1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Putin Kokohkan Landasan Kekuasaan di Masa Depan

17 April 2008

Vladimir Putin sudah memantapkan posisi untuk mempertahankan kekuasaannya di Rusia.

Putin di depan kongres Partai Rusia Bersatu, yang mengangkatnya sebagai ketuaFoto: AP

Pengangkatan Vladimir Putin, presiden Rusia yang akan segera mengakhiri jabatannya menjadi ketua partai Rusia Bersatu disoroti sejumlah harian internasional.

Harian konservatif Hungaria Magyar Hirlap yang terbit di Budapest berkomentar:

Di hari-hari terakhir masa jabatannya sebagai presiden, Vladimir Putin mengambil alih jabatan baru untuk menunjukkan dengan jelas kepada semua pihak, bahwa ia tetap berkuasa di Rusia. Penerusnya Dmitri Medvedev hendak menjadi pemimpin yang baik, tapi hal itu tidak akan dapat menjadi kenyataan. Sebab tembok tebal di Kremlin juga memiliki pemikirannya sendiri. Meyakini bahwa Putin yang dijuluki beruang Rusia tidak akan kembali menunjukkan taringnya, adalah pemikiran yang amat naiv.


Sementara harian Luxemburg Luxemburg Wort berkomentar:

Vladimir Putin tahu persis kekuatan dan kelemahan sebuah struktur besar partai komunis di sebuah negara yang amat rumit seperti Rusia. Bagi Eropa atau bahkan untuk dunia, Putin adalah tokoh yang relatif tidak terlalu jahat. Lalu bagaimana bagi warga Rusia? Komunisme kini diganti dengan korupsi. Tapi struktur kekuasaan partai tetap dipertahankan. Tidak mengherankan, jika ingatan kita kembali ke masa Uni Sovyet, melihat pengangkatan Putin menjadi ketua partai terbesar Rusia, dikaitkan dengan jabatannya sebagai perdana menteri. Semua itu terutama untuk mempertahankan kekuasaan dan nepotisme.

Selain itu, kunjungan Paus Benediktus XVI ke Amerika Serikat juga dikomentari sejumlah harian internasional. Vatikan menilai perlu melibatkan lebih jauh warga AS yang mengaku religius.

Harian Inggris Guardian yang terbit di London berkomentar:

Khotbah dan pernyataan yang disampaikan Paus Benediktus XVI di Amerika Serikat menyangkut gaya hidup dan sikap moral, diperiksa dahulu secara teliti. Pernyataannya di Gedung Putih samasekali tidak menyinggung masalah tersebut. Akan tetapi daftar dari tema yang amat peka yang dibawa Paus cukup panjang, mulai dari penelitian sel induk, pengguguran kandungan, politik imigrasi, perang Irak hingga ke perubahan iklim global. Memang tidak logis, jika Paus yang melakukan perjalanan amat jauh dan di AS menjadi pusat perhatian umum, tidak mengulas tema-tema itu secara mendasar.

Harian konservatif Austria Die Presse yang terbit di Wina berkomentar:

Negara yang dikunjungi Paus Benediktus XVI kali ini adalah AS yang akan menjadi kawasan inti bagi perkembangan gereja di masa depan. Paus tahu persis dan menghargai sayap cendekiawan kelompok konservatif, yang memiliki posisi cukup kuat di AS. Yang paling penting dari kunjungan itu adalah, seberapa besar impuls yang disampaikan Paus kepada Katolik di AS dan sebaliknya. Bukan hanya untuk menuntaskan skandal pelecehan seksual oleh para pastor di sana, yang secara memalukan ditanggapi amat lamban oleh Vatikan. Karena disadari, jika citra para pastor di sana dapat dibersihkan, pengaruh kuat dari gereja di AS akan sulit dibendung lagi. (as)