Presiden Rusia, Vladimir Putin, menilai proposal yang diajukan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, bisa melandasi perundingan damai di Ukraina. Menurutnya, perang antara NATO dan Rusia cuma akan menghasilkan pecundang
Iklan
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dalam lawatannya di Moskow, Rusia, Senin (7/6), berharap pertemuannya dengan Presiden Vladimir Putin akan membantu meredakan ketegangan di Ukraina. Dia menggarisbawahi tanggungjawab semua pihak untuk menjamin perdamaian.
"Diskusi ini bisa menjadi awal menuju sasaran kita bersama, yakni de-eskalasi,” kata Macron di awal pertemuan.
Dia berharap Putin mau bekerjasama "menghindari perang” dan "membangun rasa saling percaya, stabilitas dan visibilitas bagi semua orang.” Untuk itu, Macron mengajukan proposal peta jalan damai yang mengandung "jaminan keamanan konkret” bagi Rusia.
Proposal tersebut mengajukan prasyarat inisiatif kedua pihak untuk tidak mengambil langkah militer baru, membuat dialog strategis dan upaya menghidupkan perundingan damai di Donbass, antara pemberontak pro-Rusia dan pemerintah Ukraina.
"Presiden Putin menjamin kepada saya bahwa dia siap mendukung dan mempertahankan stabilitas, serta keutuhan wilayah Ukraina,” kata Macron lebih lanjut.
"Eropa tidak akan aman jika Rusia tidak aman,” imbuh presiden Prancis ini. Namun begitu, Macron menegaskan keinginan Rusia mendorong terbentuknya tatanan keamanan baru di Eropa, tidak bisa dicapai dengan mengharamkan hak Ukraina atau Georgia untuk bergabung dengan NATO.
Iklan
Apa yang Putin katakan?
Presiden Rusia mengakui dirinya berbagi kekhawatiran yang sama dengan Paris seputar situasi keamanan di Eropa, dan juga menegaskan bahwa Prancis berusaha membantu meredakan ketegangan di Ukraina sudah sejak beberapa tahun.
Putin mengatakan pertemuannya dengan Macron berguna, substantif dan berorientasi bisnis. Menurut presiden Rusia ini, gagasan Macron "realistis” dan bisa melandasi sikap bersama untuk mengawali putaran damai di Ukraina.
Apa Arti Warna dari Sebuah Revolusi?
Dari baju hitam yang dipakai demonstran Hong Kong, sampai spanduk oranye yang digunakan demonstran Ukraina, beginilah cara mereka mengadopsi warna untuk mewakili gerakan perubahan.
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
Hong Kong berpakaian hitam
Hitam, yang dipilih karena berkaitan dengan berkabung dan duka, adalah warna pilihan ratusan ribu demonstran yang turun ke jalan di Hong Kong untuk memperjuangkan demokrasi di metropolis mereka. Demonstran penentang, yang mendukung walikota pro Beijing, memilih putih untuk membedakan diri.
Foto: AFP/H. Retamal
Revolusi payung kuning Hong Kong
Aksi protes Hong Kong tidak selalu hitam putih. Di tahun 2014 pada masa yang disebut Revolusi Payung, para demonstran menuntut diadakannya pemilu yang bebas dan reformasi-reformasi demokratis untuk kota semi otonom mereka. Payung-payung kuning dipilih sebagai simbol. Para demonstran menggunakannya untuk menangkis gas air mata yang ditembakkan polisi.
Foto: AFP/Getty Images/A. Wallace
Oranye pilihan Ukraina
Menggantikan warna merah, yang sering dikaitkan dengan komunisme pada zaman Uni Soviet, oranye adalah warna pilihan pihak oposisi pada masa “Revolusi Oranye” Ukraina di tahun 2004. Selama 17 hari di musim dingin Ukraina yang keras, warga dari berbagai kelas sosial bersatu untuk mendukung kandidat oposisi Viktor Yushenko.
Foto: Sergey Dolzhenko/picture-alliance/dpa
Revolusi Safron di Myanmar
Demonstrasi damai di Myanmar pada tahun 2007 menjadi terkenal dengan warna safron, yang merupakan warna khas jubah biksu Buddha. Di garis depan aksi protes menentang pemerintah militer, mahasiswa dan aktivis politik ikut bergabung dengan para biksu. Banyak perempuan juga ikut berdemonstrasi.
Foto: picture alliance/AP Photo
Revolusi Kuning Filipina
Setelah tiga tahun berdemonstrasi menentang presiden Ferdinand Marcos dan rezimya dari tahun 1983 sampai 1986, warga Filipina memenangkan sebuah revolusi damai. Ini sering disebut sebagai “Revolusi Kuning” karena warna pita yang dipegang para demonstran ketika berkumpul. Foto ini menunjukkan konfeti kuning yang dilemparkan untuk mengenang hari peringatan revolusi tersebut pada tahun 2013.
Foto: imago
Gerakan Hijau Iran
Warna hijau dianggap sebagai warna Islam dan dipilih oleh para demonstrantan yang menentang pemerintah pada masa pemilihan umum di Iran tahun 2009-2010. Para demonstran menuduh rezim waktu itu memalsukan hasil pemilihan. Rezimnya bereaksi dengan cepat, melukai para demonstran yang tidak berdaya dan menahan sekitar 4.000 orang. Sekarang aksi demonstrasi ini masih disebut sebagai “Gerakan Hijau”.
Foto: picture-alliance/dpa/Stringer
Revolusi warna-warni Makedonia
Kenapa memilih satu warna saja jika bisa menggunakan semuanya? Untuk memprotes menentang keputusan pemerintah untuk menghentikan penyelidikan dalam skandal penyadapan pada tahun 2016, para demonstran Makedonia berkumpul di ibu kota negara ini pada pertengahan April untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka. Banyak yang melemparkan cat berwarna-warni ke gedung-gedung pemerintah.
Foto: Getty Images/AFP/R. Atanasovski
Revolusi Anyelir di Portugal
Berbagai bunga juga digunakan untuk melambangkan protes penting di sejarah modern. Setelah kudeta sukses di Portugal pada tanggal 25 April 1974, yang mengakhiri kediktatoran selama bertahun-tahun, warga yang sangat gembira merayakan ini dengan menaruh anyelir merah di senjata-senjata para pejuang mereka. Ini adalah bentuk mekarnya sebuah era demokrasi baru, yang diikuti oleh Spanyol dan Yunani.
Foto: picture-alliance/dpa/M. de Almeida
Revolusi Anggur di Moldova
Di Moldova, “Revolusi Anggur” adalah nama yang diberikan kepada aksi protes menentang hasil pemilu pada tahun 2009. Setelah partai komunis menang, para demonstran turun ke jalan. Nama ini dilaporkan mengacu kepada banyak kebun anggur yang ada di Moldova. Revolusi ini tidak berkembang sampai sebesar yang terjadi di negara-negara mantan Uni Soviet lainnya, seperti di Ukraina.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Doru
Revolusi Melati di Tunisia?
Selama 28 hari pada tahun 2011, warga Tunisia turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran dan kondisi hidup yang miskin. Menariknya, nama “Revolusi Melati” populer di media Barat, tetapi tidak di Tunisia sendiri. Sebaliknya, rakyat Tunisia menyebut ini sebagai “Revolusi Kehormatan”, karena penggulingan Presiden Ben Ali pada tahun 1987 sudah disebut “Revolusi Melati”. (ag/pkp)
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
10 foto1 | 10
Dia juga berharap agar situasi di Ukraina bisa diselesaikan secara damai, dan bahwa "Rusia akan melakukan semua hal untuk mencapai kompromi dengan barat.”
Namun begitu Putin mengancam jika Ukraina bergabung dengan NATO dan berusaha merebut kembali wilayah Krimea, negara-negara Eropa akan terseret ke dalam konflik bersenjata dengan Rusia. Skenario tersebut "tidak punya pemenang,” katanya.
Putin menuduh NATO menempatkan Rusia dalam posisi "musuh,” Dia menolak asumsi bahwa aliansi yang dibentuk AS dan Eropa adalah semata pakta pertahanan, dengan merujuk pada kampanye militer yang dilancarkan NATO di Irak, Libya, Afganistan dan Yugoslavia.
Merespons kritik terkait mobilisasi militer Rusia di perbatasan Ukraina, Putin mengatakan "NATO ingin mengajari kami tentang pergerakan pasukan di wilayah kami sendiri dan menggambarkannya sebagai ancaman invasi Rusia terhadap Ukraina.”
Preside Rusia itu bahkan balik menuduh NATO "memindahkan infrastruktur militer mendekati perbatasan Rusia,” dan memperkuat militer Ukraina dengan persenjataan dan pelatihan.