Sekretaris Keuangan mengatakan protes keras antipemerintah yang masih berlangsung telah berdampak negatif pada sektor pariwisata, bisnis ritel dan perhotelan di kawasan itu.
Iklan
Tingkat kunjungan ke Hong Kong merosot tajam hampir 40 persen pada Agustus 2019 bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini anjlok jika dibandingkan dengan jumlah penurunan pengunjung pada bulan sebelumnya, Juli 2019, yang hanya 5 persen.
Di beberapa lokasi, tingkat hunian hotel terlihat turun sekitar setengahnya. Sedangkan tarif kamar turun di kisaran 40-70 persen, ujar Paul Chan, mengutip dari sumber di industri tersebut.
"Yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa sepertinya keadaan tidak akan dengan mudah berubah jadi lebih baik," ujar Chan dalam blognya, Minggu (08/09).
Kedatangan wisatawan pada Juli 2019 berkurang sebesar 4,8 persen menurut Badan Pariwisata Hong Kong. Ini adalah penurunan tahunan pertama sejak Januari 2018 dan persentase penurunan terbesar sejak Agustus 2016.
Sementara penjualan ritel pada Juli 2019 juga mengalami penurunan terbesar sejak Februari 2016 seiring protes antipemerintah yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan.
Chan mengatakan kerusuhan yang terjadi telah merusak citra Hong Kong sebagai kota internasional yang aman serta citra sebagai pusat perdagangan, penerbangan, dan keuangan.
Ia menambahkan, konflik kekerasan yang berulang terjadi, pemblokiran jalan, kereta api bawah tanah dan bandara telah menghalangi orang untuk pergi bekerja dan sekolah, serta menyebabkan pembatalan atau penjadwalan ulang "banyak" konferensi dan pameran internasional.
Pada Juli 2019 total ekspor turun 5,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara nilai ekspor kembali ke Amerika Serikat dari Cina lewat Hong Kong turun 15,2 persen dari tahun sebelumnya, ujar Chan.
Pelajar bentuk rantai manusia
Pada Senin (09/09), ratusan pelajar dengan masih mengenakan seragam sekolah membentuk rantai manusia di distrik-distrik di seluruh Hong Kong. Langkah ini mereka lakukan untuk mendukung protes antipemerintah setelah terjadi lagi bentrokan pada akhir pekan di kota yang dikuasai Cina itu.
Stasiun metro yang ditutup pada hari Minggu (08/09) kini telah kembali dibuka. Namun suasana dilaporkan masih tetap tegang.
Pemerintah Daerah Khusus Hong Kong memperingatkan pihak asing untuk tidak ikut campur dalam urusan domestik mereka, menanggapi ribuan pemrotes yang meminta Presiden AS Donald Trump untuk "membebaskan" kota itu.
Media pemerintah Cina pada hari Senin mengatakan Hong Kong adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Cina dan segala bentuk pemisahan diri "akan dihancurkan."
Sedangkan surat kabar China Daily milik Partai komunis Cina mengatakan, unjuk rasa hari Minggu adalah bukti adanya dukungan asing di belakang protes itu dan memperingatkan para demonstran agar "berhenti menguji kesabaran pemerintah pusat."
ae/hp (Reuters)
Frustasi Akibat Mahalnya Hidup Turut Sulut Protes di Hong Kong
Banyak orang muda di salah satu kawasan terpadat di dunia itu tidak puas karena biaya hidup yang sangat mencekik. Di samping itu, mereka juga mengkhawatirkan erosi kebebasan secara umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Berbagi kamar tidur dengan orang tua
Peter Chang (23) adalah pengusaha yang terpaksa berbagi kamar tidur dengan ayahnya. Luas kamar hanya 5 meter persegi. Ia marah terhadap kebijakan imigrasi penguasa, yang menempatkan orang-orang dari dataran Cina di Hong Kong. Ia berkata, "Mereka berusaha menghapus identitas kami."
Foto: Reuters/T. Peter
Berdesak-desakan
Zaleena Ho (22) adalah warga asli Hong Kong. Ia lulusan jurusan perfilman dan tinggal bersama orang tuanya. Kamar tidurnya hanya 7 meter persegi. Ia berkata, "Situasi politik makin buruk. Sebagian besar dari kami berusaha sebaik mungkin untuk menjaga apa yang telah kami peroleh. Saya punya paspor AS. Sebenarnya saya bisa pergi saja. Tapi saya berharap kami masih bisa mengubah sesuatu."
Foto: Reuters/T. Peter
Berani menentang
Roy Lam (23) berkerja di bagian di sebuah perusahaan dan tinggal bersama ibu dan empat saudara perempuannya. Ia mengungkap, ia lebih baik terpukul saat mengadakan perlawanan, daripada berdiam diri saat ditekan. Ia menambahkan, kaum muda bertekad tetap menuntut apa hak mereka."
Foto: Reuters/T. Peter
Marah kepada pemerintah
John Wai (26) tinggal bersama orang tua dan saudara perempuannya. Ia berpose di kamar tidurnya yang hanya seluas 7 meter persegi. "Yang membuat saya marah adalah pemerintah membiarkan warga Cina daratan membeli properti yang sudah sangat terbatas. Para penjual menetapkan harga sangat tinggi, sehingga kami tidak bisa membeli."
Foto: Reuters/T. Peter
Bekerja tanpa henti
Ruka Tong (21) nama mahasiswa yang berpose di kamar tidurnya di Hong Kong. Kamar tidur seluas 11 meter persegi ini dibaginya bersama saudara perempuannya. Orang tua mereka tinggal di apartemen yang sama. Hingga tahun lalu, seluruh keluarga tinggal di kamar seluas 28 meter persegi. "Saya bekerja tanpa henti. Saya bekerja tujuh hari sepekan dalam lima pekerjaan."
Foto: Reuters/T. Peter
Menuturkan kisah
Sonic Lee (29) adalah seorang musisi dan komponis. Ia tinggal bersama ibunya. Ruang tidurnya hanya seluas 6 meter persegi. "Bagi saya, Revolusi Payung seperti halnya menceritakan sebuah kisah," katanya dan menambahkan, "Saya tidak percaya lagi, bahwa akan terjadi sesuatu perubahan."
Foto: Reuters/T. Peter
Merampok kesempatan
Fung Cheng (25) seorang desainer grafik, tinggal di apartemen bersama orang tua dan saudara laki-lakinya. Ia merasa frustrasi terhadap sebuah sistem yang ia rasa telah merampok kesempatan untuk bisa memiliki rumah sendiri.
Foto: Reuters/T. Peter
Berapa lama lagi?
Ruby Leung (22) adalah mahasiswa jurusan hukum. Kamar tidurnya juga berukuran 7 meter persegi. Pemerintah menjanjikan status satu negara dua sistem untuk Hong Kong selama 50 tahun. Sekarang masyarakat panik, apa yang akan terjadi dalam 50 tahun ini. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp )