1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Propaganda Perang Irak di Amerika Serikat

24 Agustus 2007

Pada tanggal 15 September mendatang, panglima angkatan bersenjata Amerika Serikat di Irak akan menyampaikan laporan mengenai perang Irak. Kini perang propaganda merebak di negara paman Sam yang sudah kecapean perang itu.

Tentara AS di Baghdad
Tentara AS di BaghdadFoto: AP

Presiden George W. Bush masih tetap mengumandangkan slogan agar pasukan Amerika tetap bertahan di Irak. Sedangkan sejumlah senator Partai Republik ingin penarikan pasukan Amerika. Sementara dinas rahasia mengeluarkan prediksi suram.

John Warner, seorang politisi berpengalaman usia 80 tahun adalah bekas anggota infanteri marinir. Sejak 29 tahun ini dia dikenal sebagai senator Partai Republik. John Warner adalah jaminan politik bagi angkatan bersenjata untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dia baru saja kembali dari Irak untuk melihat situasi keamanan dan mendesak Presiden Bush untuk mengambil langkah:

„Dengan persetujuan pimpinan militer, 15 September nanti presiden dapat saja memutuskan untuk mulai perencanaan penarikan pasukan dari Irak. Saya usulkan kepada presiden agar dia menyebut jumlah. Misalnya, 5000 personel yang ditarik dalam langkah pertama. Ke-5.000 orang itu dapat merayakan Natal mendatang bersama keluarganya.“

Pernyataan ini mirip guyuran air es ke mesin propaganda Gedung Putih. Awal tahun ini Presiden Bush meningkatkan jumlah pasukan AS di Irak sebesar 30. 000 personel. Sejak Juli pemerintah AS selalu berbicara tentang perbaikan keadaan keamanan di Irak. Tetapi kini kritik terdengar dari kubu sendiri. Senator John Warner memang tidak ingin penarikan pasukan yang tergesa-gesa dan menyeluruh. Selain itu dia juga ingin mengirimkan sinyal politik yang jelas kepada pemerintah Irak bahwa keterlibatan Amerika di Irak ada batasnya. Jika Irak tidak mengupayakan perdamaian , maka Amerika harus keluar. Demikian menurut John Warner.

Namun Presiden Bush menyampaikan pesan lain kepada warganya: Amerika harus bertahan. Penarikan pasukan akan membawa akibat yang fatal dan dapat disamakan dengan pengalaman di Vietnam. Bush:

„Posisi apa pun yang ditunjukkan dalam perdebatan ini: perang Vietnam meninggalkan jejak yang jelas, yakni jutaan orang yang tak berdosa harus membayar harga penarikan pasukan Amerika. Melalui kesengsaraannya kita mengenal kata-kata seperti „bootpeople“ dan „killingsfield“ atau ladang pembantaian.“

Bush masih bersikukuh bahwa perang Irak adalah perang melawan terorisme. Dan AS harus menang, jika tidak, musuh akan menguat. Tetapi siapa musuhnya? Dinas rahasia Amerika hari Kamis yang lalu (23/08) melaporkan, kelompok Al Qaida hanya bertanggung jawab untuk sebagian kecil dari 1000 serangan pekan-pekan terakhir ini. 90 persen aksi teror dilancarkan dengan menyandang nama milisi Syiah atau Sunni. Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa pemerintah Irak tidak membuat kemajuan politik untuk menyelesaikan persengketaan antara kedua kelompok yang bermusuhan itu. Jessica Matthews, pimpinan Yayasan „Carnegie“ mengemukakan:

„Di Irak kini sedang berkecamuk perang kekuasaan yang biasa terjadi dan sering tidak terhindarkan, karena ada kekosongan politik. Keberadaan Amerika memperpanjang perang kekuasaan itu.“

Mungkin Presiden Bush dan para penasehatnya segan mengakui kenyataan itu. Pasalnya, pengakuan ini akan membawa dampak, yakni mereka harus memikirkan bagaimana menarik pasukan Amerika dengan perencanaan yang baik namun secara militer sangat rumit untuk dilaksanakan. Tampaknya presiden Bush tidak bersedia untuk melaksanakan hal itu.