Puluhan Pejabat Vietnam Diadili atas Kasus Suap saat Pandemi
11 Juli 2023
Sebanyak lebih dari 50 pejabat Vietnam, termasuk menteri senior, diadili atas skandal kasus suap penerbangan repatriasi selama pandemi wabah COVID-19.
Iklan
Lebih dari 50 pejabat Vienam diadili pada hari Selasa (11/07), atas dugaan kasus korupsi terkait penerbangan repatriasi selama pandemi COVID-19. Skandal tersebut juga menyebabkan beberapa menteri senior pemerintah akhirnya dipecat.
Kasus ini adalah bagian dari gerakan antikorupsi besar-besaran, yang juga membuat Presiden Nguyen Xuan Phuc mendadak mengundurkan diri pada awal tahun ini. Langkah besar itu sebelumnya tidak pernah terjadi di negara komunis Vietnam, di mana perubahan politik biasanya dilakukan dengan sangat hati-hati.
Pada Selasa (11/07) pagi, media pemerintah Vietnam merilis foto-foto para terdakwa yang mengenakan masker, saat mereka digiring oleh polisi berseragam ke gedung pengadilan di pusat Kota Hanoi, tempat di mana para terdakwa akan menjalani pemeriksaan keamanan.
Siapa saja yang diadili?
Di antara para terdakwa yang diadili, termasuk mantan Wakil Wali Kota Hanoi Chu Xuan Dung dan mantan Duta Besar Vietnam untuk Jepang Vu Hong Nam. Masing-masing dari mereka telah memberikan lebih dari US$75.000 (sekitar Rp1,1 miliar) kepada negara sebagai "uang ganti rugi," tulis media pemerintah, VNExpress.
Iklan
Awal pekan ini, surat kabar milik pemerintah Thanh Nien, juga mengatakan bahwa jaksa penuntut akan menjatuhkan dakwaan kepada "21 pejabat dan pegawai negeri... karena menerima hampir US$7 juta (setara Rp106 miliar) lebih dari 100 perusahaan untuk menangani prosedur administratif repatriasi".
Sedangkan, 33 orang lainnya akan menghadapi berbagai dakwaan lain, termasuk "menawarkan atau menjadi perantara kasus suap, penipuan, dan penyalahgunaan wewenang," tulis surat kabar tersebut.
Jumlah total uang yang terlibat dalam kasus suap tersebut mencapai total US$9,5 juta (setara Rp144 miliar), tulis Thanh Nien pada hari Senin (10/07). Jumlah tersebut termasuk dana suap sebesar US$2,65 juta (setara Rp40 miliar), yang diberikan kepada pejabat polisi untuk menghindari penuntutan, tambah surat kabar tersebut.
'Ngerinya' Hukuman Bagi Pelaku Korupsi di Negara Lain
Berbagai macam hukuman dijatuhkan bagi para pelaku korupsi di berbagai penjuru dunia. Tak sedikit yang membuat ciut nyali. Simak daftarnya.
Foto: picture-alliance/K. Ohlenschläger
Hukuman Mati di Cina
Cina dikenal sebagai salah satu negara yang paling keras dalam menindak pelaku korupsi. Mereka yang terbukti merugikan negara lebih dari 100.000 yuan atau setara 215 juta rupiah akan dihukum mati. Salah satunya Liu Zhijun, mantan Menteri Perkeretaapian China ini terbukti korupsi dan dihukum mati. Vonis ini marak diberlakukan semenjak Xi Jinping menjabat sebagai presiden negeri tirai bambu tersebut
Foto: Reuters/M. Schiefelbein
Hukum Gantung di Malaysia
Sejak tahun 1961, Malaysia sudah mempunyai undang-undang anti korupsi bernama Prevention of Corruption Act. Kemudian pada tahun 1982 Badan Pencegah Rasuah (BPR) dibentuk untuk menjalankan fungsi tersebut. Pada 1997 Malaysia akhirnya memberlakukan undang-undang Anti Corruption Act yang akan menjatuhi hukuman gantung bagi pelaku korupsi.
Foto: Imago/imagebroker
Bunuh Diri di Jepang
Jepang tidak mempunyai undang-undang khusus mengenai korupsi. Di sini pelaku korupsi akan diganjar hukuman maksimal 7 tahun penjara. Namun karena budaya malu di negeri matahari terbit ini masih sangat kuat, korupsi bak aib besar bagi seorang pejabat negara. Tahun 2007 silam Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Toshikatsu Matsuoka melenyapkan nyawa sendiri di tengah skandal korupsi.
Foto: AP
Jerman Minta Balik Dana Korupsi
Korupsi juga terjadi di negara-negara maju di Eropa, salah satunya Jerman. Negeri di jantung Eropa ini sebetulnya sudah memiliki sistem transparansi keuangan yang baik. Namun, jika seseorang terbukti korupsi ia wajib mengembalikan seluruh uang yang dikorupsi dan mendekam rata-rata lima tahun di penjara.
Foto: Getty Images/M. MacMatzen
Dikucilkan di Korea Selatan
Di negeri ginseng ini para pelaku korupsi akan mendapatkan sanksi sosial yang luar biasa. Mereka akan dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarganya sendiri. Salah satu contohnya mantan presiden Korea Selatan, Roh Moo Hyun. Karena dikucilkan oleh keluarganya dan tak kuat menahan rasa malu atas kasus korupsi yang menjeratnya, ia memilih bunuh diri dengan lompat dari tebing.
Foto: picture alliance/AP Photo/L.Jin-man
Denda Raksasa di Amerika
Amerika tidak menerapkan hukuman mati bagi para pelaku koruptor di negaranya karena alasan hak asasi manusia. Biasanya para pelaku koruptor akan divonis 5 tahun penjara plus membayar denda sebesar 2 juta dollar. Adapun mereka yang masuk kedalam kategori kasus korupsi berat, terancam hukuman kurung maksimal 20 tahun penjara.
Foto: Getty Images/AFP/O. Kose
Hukuman Ringan Ditambah Remisi di indonesia
Indonesia diketahui terus berbenah dalam memerangi tindak pidana korupsi. Salah satunya dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002. Di Indonesia pelaku korupsi divonis maksimal 20 tahun penjara, namun terkadang itu juga tidak diterapkan sampai akhir. Nantinya mereka akan mendapatkan remisi. Tak sedikit juga yang divonis dengan hanya tiga atau empat tahun penjara. (rap/rzn)
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
Terancam hukuman mati
Setidaknya 18 terdakwa, termasuk mantan Wakil Menteri Luar Negeri To Anh Dung dan mantan Asisten Wakil Perdana Menteri Nguyen Quang Linh, terancam menghadapi hukuman mati jika mereka terbukti bersalah.
Mantan Sekretaris Wakil Menteri Kesehatan Pham Trung Kien juga diduga telah menerima 253 kasus suap selama 11 bulan, dengan total dana suap yang diterima sebesar US$1,8 juta (setara Rp27,2 miliar), ungkap VNExpress pada hari Selasa (11/07).
Pada awal tahun 2020, Vietnam telah menutup diri dari dunia luar dalam upaya memperlambat penyebaran virus corona dan menyelenggarakan hampir 800 penerbangan khusus untuk membawa pulang warganya dari 60 negara.
Namun, warga Vietnam harus menghadapi prosedur yang rumit dan wajib membayar harga tiket pesawat serta biaya karantina yang sangat mahal untuk bisa kembali pulang ke Vietnam, menurut laporan media resmi Vietnam.
To Anh Dung diduga telah menerima dana suap sebesar US$910.000 (setara Rp13,7 miliar), untuk menambahkan beberapa perusahaan ke dalam daftar penyedia penerbangan repatriasi.
Koruptor Paling Tamak Dalam Sejarah
Hampir tidak ada diktatur di dunia yang tidak menilap uang negara. Tapi ketika sebagian puas dengan vila atau jet pribadi, yang lain rakus tanpa henti. Berikut daftar koruptor yang paling getol mengumpulkan uang haram
Foto: AP
#1. Soeharto, Indonesia
Selama 32 tahun berkuasa di Indonesia, Suharto dan keluarganya diyakini menilap uang negara antara 15 hingga 35 miliar US Dollar atau sekitar 463 trilyun Rupiah. Jendral bintang lima ini lihai menyembunyikan kekayaannya lewat berbagai yayasan atau rekening rahasia di luar negeri. Hingga kini kekayaan Suharto masih tersimpan rapih oleh keluarga Cendana
Foto: picture alliance/CPA Media
#2. Ferdinand Marcos, Filipina
Ferdinand Marcos banyak menilap uang negara selama 21 tahun kekuasaanya di Filipina. Menurut Transparency International, ia mengantongi setidaknya 10 milyar US Dollar. Terutama isterinya, Imelda, banyak menikmati uang haram tersebut dengan mengoleksi lebih dari 3000 pasang sepatu. Imelda kini kembali aktif berpolitik dan ditaksir memiliki kekayaan sebesar 22 juta USD
Foto: picture-alliance/Everett Collection
#3. Mobutu Sese Seko, Zaire
Serupa Suharto, Mobutu Sese Seko berkuasa di Zaire selama 32 tahun. Sang raja lihai memainkan isu invasi negara komunis Angola untuk mengamankan dukungan barat. Ketika lengser, Mobutu Sese Seko menilap hampir separuh dana bantuan IMF sebesar 12 milyar US Dollar untuk Zaire dan meninggalkan negaranya dalam jerat utang.
Foto: AP
#4. Sani Abacha, Nigeria
Cuma butuh waktu lima tahun buat Sani Abacha untuk mengosongkan kas Nigeria. Antara 1993 hingga kematiannya tahun 1998, sang presiden meraup duit haram sebesar 5 milyar US Dollar atau sekitar 66 trilyun Rupiah. Sesaat setelah meninggal, isterinya lari ke luar negeri dengan membawa 38 koper berisi uang. Polisi kemudian menemukan perhiasan senilai jutaan dollar ketika menggeledah kediaman pribadinya
Foto: I. Sanogo/AFP/Getty Images
#5. Slobodan Milosevic, Serbia
Slobodan Milosevic yang berkuasa di Serbia antara 1989-1997 dan kemudian Yugoslavia hingga 2000 tidak cuma dikenal berkat serangkaian pelanggaran HAM berat yang didakwakan kepadanya, melainkan juga kasus korupsi. Selama berkuasa Milosevic diyakini menilap uang negara sebesar 1 milyar US Dollar atau sekitar 13 trilyun Rupiah.
Foto: picture-alliance/dpa/dpaweb
#6. Jean-Claude Duvalier, Haiti
Selama 15 tahun kekuasaannya di Haiti, Jean-Claude Duvalier tidak cuma bertindak brutal terhadap oposisi, tetapi juga rajin mengalihkan uang negara ke rekening pribadinya di Swiss. Saat kembali dari pengasingan 2011 silam, Duvalier didakwa korupsi senilai 800 juta US Dollar.
Foto: picture-alliance/AP/Dieu Nalio Chery
#7. Alberto Fujimori, Peru
Alberto Fujimori berkuasa selama 10 tahun di Peru. Buat pendukungya, dia menyelamatkan Peru dari terorisme kelompok kiri dan kehancuran ekonomi. Tapi Fujimori punya sederet catatan gelap, antara lain menerima uang suap dan berbagai tindak korupsi lain. Menurut Transparency International ia mengantongi uang haram sebesar 600 juta US Dollar atau sekitar 8 trilyun Rupiah.
Foto: picture-alliance/dpa
7 foto1 | 7
Pembersihan antikorupsi di Vietnam
Kasus korupsi ini muncul sebagai bagian dari pembersihan antikorupsi yang telah melibatkan sejumlah transaksi selama respons pandemi COVID-19 berlangsung di Vietnam.
Pada awal tahun ini, Majelis Nasional telah memberhentikan Pham Binh Minh dan Vu Duc Dam dari posisi mereka, di mana Minh merupakan mantan Menlu Vietnam, sementara Dam bertanggung jawab atas penanganan pandemi COVID-19 di negara itu.
Setidaknya 100 pejabat dan pebisnis, termasuk asisten Dam, telah ditangkap sehubungan dengan skandal yang melibatkan distribusi alat tes COVID-19 di Vietnam.
Pembersihan yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Komunis Nguyen Phu Trong, juga menjatuhkan Presiden Phuc, yang "bertanggung jawab secara politis" atas kekurangan para pejabatnya, demikian pernyataan komite pusat partai itu.
Pengadilan terbuka atas kasus korupsi penerbangan repatriasi, yang merupakan hasil dari investigasi selama satu tahun dan melibatkan lebih dari 100 pengacara itu akan dijadwalkan berlangsung selama satu bulan ke depan.