1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Olahraga

Psikolog: "Panitia Harusnya Bertindak Lebih Tegas"

6 September 2019

Timnas sepak bola Indonesia akhirnya harus mengakui keunggulan timnas Malaysia 2-3 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Kamis (05/09). Sayangnya, pertandingan ini diwarnai aksi tidak sportif dari supporter Indonesia.

Indonesia Malaysia WCup 2022 Fußball  Qualifikation
Foto: picture-alliance/AP Photo/T. Syuflana

Tim nasional sepak bola Indonesia harus menerima kenyataan pahit setelah gagal menjalani start manis pada laga pertama kualifikasi Piala Dunia 2022, Kamis (05/09) malam di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Jakarta. Timnas Indonesia harus mengakui keunggulan timnas Malaysia dengan skor 2-3, setelah sempat unggul 2-1 di paruh pertama. Yang lebih memprihatinkan lagi, setelah timnas kalah di kandang sendiri, para pendukungnya sempat ricuh, sehingga tim Malaysia harus mendapat pengawalan polisi saat meninggalkan stadion.

Laga ini merupakan laga kualifikasi putaran kedua di Grup G. Grup ini diisi oleh Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Uni Emirat Arab. Nantinya hanya juara dan runner-up grup yang berhak lolos ke putaran ketiga. Di waktu yang bersamaan, berlangsung pertandingan antara timnas Vietnam dan timnas Thailand yang berakhir imbang 0-0.

Terdapat catatan penting dalam laga ini, yaitu Indonesia dinilai gagal menjadi tuan rumah yang baik akibat ulah sejumlah supporter yang bersikap tidak sportif. Seperti yang diketahui intensitas setiap pertemuan antara kedua tim terbilang tinggi, terkait sejarah rivalitas kedua negara.

Dari sebelum pertandingan dimulai pun, supporter tuan rumah yang berjumlah sekitar 50 ribu orang sudah mengejek dan melontarkan kata-kata kasar kepada supporter Malaysia. Bahkan dari tribun selatan, mereka kompak membuat rangkaian huruf yang berbunyi kalimat ejekan. Bahkan pada babak kedua pertandingan sempat dihentikan dikarenakan sejumlah supporter Indonesia turun ke tepi lapangan dan menghampiri supporter Malaysia dan melempari mereka dengan botol plastik.

Diketahui supporter tim tamu yang hadir yakni berjumlah 500 orang, termasuk di antaranya Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia, Syed Saddiq.

Aparat dan penjaga keamanan mengawal pemain dan supporter Malaysia meninggalkan stadion setelah fans timans Indonesia membuat kericuhanFoto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim

Atmosfer kompetisi

Kepada DW Indonesia, Psikolog Universitas Indonesia Amarina Ariyanto menyampaikan bahwa suatu kompetisi memang sangat rentan untuk memunculkan emosi, terlebih lagi dalam situasi yang melibatkan orang dalam jumlah massal. Ia pun menilai sejarah panjang antara Indonesia dan Malaysia menjadi faktor penting kenapa kericuhan tersebut terjadi.

"Tidak dalam kondisi berkompetisi pun antar Indonesia dan Malaysia pun sudah ada sejarah panjang yang terkait emosi banyak orang-orang Indonesia, dari batik dan belum lama taksi. Ada sejarah dan emosi yang sudah laten dan menjadi lebih mudah dipicu,” ujar Amarina.

Terlebih lagi fanatisme supporter akan timnas Indonesia yang tinggi semakin memunculkan emosi tersebut. Dalam ilmu psikologi ada konsep yang dikenal dengan nama deinviduasi dimana seseorang kehilangan kesadaran akan dirinya sendiri.

"Saya rasa supporter Indonesia sangat mendukung timnas, kalau udah ngefans objektifitas sudah jauh. Pokoknya Garuda harus menang, nalar tidak lagi bekerja. Sudah lazim, situasi massal dia tidak menjadi dirinya,” jelasnya saat dihubungi DW Indonesia.

Ia menambahkan bahwa atmosfer SUGBK pun dinilai juga berperan dalam kericuhan semalam. "Suasana SUGBK itu atmosfer stadion berperan, ada bendera, ada Indonesia Raya, ada teriakan, ada supporter Malaysia yang kalau senyum sedikit saja sudah kita anggap meledek,” terang Amarina.

Ia beranggapan tidak adanya tindakan tegas dari panitia pertandingan menyebabkan hal ini kerap kali terjadi kala timnas bertanding melawan negara lain. "Kalau tahu ada hukuman mungkin mereka akan menahan diri, tapi karena ramai-ramai jadi mereka merasa bebas, habis melempar kita bisa ngumpet di antara keramaian. Apalagi ini anak muda yang secara emosi menikmati berbuat keras, ekstrem,” pungkasnya.

"Antara Indonesia dan Malaysia ada sejarah dan emosi yang sudah laten dan mudah dipicu," kata psikolog UI Amarina AriyantoFoto: AP

Sebagai buntutnya para supporter Harimau Malaya harus dievakuasi ke area bawah SUGBK dan tertahan selama tiga jam. Mereka baru bisa meninggalkan stadion pada pukul 00:45 WIB. Para pemain timnas Malaysia juga harus menaiki kendaraan taktis (rantis) barracuda saat pulang menuju Hotel Mulia. Hal ini dimaksudkan untuk mengelabui supporter Indonesia yang bertindak anarkis pasca pertandingan.

Jalan pertandingan

Jalannya pertandingan, timnas Indonesia sudah mampu membuka keunggulan melalui penyelesaian cantik penyerang naturalisasi Beto Goncalves pada menit 12 sebelum Malaysia menyamakan kedudukan lewat Mohamadou Sumareh pada menit 37. Namun Beto kembali menggandakan kenggulan Indonesia 2 menit setelahnya. Strategi penyerangan yang agresif dan passing cepat terlihat berhasil diterapkan anak-anak asuhan pelatih Simon McMenemy di paruh babak pertama.

Setelah turun minum terlihat semua pemain Indonesia mulai kelelahan dan kehilangan fokus. Hal ini harus dibayar mahal, karena Malaysia berhasil membalikkan kedudukan menjadi 2-3 lewat sundulan Syafiq Ahmad di menit 66 dan sepakan Mahamadou Sumareh yang lagi-lagi menggetarkan gawang Andritany di penghujung laga (90+7).

 "Ketika Ricky Fajrin cedera dan harus diganti di babak kedua itu pun akibat dari kelelahan. Seharusnya para pemain bisa mendapatkan kenyamanan di Liga 1. Mereka seharusnya diberikan jadwal liga yang rapi, tidak bisa pemain berlaga terus menerus,” ujar pelatih timnas Indonesia, Simon McMenemy, saat dimintai keterangan usai pertandingan dikutip dari kantor berita Antara.

rap/hp (dari berbagai sumber)