Proses Hukum Tunda Eksekusi Mati
19 Maret 2015 Kejaksaan Agung Indonesia kembali menunda pelaksanaan eksekusi mati terhadap 10 terpidana mati narkoba, termasuk di antaranya duo Bali Nine asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Penundaan eksekusi akan berlangsung selambatnya hingga 1 April menyusul proses hukum yang masih bergulir.
Sejumlah terpidana melancarkan upaya hukum terakhir untuk menghindari eksekusi. Terpidana asal Nigeria, Martin Anderson misalnya mengajukan peninjauan kembali. Kasusnya saat ini sedang diproses oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
WN Australia Gugat Keputusan Jokowi
Adapun Andrew Chan dan Myuran Sukumaran menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo lewat Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta. Kuasa hukum keduanya menilai Istana Negara telah melanggar ketentuan ketika menolak permohonan ampun.
Presiden Jokowi disebut tidak mengindahkan sejumlah butir pertimbangan yang diajukan oleh pihak terpidana. Istana Negara juga dikatakan gagal memberikan alasan yang jelas atas penolakan pengampunan.
Pada sidang hari Selasa (17/3) Hakim PTUN Ujang Abdullah mengatakan, kuasa hukum Istana Negara berdalih keputusan tersebut adalah hak prerogatif presiden dan tidak bisa digugat. Siang lanjutan bakal menghadirkan bukti yang diajukan kuasa hukum terpidana.
Hakim menetapkan kasus gugatan tersebut bakal tuntas selambatnya pada 1 April mendatang. Kejaksaan Agung sebelumnya sempat mengindikasikan bakal menggelar eksekusi Februari lalu. Rencana tersebut berulangkali ditunda.
Tertunda Selama Beberapa Pekan
Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan pelaksanaan eksekusi tidak akan terjadi selama "beberapa pekan" ke depan. Pemerintah katanya menunggu semua proses hukum berakhir. Kejaksaan tidak akan melakukan eksekusi terpisah terhadap ke 10 terpidana. Semua harus ditembak mati pada saat yang sama.
"Sebenarnya eksekusi seharusnya dilakukan berminggu-minggu lalu namun beberapa darinya telah mengajukan kajian yudisial ke pengadilan," kata Kalla kepada stasiun radio El Shinta. "Jaksa Agung harus menunggu keputusan-keputusan. Agar tidak ada masalah hukum nantinya."
Terpidana mati asal Perancis, Serge Atlaoui dan Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso juga mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung. Pihak kejaksaan sebelumnya sempat meminta majelis hakim agar mengupayakan percepatan PK. Mahkamah Agung memiliki waktu maksimal tiga bulan buat menuntaskan peninjauan kembali.
rzn/vlz (afp,antara,el-shinta,rtr,ap)