Kustanto hanyalah sekadar model atau gambaran, bila yang kemudian terpilih sebagai Kasum adalah lulusan Akmil 1987 yang lain, sebut saja Mayjen M Herindra (lulusan terbaik Akmil 1987, mantan Danjen Kopassus dan Pangdam Siliwangi), tidak masalah juga. Namun  perjalanan karier Kustanto, sebagai perwira yang berasal dari kecabangan kavaleri, perlu diberi catatan tersendiri.

Dibanding kecabangan tempur lain, seperti infanteri atau artileri, perjalanan karier perwira kavaleri sedikit berbeda. Hal itu disebabkan nomenklatur satuan kavaleri yang juga berbeda dibanding satuan tempur lain. Dalam kecabangan kavaleri, satuan operasional tertinggi yang adalah bataliyon (yonkav), yang dipimpin perwira berpangkat mayor atau letkol.

Sementara di kecabangan lain, masih ada posisi di atas komandan bataliyon (danyon), seperti komandan brigade atau resimen, yang biasa dipimpin perwira berpangkat kolonel. Bahkan bagi korps infanteri, masih ada pos untuk pati di satuan operasional, yakni sebagai panglima divisi infanteri. Sementara bagi perwira kavaleri, bila masih  ingin melanjutkan kariernya di TNI selepas menjabat danyonkav, dia harus lepas dari lingkungan kavaleri, karena tidak ada lagi pos di atas danyonkav di kavaleri. Itulah sebabnya perwira kavaleri memiliki kebiasaan membangun kompetensi diri sebagai persiapan pasca-danyonkav.

Mayjen Kustanto misalnya, sejak lama sudah menekuni bidang teritorial, demikian juga dengan perwira kavaleri lainnya, yang fokus pada minat masing-masing, seperti bidang pengembangan SDM (personel), intelijen, logistik dan seterusnya. Perwira kavaleri lain seperti Brigjen TNI Gunung Iskandar (Akmil 1989, mantan Danyonkav 9, kini Waaspers KSAD) atau Kol Kav Steverly Christmas Parengkuan (Akmil 1990, mantan Danyonkav 7, sempat dipromosikan sebagai Direktur F Bais TNI) misalnya, juga melakukan hal yang sama. Brigjen Gunung kemudian menekuni bidang pengembangan personel, sementara Kolonel Steverly fokus bidang intelijen. Soal ada insiden kecil, ketika promosi bagi keduanya dibatalkan baru-baru ini, tidaklah mengurangi nilai kompetensi diri yang telah mereka bangun jauh sebelumnya.

Baca juga:

Apa Hubungan Panglima Baru dan Reformasi Keamanan di Indonesia?

Cita-citaku... Ingin jadi Tentara

Panglima TNI berikutnya

Selanjutnya soal posisi KSAD. KSAD yang akan datang posisinya sangat krusial, sebab akan menjadi kandidat kuat Panglima TNI berikutnya. Hal itu berdasar perkiraan bahwa Marsekal Hadi Tjahjanto hanya menjabat Panglima TNI tidak sampai dua tahun, karena segera akan ditarik Jokowi masuk kabinet, dalam periode kedua pemerintahan Jokowi, tentu dengan catatan bila Jokowi berkuasa kembali. Kira-kira Hadi Tjahjanto akan diposisikan seperti Luhut B Panjaitan, sebagai backbone pemerintahan Jokowi.

Sama dengan perspektif di atas, bila saya menyebut seorang jenderal untuk nominasi KSAD, sama sekali tidak bermaksud mempromosikan perwira dimaksud. Jadi hanya sekadar memberi gambaran, bila pada akhirnya yang  terpilih adalah perwira lain, silahkan saja. 

Faktor pertama yang perlu diperhatikan adalah dari segi generasi, idealnya KSAD berikutnya berasal dari Akmil 1985. Ini berdasar pertimbangan, jaraknya tidak terlalu jauh dari KSAD sekarang (Jenderal Mulyono), yang lulusan Akmil 1983. Matra darat sedikit berbeda dengan matra lain (termasuk Polri), yang bisa saja melakukan lompatan sekian generasi untuk pergantian kepala staf. Matra darat tidak bisa seperti itu, bila lompatannya terlalu jauh, seperti terjadi pada pergantian KSAU dan Kapolri tempo hari, dikhawatirkan akan menimbulkan "turbulensi kecil” di internal mereka, dan ini sungguh kontra-produktif.

Sebelumnya yang dianggap sebagai the rising star dari  Akmil 1985 adalah Letjen TNI Edy Rahmayadi (Pangkostrad), mengingat Edy  yang pangkatnya paling tinggi di antara lulusan Akmil 1985 yang lain. Namun ketika Edy memutuskan untuk pensiun dini, maka perlu dicari nominasi yang lain. Dua perwira berikut rasanya sudah masuk dalam "radar” Jokowi, masing-masing  Mayjen Jaswandi (Pangdam Jaya) dan Mayjen Doni Monardo (Pangdam III/ Siliwangi). 

Menilik kecenderungan Jokowi selama ini terkait posisi militer, Jokowi tampaknya merasa nyaman bila perwira dimaksud ada unsur Jateng-nya. Artinya sebisa mungkin perwira yang pernah ditugaskan di Jateng, lebih bagus lagi bila pernah berdinas di Solo. Pada titik ini, Jaswandi sedikit diuntungkan. Jaswadi sebelumnya adalah Pangdam IV/Diponegoro, dan kebetulan kelahiran Blora.

Penulis: Aris Santoso (ap/vlz), sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD. Kini bekerja sebagai editor buku paruh waktu.

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.