1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialAsia

Putusan Pengadilan Jepang Soal Pernikahan Sesama Jenis

17 Maret 2021

Kelompok HAM apresiasi langkah pengadilan Jepang yang memutuskan bahwa tak mengakui pernikahan sesama jenis sebagai inkonstitusional. Upaya agar pemerintah Tokyo akui pernikahan sesama jenis telah dijalankan sejak 2019.

Tuntutan pengakuan pernikahan sesama jenis di Pengadilan Distrik Sapporo
Para penggugat di Pengadilan Distrik Sapporo meminta pemerintah membayar uang pengakuan karena tak mengizinkan mereka menikah sesama jenis secara resmiFoto: Noriaski Sasaki/AP PPhoto/picture alliance

Pengadilan Jepang memutuskan pada hari Rabu (17/03) bahwa tindakan tidak mengakui pernikahan sesama jenis adalah hal yang inkonstitusional. Vonis yang sangat dinanti ini dielu-elukan sebagai langkah menuju kesetaraan pernikahan.

Sebelumnya, pada tahun 2019 banyak pasangan sesama jenis yang telah mengajukan tuntutan hukum, meminta pemerintah untuk mengakui pernikahan sesama jenis.

Di saat banyak perubahan cepat yang terjadi di sebagian besar negara dalam beberapa tahun terakhir, Jepang saat ini menjadi satu-satunya negara dalam G7 yang tidak mengakui pernikahan sesama jenis.

Saat ini, pasangan sesama jenis di Jepang tidak memiliki hak atas aset pasangannya, dan juga tidak memiliki hak perwalian orang tua terhadap anak pasangannya. Kota-kota di seluruh negeri mengeluarkan sertifikat untuk pasangan ini, tetapi masih tidak mengizinkan pasangan sesama jenis memiliki hak hukum yang sama dengan pasangan heteroseksual.

Sejak tahun 2019, belasan pasangan sesama jenis menuntut agar pemerintah mengakui pernikahan sesama jenisFoto: Imago/Kyodo News

Diapresiasi sebagai langkah menuju kesetaraan

Tiga pasangan sesama jenis menuntut pemerintah Jepang untuk membayar 1 juta yen (Rp 132 juta) per orang kepada mereka, sebagai pengakuan atas rasa sakit yang mereka derita karena tidak dapat menikah secara resmi. Namun, Pengadilan Distrik Sapporo tidak mengabulkan tuntutan ganti rugi tersebut.

Pengakuan oleh pengadilan yang mengatakan bahwa tidak mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah adalah tindakan inkonstitusional, sedang dipertimbangkan oleh kelompok pembela HAM sebagai preseden ke arah yang benar.

Kasus serupa sedang disidangkan di pengadilan lain, dan putusan ini diharapkan dapat memengaruhi hasilnya.

"Semua negara maju lain memilikinya (aturan melegalkan pernikahan sesama jenis), jadi Jepang akan kalah bersaing. Juga ada fakta bahwa orang tidak bisa menjadi diri mereka sendiri. Ini menjadi bisnis yang sangat kritis," ujar Masa Yanagisawa, kepala Layanan Utama di Goldman Sachs Jepang dan seorang anggota dewan LSM Marriage for All Japan, kepada AFP.

Para ahli mengatakan bahwa sikap Jepang tentang pernikahan sesama jenis membuat negara itu kurang menguntungkan untuk menarik peluang sebagai tujuan bisnis, dibandingkan dengan negara maju lainnya. 

Konstitusi menyatakan "pernikahan hanya bisa dilakukan dengan persetujuan bersama dari kedua jenis kelamin."

Pemerintah Jepang telah menyatakan bahwa pernikahan sesama jenis "tidak diperkirakan" dalam konstitusi atau hukum perdata. Namun para ahli hukum mengatakan tidak ada yang melarang hal itu, dengan alasan klausul tersebut didasarkan pada persetujuan untuk menikah. (pkp/as)