1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Pembantu di Hong Kong Dipaksa Tidur di Toilet

12 Mei 2017

Sebagian pekerja rumah tangga di Hong Kong tidur di toilet, gudang dan di balkon rumah majikannya. Demikian temuan aktivis berdasarkan investigasi kondisi kehidupan "mengerikan" pembantu di Hong Kong.

China Hongkong Panorama Rekordpreis für Luxus-Appartment
Foto: picture alliance/dpa

Di kota yang mempekerjakan 350.000 pembantu rumah tangga kebanyakan dari Filipina dan Indonesia ini, tiga dari lima PRT-nya tidur di ruang tak layak. Kadang-kadang kondisinya mengancam kesehatan dan keselamatan mereka, ujar kelompok hak asasi manusia Mission for Migrant Wokers (MFMW).

Dalam sebuah survei terhadap 3.000 pembantu rumah tangga, MFMW menemukan 43 persen PRT mengatakan mereka tidak disediakan kamar sendiri dan diminta tidur di tempat-tempat seperti gudang atau ruang penyimpanan, dapur, toilet, ruang bawah tanah, lemari dan balkon.

Foto yang dikumpulkan dari para pembantu rumah tangga menunjukkan keterkejutan. Dalam satu kasus, seorang pekerja rumah tangga tidur di ruang penyimpanan  di atas kulkas dan microwave. Lainnya dipaksa tidur di ruang penyimpanan di atas kamar mandi.

Asisten rumah tangga lainnyya tidur di sebuah ruangan seluas 1,2 meter, di balkon, atau di samping ruang cucian. "Sangat mengerikan melakukan ihal ni ke rumah tangga pekerja. Ini adalah perbudakan zaman modern," ujar peneliti utama MFMW  Norman Uy Carnay  kepada Reuters. "Hal itu mengejutkan, dimana di Hong Kong terjadi perlakuan semacam ini terhadap pembantu rumah tangga migrannya. "

Carnay mengatakan bahwa asisten rumah tangga harus diberi akomodasi yang sesuai, meskipun mereka berada di Hong Kong, dimana harga properti membumbung tinggi, sehingga perumahan tidak terjangkau bagi banyak warga di kota berpenduduk 7 juta orang itu.

Tinggal di "Rumah Peti Mati"

01:17

This browser does not support the video element.

Diminta melapor

Dalam sebuah email yang dikirimkan ke kantor berita Reuters, Departemen Tenaga Kerja Hong Kong mendesak agar para PRT untuk mengajukan keluhan dan melaporkan, apabila majikan gagal memberikan akomodasi yang sesuai.

Ketika ditanyakan apakah kerja dengan kondisi akomodasi berupa tidur di dapur atau toilet bisa diterima, departemen tersebut mengatakan bahwa bentuk akomodasi  itu "tidak layak".

Dari 57 persen pekerja rumah tangga yang  mengaku disediakan kamar sendiri, sepertiganya mengatakan ruang tidur mereka  juga berfungsi ganda sebagai tempat penyimpanan atau gudang, ruang cuci,  ruang belajar  atau ruang untuk hewan peliharaan. Demikian hasil survei MFMW.  14% dari 3.000 responden mengatakan bahwa mereka tidak ada akses langsung ke toilet.

Tak punya pilihan

Sebagian pembantu rumah tangga mengatakan bahwa mereka tidak punya pilihan kecuali menerima kondisi tersebut. "Kami mau saja, karena kami butuh uang. Jika kami tidak setuju, tentu saja, kami dikirim kembali  ke agen atau kami dikirim  kembali ke rumah, bukan? " jawab seorang pembantu.

Carnay mendesak Hong Kong untuk melarang majikan menyediakan akomodasi yang tidak sesuai dan menghapuskan peraturan yang mewajibkan para pelayan untuk tinggal bersama majikan.

Erwiana Sulistyaningsih, PRT asal Indoensia yang dianiaya di Hong KongFoto: Getty Images/AFP/P. Lopez

Saat ini, peraturan yang ada hanya mengatakan majikan tidak boleh memaksa pembantu rumah tangga tidur di tempat tidur di koridor dengan sedikit privasi, atau berbagi   kamar dengan orang dewasa lawan jenis.

Meski PRT umumnya memiliki perlindungan lebih baik di Hong Kong dibanding negara-negara lain di  Asia, penganiayaan terhadap PRT di Hong Kong telah mendapat sorotan sejak kasus penganiayaan terhadap  Erwiana  Sulistyaningsih, tahun 2014. Erwiana adalah warga  Indonesia yang dipukuli oleh majikannya saat menjani profesi sebagai PRT di Hong Kong. Ia juga dibakar dengan air mendidih.

ap/rzn(rtr/migrants.net/mfmw)