1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Menkes Terawan Menyetujui PSBB DKI Jakarta

7 April 2020

Menkes Terawan telah menyetujui usulan untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pengamat menilai pembatasan ini perlu dibarengi aturan yang tegas soal larangan mudik.

PSBB Mulai Diberlakukan di DKI Jakarta
Foto: picture-alliance/A. Putra

Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, telah menyetujui usulan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Setelah itu, Pemprov DKI Jakarta bisa melakukan tindakan-tindakan pembatasan yang dirasa perlu untuk pencegahan penyebaran COVID-19.

"Iya ditandatangani (Menkes) malam tadi (06/04)," ucap Kepala Bidang Media dan Opini Publik, Kementerian Kesehatan Busroni, saat dihubungi, Selasa (07/04).

Surat secara resmi akan dikirim hari ini. Setelah menerima surat, DKI bisa mengatur beberapa tindakan untuk pencegahan penyebaran corona.

Penerapan hukum saat PSBB berlangsung

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono, menjelaskan implementasi penerapan penegakan hukum saat PSBB diberlakukan. Pasal yang akan dikenakan terhadap pelaku tergantung dari perbuatan melawan hukumnya saat PSBB berlangsung.

"Kalau hoax ya UU ITE. Menimbun bahan pokok atau kesehatan ya ada undang-undangnya. Tergantung kegiatannya," ujar Argo kepada wartawan, Senin (06/04).

Argo menjelaskan penegakan hukum di masa PSBB tidak harus berupa pidana kurungan. Ia memastikan polisi tidak akan bertentangan dengan kebijakan Menkum HAM Yasonna Laoly untuk melepaskan narapidana umum demi mengurangi over kapasitas dan mencegah penularan corona di lapas maupun rutan.

"Itulah yang harus dipahami bahwa semua pelaku tidak harus ditahan. Bisa tahanan kota, bisa tahanan rumah, bisa tidak ditahan. Kasus tetap jalan terus, kewenangan ada di penyidik. Mana yang jadi kontraproduktif?" katanya.

Sementara, Kapolri Jenderal Idham Azis sebelumnya telah menerbitkan surat telegram yang berisi 4 kejahatan yang harus dicegah dan ditindak di masa pandemi.

Pertama, kejahatan kriminal jalanan saat arus mudik, kerusuhan/penjarahan yang dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) diatur dalam Pasal 362, 363, 365, 406 dan 170. Kedua, tindak pidana menolak atau melawan perintah petugas yang berwenang yang pelanggarannya diatur dalam Pasal 212 dan 218 KUHP dan tindak pidana menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah penyakit sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular.

Ketiga, tindak pidana menghambat kemudahan yang bunti pelanggarannya diatur dalam Pasal 77 juncto 50 ayat 1 dan Pasal 79 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Keempat, tindak pidana tidak mematuhi atau menghalangi penyelenggara karantina kesehatan sebagaimana pelanggarannya diatur dalam Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.

Pengamat: perlu aturan tegas soal larangan mudik

Sementara meski aturan PSBB telah disetujui, pemerintah pusat masih belum membuat aturan tegas soal larangan mudik dari Ibu Kota dan sekitarnya. Tanpa ketegasan, aliran mudik ke berbagai kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, sampai Jawa Timur sulit dibendung di tengah kondisi merebaknya COVID-19.

Organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah menyoroti sikap yang diambil pemerintahan Joko Widodo. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan ormas keagamaan sudah meminta masyarakat tak mudik. Seharusnya pemerintah punya sikap lebih tegas terkait kebijakan mudik tersebut.

Sementara, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai pemerintah harusnya tegas saja melarang mudik. Dengan maju mundur seperti ini hanya menambah pekerjaan banyak pihak dan memecah konsentrasi untuk penanganan virus corona.

"Kalau maju mundur gini nambahin kerjaan ke semua orang. Larang ya larang aja. Kalai dibatasi ya susah, rumit. Jadi pekerjaan tambahan aja, dan pecah konsentrasi penanganan virus corona ini," jelas Agus kepada detikcom, Selasa (07/04).

Pemerintah sendiri berencana menaikkan tarif angkutan umum agar masyarakat enggan mudik. Namun menurut Agus langkah ini hanya akan memakan waktu. Sementara itu ribuan orang sudah keburu mudik.

"Ini mau naikin tarif angkutan, tarif tol, efektif nggak? Belum mesti ada ubah aturannya segala macem, makan waktu lagi. Kalau larang kan gampang udah. 30 ribuan saya cek di Wonogiri orang udah mudik," kata Agus.

Menurutnya saat ini masyarakat dibebankan ketidakpastian, dia menjelaskan bisa saja Jakarta mudik tidak dilarang, tapi tahu-tahu di kampung halaman si pemudik ditolak keluarganya. (Ed: pkp/rap)

Baca selengkapnya: detiknews

Menkes Setujui PSBB DKI Jakarta

Polisi: Penegakan Hukum Saat Penerapan PSBB Tak Harus Ditahan

Mudik Tak Dilarang, Penanganan Corona Bisa Amburadul

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait