1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Protes Para Biksu Myanmar Meluas

25 September 2007

Aksi protes damai para biksu di Myanmar yang didukung ratusan ribu rakyat terus meluas ke berbagai kota di luar Yangun.

Para biksu memimpin aksi protes damai di Myanmar
Para biksu memimpin aksi protes damai di MyanmarFoto: AP

Aksi protes damai para biksu di Myanmar tetap menjadi tema komentar dalam tajuk harian-harian internasional. Rezim militer telah mengancam akan mengambil tindakan terhadap para biksu. Namun posisi para jenderal kini amat sulit. Harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma dalam tajuknya menulis : Rezim militer Myanmar belum menarik keputusan, bagaimana bereaksi terhadap aksi protes yang terus meluas, serta tekanan internasional yang juga terus meningkat. Rezim militer di Myanmar kelihatannya menghadapi dilema cukup pelik. Jika mereka menekan para pemrotes dan membunuh para biksu, rakyat akan marah dan gerakan ini akan terus meluas. Sebaliknya, jika rezim militer tidak bertindak, mereka juga akan kehilangan kendali terhadap perkembangan situasi.

Harian Swiss Basler Zeitung yang terbit di Basel berkomentar : Semakin banyak demonstran turun ke jalan, semakin meningkat pula risiko aksi kekerasan oleh militer. AS dan Eropa tidak mampu mencegahnya, karena dengan sanksi politik yang dijalankannya, ibaratnya semua pintu telah tertutup. Kini harapan diarahkan ke China, yang masih dapat berkomunikasi dengan para jenderal di Myanmar. Kelihatannya pemerintah di Beijing sudah mengirimkan sinyal kepada rezim militer, agar menghadapi perlawanan para biksu dengan hati-hati. Sikap ini, memberikan sedikit harapan bagi para demonstran.

Juga harian Denmark Politiken yang terbit di Kopenhagen, menyoroti perananan China dalam konflik terbaru di Myanmar. Harian ini dalam tajuknya menulis : Rezim militer di Myanmar sangat tergantung pasokan senjata dari China. Karena itu, kunci pemecahan masalahnya sekarang terletak di Beijing. Jika para jenderal di Myanmar menumpas para pemrotes dengan kekerasan bersenjata, maka tudingan akan diarahkan ke China. Menjelang olimpiade tahun 2008 di Beijing, China tidak mau disebut tuan rumah yang mendukung pembantaian. Karena itu, rezim militer Myanmar terpaksa membiarkan aksi protes damai terus berlangsung.

Harian Perancis La Croix dalam tajuknya berkomentar : Kehadiran para biksu Budha sebagai penggagas aksi demonstrasi, menghantam rezim militer pada titik terlemahnya, yang kini kelihatan bingung menerapkan taktiknya. Banjir darah seperti penumpasan gerakan pro-demokrsai tahun 1988, akan memberikan efek negativ terhadap mitra terdekatnya China, menjelang digelarnya olimpiade tahun 2008. Ini merupakan sebuah alasan, bahwa tekanan dari luar harus dikaitkan dengan situasi tsb, untuk mencegah hal terburuk dan memberikan peluang bagi perdamaian.

Dan terakhir harian Luxemburg Luxemburger Wort dalam tajuknya menulis : Rezim militer Myanmar kini dalam posisi defensif. Waktunya dinilai tidak tepat, untuk menumpas aksi protes damai para biksu dengan aksi kekerasan berdarah seperti tahun 1988 lalu. Sebab hal itu akan merugikan kepentingan patronnya, China yang akan menjadi tuan rumah olimpiade tahun depan. Dalam masa kampanye citra baik olimpiade, gambar-gambar yang mengingatkan pada pembantaian di lapangan Tien an Men tidak memiliki tempat.