Putusan Hukuman Baru Bagi Suu Kyi
12 Agustus 2009Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung mengomentari tentang putusan hukuman bagi tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi.
”Sandiwara menyedihkan di Myanmar dapat berlanjut. Tidak diharapkan bahwa junta militer yang berkuasa sejak tahun 1962 akan menyerahkan kekuasaannya dalam pemilihan umum yang telah ditentukan. Apakah mereka paling tidak memberi isyarat bersedia melakukan pembicaraan dengan kelunakan yang penuh perhitungan pada proses pengadilan baru-baru ini, masih belum dapat diperhitungkan. Terdapat sikap yang sangat skeptis. Meskipun demikian juga dipertanyakan apakah sanksi-sanksi dan isolasi dari pihak luar negeri dapat berpengaruh. Keraguan memang beralasan, karena situasi strategis di Myanmar dan kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya membuat negara itu diminati China, India atau Rusia untuk menjalin kemitraaan politik yang meragukan.”
Penguasa di Myanmar menunjukkan sikap berhati-hati. Demikian komentar harian Belanda Trouw
”Rejim yang memperlakukan manusia ibarat lalat tidak berani melepaskan Aung San Suu Kyi. Karena tidak saja negara-negara barat, melainkan juga warga biasa di negara-negara Asia menunjukkan kemarahannya. Banyak yang memandangnya seperti Mandela kedua. Hal itu tidak mendorong pihak penguasa lebih melakukan pendekatan. Mereka terlihat seperti berhati-hati. Tampaknya semakin dapat dibenarkan keyakinan bahwa kekuatan pihak yang tidak berdaya pada akhirnya akan semakin kuat daripada kekuatan senjata.
Putusan hukuman yang baru bagi pimpinan oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi juga menjadi sorotan harian Perancis Liberatión
”Ia menjadi tahanan abadi rejim yang takut terhadap perempuan, yang tidak pernah pergi meninggalkan negaranya ini. Masyarakat internasional mendukung perjuangannya yang patut dicontoh, dimana mereka menganugerahinya dengan hadiah nobel perdamaian dan mencoba mengisolir junta militer Myanmar dengan sanksi-sanksi terbatas. Negara-negara tetangga negara yang kaya ini, terutama China menolak upaya ini dan mengeksploitasi sumber daya alam Myanmar secara besar-besaran. Perusahaan minyak Total masih tetap membayar biaya lisensi bagi junta militer. Jika dunia ingin menyelamatkan Aung San Suu Kyi dan warga Myanmar, orang harus melakukan hukuman dan tindakan yang tepat."
dpa/afp/DK/AR