Provokasi AS, Cina Kirimkan Jet Tempur ke Langit Taiwan
31 Mei 2022
Cina mengirimkan armada udara berkekuatan lebih dari 20 jet tempur ke wilayah udara Taiwan di tengah kunjungan delegasi Senat AS di Taipei. Aksi itu merupakan jawaban atas pernyataan Presiden Joe Biden soal komitmen AS.
Iklan
Sebanyak 30 pesawat udara asal Cina dilaporkan memasuki Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) milik Taiwan, Senin (30/5) malam. Buntutnya, Kementerian Pertahanan di Taipei mengerahkan jet tempurnya untuk memantau aktivitas militer Cina.
Insiden itu merupakan peristiwa kedua tahun ini, di mana Beijing mengirimkan setidaknya satu skuadron jet tempur ke arah jirannya itu. Sejak beberapa tahun terakhir, manuver militer Cina di Selat Taiwan dipahami sebagai peringatan terhadap negara barat, terutama Amerika Serikat.
Menurut Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, insiden tersebut menandakan "retorika dan aktivitas yang semakin provokatif,” ujarnya.
Pernyataan Blinken diungkapkan setelah Presiden Joe Biden melanggar doktrin "ambiguitas strategis” yang dijalankan AS terhadap Taiwan. Ketika berkunjung ke Jepang pekan lalu, dia mengatakan AS akan melindungi Taiwan jika diserang Cina.
Setelahnya, Gedung Putih buru-buru menjamin bahwa Biden tidak sedang ingin mengubah doktrin luar negeri yang sudah diamalkan oleh setiap presiden AS sejak puluhan tahun lalu itu.
Manuver militer Cina pada Senin (30/5) kemarin merupakan yang kedua, setelah mengirimkan 39 pesawat untuk melanggar batas udara Taiwan pada 23 Januari lalu.
Negara demokratis itu sejak lama dianggap sebagai bagian dari Cina. Presiden Xi Jinping mengatakan bakal mengupayakan reunifikasi, bahkan jika dengan cara pemaksaan.
Iklan
Kerja sama militer AS
Tanpa mengindahkan protes Beijing, AS terus memperluas kerja sama militer dengan Taiwan, seperti yang diumumkan Presiden Tsai Ing-wen usai bertemu Senator AS, Tammy Duckworth di Taipei, Senin (30/5).
Duckworth termasuk pendukung terbesar RUU Kemitraan Taiwan yang mendapat dukungan lintas partai. Legislasi baru itu disusun antara lain demi mengamankan pasokan dan suplai dalam skenario invasi Cina.
Menengok Kamp Pelatihan Unit Angkatan Laut Paling Elit Taiwan
Diterima di unit elit Pengintaian dan Patroli Amfibi Taiwan (ARP) sama sulitnya dengan menjadi pasukan SEAL Angkatan Laut Amerika Serikat. Para kandidat harus lolos ujian dan pelatihan berat selama beberapa pekan.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Tangguh seperti pasak baja
Program pelatihan bagi mereka yang ingin bergabung dengan unit angkatan laut elit Taiwan berlangsung selama 10 minggu. Tahun ini, 31 peserta lolos tes untuk mengikuti program ini, tetapi hanya 15 orang yang akan diterima. Di pangkalan angkatan laut Zuoying di Taiwan selatan, tubuh dan jiwa benar-benar diuji — satu latihan mengharuskan peserta tidur di atas beton yang dingin.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Disiram air dingin
Setelah menghabiskan sepanjang hari di laut, peserta pelatihan disiram dengan air dingin. Lelah dan gemetar, mereka berdiri di dermaga. Tujuan dari kamp pelatihan ini adalah untuk menempa para peserta mengembangkan kemauan yang kuat. Tidak peduli seberapa sulit misi mereka, kesetiaan terhadap rekan-rekan mereka, dan angkatan laut harus teguh.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Latihan berat di pantai
Yu Guang-Cang ikut dalam latihan di pantai. Sepintas terlihat seperti latihan senam bis. Namun, sebetulnya peserta melakukan latihan berat, mulai dari "long march" hingga berjam-jam dan latihan di dalam air. Instruktur mereka memiliki reputasi sebagai orang yang tegas tanpa kompromi. Waktu istirahat pendek dan jarang. Sering kali hanya ada waktu untuk minum seteguk dan ke toilet.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Cat perang
Seorang peserta pelatihan berjuang melawan kelelahan saat dia diolesi cat kamuflase. Semua peserta ikut secara sukarela. Kebanyakan ingin menguji coba batas ketangguhannya. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mensimulasikan tantangan berat perang. Komandan angkatan laut mengharapkan, para peserta dapat difungsikan ketika keadaan menjadi sangat gawat.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Hanya semangat baja yang lulus
Para kandidat menghabiskan sebagian besar waktu mereka di laut atau kolam renang. Mereka harus belajar menahan napas untuk waktu yang cukup lama, berenang dengan peralatan tempur lengkap, dan menyerbu pantai dari laut. Sering kali untuk aksinya kaki dan tangan mereka diikat. Latihan ini bukan untuk mereka yang cengeng.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Mendekati batas peregangan
Para peserta tidak hanya harus lulus tes kekuatan dan daya tahan, mereka juga menghadapi beberapa latihan peregangan ekstrem. Ou Zhi-Xuan yang berusia 25 tahun menangis kesakitan saat dia diregangkan mendekati batas kelenturan. Jika ada yang melawan instruktur saat berada di bawah tekanan berat, mereka segera dikeluarkan dari program ARP.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Dihina dan dilecehkan
Tentu saja, para kandidat harus berlatih sambil mengenakan perlengkapan tempur. Mereka harus menghadapi semburan pelecehan dan penghinaan dari instruktur unit elit angkatan laut. Pesrta mendapat istirahat satu jam setiap enam jam. Selama waktu ini, mereka harus makan, biasanya bawang putih untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, mendapatkan bantuan medis, pergi ke toilet, dan tidur.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Jalan berbatu menuju surga
Latihan terakhir disebut "jalan menuju surga." Peserta pelatihan harus mengatasi rintangan yang unik. Mereka dipaksa untuk merangkak, praktis telanjang, di jalan berbatu, dan melakukan push-up, meskipun mereka sudah lelah dari minggu-minggu sebelumnya. "Saya tidak takut mati," kata salah satu peserta pelatihan, Fu Yu, 30 tahun.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Diberi selamat dengan bunyi lonceng
Xu De-Yu menandai akhir dari kamp pelatihan ARP dengan membunyikan lonceng. Dia adalah salah satu yang "beruntung" lulus ujian. "Tentu saja, kami sama sekali tidak akan memaksa siapa pun, semua orang ada di sini secara sukarela," tegas instruktur Chen Shou-lih, 26. Pesannya kepada para peserta: "Kami tidak akan menyambut Anda bergabung begitu saja, hanya karena Anda ingin datang." (rs/as)
Foto: ANN WANG/REUTERS
9 foto1 | 9
"Sebagai hasilnya, Kementerian Pertahanan AS sekarang secara aktif merencanakan kerja sama antara Garda Nasional AS dengan militer Taiwan,” kata Tsai, tanpa memberikan rincian. "Kami menyambut kemitraan yang lebih dalam antara AS dan Taiwan dalam isu keamanan regional.”
Senator Duckworth didampingi Direktur Program Kemitraan Garda Nasional "yang akan bekerja sama dengan Anda dalam merencanakan pertahanan semesta” bagi Taiwan, katanya. Program kemitraan Garda Nasional AS biasanya diberikan kepada negara sekutu untuk membantu pelatihan dan koordinasi.
Media-media Taiwan sebelumnya melaporkan, militer berpeluang dipasangkan dengan Garda Nasional Hawaii, AS, dalam program tersebut.