1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiPakistan

Puluhan Perusahaan Farmasi Pakistan Terancam Gulung Tikar

Jamila Achakzai
4 Maret 2023

Industri farmasi Pakistan memperingatkan bahwa puluhan perusahaan farmasi terpaksa akan tutup karena biaya produksi yang tidak terjangkau akibat devaluasi mata uang, kelangkaan pasokan dan lonjakan inflasi.

Apotek di Islamabad mengalami kelangkaan obat
Apotek di Islamabad mengalami kelangkaan obatFoto: Farooq Naeem/AFP

Krisis farmasi di Pakistan makin genting di tengah penundaan pencairan dana pinjaman penting dari Dana Moneter Internasional IMF senilai hingga USD 1,1 miliar, yang dimaksudkan untuk talangan krisis ekonomi berat.

Produksi obat-obatan di negara Asia Selatan itu telah anjlok sebesar 21,5% dalam beberapa bulan terakhir - terutama karena penolakan yang berkepanjangan dari bank komersial untuk memfasilitasi impor bahan mentah.

Syed Farooq Bukhari, ketua Asosiasi Produsen Farmasi Pakistan, mengatakan kepada DW bahwa bank-bank kembali menerbitkan letter of credit (LC) pada Januari tahun ini sebagai jaminan formal untuk membayar impor. Namun mengingat cadangan devisa yang rendah, bank hanya mengabulkan sekitar 50% dari permintaan importir barang.

Bukhari mengatakan bahwa dengan hanya 50% dari permintaan LC diluluskan, telah mengakibatkan "kekurangan obat serta penimbunan oleh grosir dan pengecer" di berbagai tempat.

Toko obat di KarachiFoto: Rizwan Tabassum/AFP

Tidak ada kesepakatan dengan IMF

Para pejabat menyalahkan masalah LC pada cadangan devisa negara yang sangat rendah dan bersikeras bahwa itu akan berlangsung sampai IMF merilis tahap bailout USD 1,1 miliar. Bulan lalu, tim negosiator IMF mengadakan pembicaraan dengan Menteri Keuangan Pakistan Ishaq Dar di Islamabad, tetapi tidak mencapai kesepakatan untuk pengucuran dana.

Sebagian besar obat-obatan dan produk farmasi lainnya yang diproduksi di Pakistan menggunakan bahan baku impor, yang nilainya melangit didorong oleh devaluasi besar-besaran mata uang Pakistan Rupee selama setahun terakhir. Harga eceran obat di Pakistan ditetapkan oleh pemerintah pusat berdasarkan rekomendasi dari Drug Regulatory Authority of Pakistan, DRAP.

DRAP sebelumnya merekomendasikan kenaikan harga obat sebesar 38,5%, tetapi pemerintahan Perdana Menteri Shahbaz Sharif menolak permintaan industri itu karena khawatir reaksi publik yang sudah frustasi dengan lonjakan inflasi sekitar 31,5 persen. DRAP baru-baru ini menyetujui kenaikan sedikit untuk harga 19 obat, termasuk pereda nyeri dan penurun demam - sebuah langkah yang ditolak oleh industri karena dianggap tidak cukup.

Syed Farooq Bukhari mengatakan produksi untuk beberapa obat menjadi tidak layak karena nilai dolar AS melonjak tajam dari 230 menjadi sekitar 270 Rupee Pakistan hanya dalam hitungan minggu. Sementara tarif bahan bakar dan biaya utilitas juga meningkat.

"Empat MNC (perusahaan farmasi multinasional) telah meninggalkan Pakistan…, sementara 40 perusahaan lokal secara resmi memberi tahu kami bahwa mereka akan tutup karena biaya produksi yang tidak terjangkau," katanya.

Kekurangan obat dan penundaan operasi

Perusahaan farmasi juga mengeluhkan sejumlah kapal dan peti kemas yang membawa bahan baku dan peralatan medis yang diimpor dari Cina, Eropa, dan Amerika Serikat tertahan di pelabuhan karena penundaan pembayaran akibat kelangkaan dolar di pasar.

Perdana Menteri Pakistan Shahbaz Sharif telah membentuk komite dua bulan lalu untuk menyelidiki masalah industri farmasi, tetapi belum melakukan pertemuan dengan produsen obat. Sementara itu, krisis yang semakin dalam mengancam perawatan pasien serta ratusan ribu pekerjaan.

Dokter di Poliklinik Negeri Isalamabad - rumah sakit publik kedua terbesar di ibu kota - mengkonfirmasi kelangkaan obat dan mengatakan antara lain Ketaconzole (obat infeksi jamur), injeksi Risek (obat masalah gastroesophageal), Vita 6 (obat tuberkulosis), Treviament (obat diabetes), Neuromet (obat anemia dan kerusakan saraf), dan suntikan Herparin (obat pengencer darah).

Muhammad Waheed, seorang salesman di Najeeb Pharmacy, Islamabad, mengatakan Arinac (obat pilek dan sinusitis) dan obat tiroid sudah lama tidak tersedia. Ada juga laporan bahwa rumah sakit pemerintah telah menunda operasi-operasi penting karena tidak tersedianya, atau kekurangan, oksigenator impor, stent koroner, kit transplantasi, dan jarum suntik. (hp/yf)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait