Putra Raja Thailand Desak Diskusi soal Hukum Lese Majeste
20 September 2023
Putra raja Thailand menyerukan diskusi terbuka mengenai undang-undang yang melarang penghinaan terhadap keluarga kerajaan, sebuah topik sensitif yang telah menyebabkan ratusan orang diadili dalam beberapa tahun terakhir.
Iklan
Vacharaesorn Vivacharawongse, putra kedua Raja Maha Vajiralongkorn, menyampaikan usulan untuk diskusi terbuka membahas undang-undang yang melarang penghinaan terhadap keluarga kerajaan, setelah mengunjungi sebuah pameran di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (19/09). Ekshibisi tersebut menyoroti orang-orang yang dituntut berdasarkan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand yang ketat.
Undang-undang, yang sering disebut sebagai 112 sesuai pasal hukum pidana itu, melindungi raja dan keluarga dekatnya dari hampir semua kritik. Siapa yang melanggar dapat menerima hukuman penjara yang berat.
"Saya hadir sebagai warga negara Thailand yang mencintai dan menghormati monarki. Namun, saya percaya bahwa ‘mengetahui' lebih baik daripada ‘tidak mengetahui',” tulis Vacharaesorn dalam bahasa Thailand di Facebook.
"Setiap orang harus berbagi pendapat berdasarkan pengalaman yang berbeda.”
Ia menulis bahwa mengabaikan opini tidak membuat opini tersebut hilang.
"Karena itu, saya yakin mendengarkan mereka adalah hal yang baik,” tulis pria berusia 42 tahun itu.
Humor dan Kreativitas di Tengah Represi Protes Thailand
Ban bebek karet hingga protes bertema Harry Potter, mewarnai unjuk rasa menuntut pengunduran diri PM Prayuth Chan-ocha, reformasi monarki, dan konstitusi baru. Kultur pop aksi protes Thailand menarik perhatian dunia.
Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
Ban bebek karet: simbol baru demokrasi
Ban bebek karet kini muncul sebagai simbol baru gerakan pro demokrasi Thailand. Ban bebek karet itu awalnya digunakan untuk mengolok pihak berwenang yang menutup gedung parlemen, yang terletak di tepi sungai Bangkok. Namun, saat pihak berwenang membubarkan pengunjuk rasa dengan meriam air, ban bebek karet itu spontan digunakan oleh demonstran sebagai perisai.
Foto: Sirachai Arunrugstichai/Getty Images
Salam tiga jari ala The Hunger Games
Salam tiga jari ala film "The Hunger Games" telah menjadi simbol utama perlawanan terhadap monarki. Isyarat perlawanan pertama kali muncul pada tahun 2014 sebagai bentuk pembangkangan diam-diam terhadap rezim militer PM Prayuth Chan-ocha, yang merebut kekuasaan melalui kudeta. Referensi kultur pop ini membantu para demonstran menarik perhatian baik dari komunitas domestik maupun internasional.
Foto: Sirachai Arunrugstichai/Getty Images
Dinosaurus: mentalitas ketinggalan zaman
Selama protes, sekelompok aktivis yang dikenal sebagai "Bad Students" menjuluki pemerintah sebagai "dinosaurus" karena pola pikir mereka yang ketinggalan zaman. Para aktivis menyebut diri mereka sebagai "meteorit" yang dapat membuat para pejabat pemerintah punah jika mereka terus menolak untuk berubah. Para aktivis "Bad Students" ini juga menuntut perbaikan sistem pendidikan Thailand yang lamban.
Foto: Sirachai Arunrugstichai/Getty Images
Protes bertema Harry Potter
Mengkritik monarki adalah hal yang tabu di Thailand. Hukum lese majeste negara itu mengatur bahwa warga negara yang "tak hormat" terhadap monarki dianggap sebagai kejahatan. Demonstran menyindir Raja Maha Vajiralongkorn sebagai Lord Voldemort. Dalam film Harry Potter, Voldemort disebut "You Know Who" atau "Dia yang Tak Harus Disebut Namanya".
Foto: Lauren DeCicca/Getty Images
Surat untuk raja
Reformasi monarki sejauh ini merupakan tuntutan yang paling kencang disampaikan dari protes Thailand. Pada November, pengunjuk rasa berbaris ke istana kerajaan untuk mengirimkan surat tulisan tangan kepada raja. Ketika ditanya apa pendapatnya tentang para pengunjuk rasa, Raja Maha Vajiralongkorn hanya berkata: "Kami mencintai mereka semua" dan menggambarkan Thailand sebagai tanah kompromi.
Banyak demonstran yang geram saat pihak berwenang menggunakan kekuatan berlebihan dalam unjuk rasa damai. Sejauh ini, enam orang mengalami luka tembak dan lebih dari 50 orang luka berat. Setelah bentrokan antara pengunjuk rasa anti-pemerintah dan pihak berwenang terjadi, demonstran bergerak ke markas polisi untuk melempar cat ke gedung tersebut.
Foto: Sirachai Arunrugstichai/Getty Images
Kesetaraan gender dan hak-hak LGBT+
Gerakan pro-demokrasi telah mengumpulkan pengunjuk rasa dari berbagai kelompok dengan latar belakang berbeda. Gerakan protes ini juga mewujudkan keragaman Thailand. Pengunjuk rasa dari kalangan LGBT+ turut bergabung dalam protes. Mereka mendorong kesetaraan gender dan hak-hak LGBT +.
Foto: Athit Perawongmetha/Reuters
Mengecoh pihak berwenang
Demonstran mengubah lokasi unjuk rasa dalam waktu singkat untuk mengecoh polisi. Pihak berwenang pada Rabu (25/11) membentengi gedung Biro Properti Kerajaan di pusat Bangkok dengan kontainer dan kawat berduri. Tetapi pengunjuk rasa mengumumkan pergeseran lokasi ke markas Siam Commercial Bank, di menit terakhir. Raja Maha Vajiralongkorn adalah pemegang saham terbesar di bank tersebut. (pkp/ha)
Foto: Lillian Suwanrumpha/AFP/Getty Images
8 foto1 | 8
Membungkam perbedaan pendapat
Sebelumnya kritikus telah lama menyatakan bahwa undang-undang tersebut digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
Iklan
Protes besar-besaran pada tahun 2020 menyebabkan ribuan orang mendesak reformasi undang-undang, sebuah seruan yang diperjuangkan oleh Partai Move Forward (MFP) yang memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu nasional pada Mei lalu.
Tekad MFP untuk mengubah undang-undang tersebut pada akhirnya menghalangi mereka mengambil alih kekuasaan setelah mendapat perlawanan kekuatan konservatif pro-royalis di parlemen.
Pertunjukan "Wajah Korban 112" di Universitas Columbia diselenggarakan oleh akademisi kerajaan Thailand di pengasingan, Pavin Chachavalpongpun, yang mengonfirmasi kepada AFP bahwa Vacharaesorn hadir sebagai tamu.
"Dia tertarik dengan masalah ini dan dia mengatakan bahwa meskipun ada perbedaan pendapat mengenai masalah ini, harus ada cara yang harus kita komunikasikan,” katanya dari New York.
Vacharaesorn melakukan kunjungan tak terduga ke Thailand pada bulan Agustus, pertama kalinya dalam hampir dua dekade, setelah menghabiskan sebagian besar hidupnya di luar negeri.
Kunjungannya terjadi pada saat yang sensitif bagi keluarga kerajaan Thailand, karena putri tertua raja, Putri Bajrakitiyabha Mahidol, masih dirawat di rumah sakit setelah pingsan dan kehilangan kesadaran pada Desember lalu.
Namun, istana tidak mengomentari kunjungan tersebut.
Raja, yang memiliki tujuh anak dari empat pernikahannya, belum secara resmi menunjuk ahli warisnya, meskipun peraturan suksesi Thailand lebih mengutamakan anak laki-laki.