1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Protes Anti-Pemerintah Bulgaria

Ivan Bedrov26 Juli 2013

Ribuan demonstran setiap hari berkumpul di depan gedung parlemen di Sofia. Warga Bulgaria yang geram akibat korupsi menuntut pemerintah mundur - dan gerakan ini tampaknya memperoleh momentum.

Foto: Reuters

"Bulgaria menjadi korban pemerintahan mafia" demikian tulisan sebuah spanduk. Pravdolub Ivanov ikut protes dengan slogan baru setiap malam. Pesan-pesannya begitu berani dan topikal hingga mengundang pengunjuk rasa lain untuk mengambil foto. Saat pengunjuk rasa dituding menerima bayaran, ia menulis: "Saya tidak dibayar. Saya membenci pemerintah secara gratis."

Ribuan orang berkumpul di depan gedung parlemen di Sofia untuk menuntut mundurnya pemerintahan Plamen Oresharski, yang diperkuat oleh bekas partai komunis BSP, partai minoritas Muslim DPS, dan partai nasionalis serta anti-Eropa "Attack."

"Saya harus berada di sini karena kami perlu membebaskan negara dari tangan-tangan mafia," jelas Ivanov. Gerakan protes dimulai 14 Juni lalu saat parlemen menyetujui pengangkatan sosok kontroversial Delyan Peevski (33) sebagai kepala badan keamanan nasional. Peevski adalah seorang taipan media, pebisnis dan politisi. Sepekan setelah itu, penunjukan Peevski dianulir karena tekanan - namun gerakan protes terus berlanjut, bahkan bertambah kuat.

Warga Bulgaria menyusul gerakan serupa di Turki dan Brasil memulai gerakan anti-pemerintahFoto: Reuters

Bulgaria dikuasai oleh 'mafia'

Sebuah survei oleh Institut Masyarakat Terbuka di Sofia mengindikasikan bahwa 72 persen warga Bulgaria tak dapat menerima situasi negara saat ini. Hampir duapertiga responden mendukung protes.

Politisi dituduh melayani mafia, dan menggantungkan nasib sumber daya publik pada kalangan oligarki dan monopoli.

Ognian Yanakiev, seorang mekanik yang turut berdemonstrasi, menjelaskan masalah menggunakan sudut pandang pribadi. "Saya mencoba untuk membuka bisnis kecil, dan dalam 3 bulan terakhir berupaya melawan monopoli penyuplai listrik. Sebuah jalan buntu," katanya. "Saya ingin kerja, bukan membuang-buang waktu dengan birokrasi. Harus ada yang berubah!" tambahnya hampir berteriak.

Jawaban para pengunjuk rasa atas pertanyaan "Apa berikutnya?" cukup berbeda-beda. Namun seorang pengunjuk rasa lainnya, Tihomira Metodieva, tegas menjawab: "Saya mau mereka mundur, itu saja. Kami semua ingin mereka mundur."

Rabu (24/07/13), pengunjuk rasa memblokade jalan keluar gedung parlemen selama 8 jamFoto: Reuters

Provokator dalam kelompok kecil

Rabu (24/07/13), pengunjuk rasa tak mampu mengisolasi sebuah kelompok kecil yang memulai kerusuhan. Polisi menetapkan demonstrasi tidak lagi damai, dan sejumlah orang dipukuli saat pasukan keamanan berusaha mengevakuasi para anggota parlemen dan menteri dari gedung parlemen.

"Saya hadir saat itu. Saya melihat perempuan dipukuli, orang-orang berdarah. Saya melihat batu-batu dilempari dan polisi menyaksikan para provokator," ingat seorang demonstran, Victor Dimchev. "Saya melihat polisi marah, tapi saya juga melihat polisi yang nangis saat memukuli pengunjuk rasa," pungkasnya. Pada hari berikutnya, jumlah demonstran yang muncul berlipat ganda, dan mereka semakin antusias.

Dimiter Dimitrov, seorang profesor ilmu politik di Universitas Sofia, mengatakan bahwa pemerintah sudah tersudut. "Sesi parlemen tidak mungkin lagi selesai sebelum matahari tenggelam, dan para anggota parlemen harus dievakuasi menggunakan bus setiap malam. Ini susah dipercaya," ungkapnya.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait