Ketegangan antara negara-negara Teluk mereda jelang KTT di Riyadh bulan depan. Arab Saudi dan Qatar dikabarkan sedang menegosiasikan resolusi konflik, yang dipenuhi kompromi terkait berbagai isu, termasuk perbatasan
Iklan
Dewan Pertahanan Agung Manama yang dipimpin langsung oleh Raja Bahrain, Hamad bin Isa al-Khalifa mendeklarasikan saatnya "mengakhiri konflik dan perselishan dengan cara-cara damai,” seperti dilansir kantor berita Bahrain News Agency (BNA).
Sejak 2017 lalu, Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir, memutus hubungan diplomatik serta memberlakukan blokade ekonomi terhadap Qatar. Alasannya, penguasa di Doha dituduh terlalu dekat dengan Iran.
Dewan Kerjasama Teluk (GCC) rencannya akan bertemu pada 5 Januari 2021 mendatang di Arab Saudi. Pada 2017, konferensi yang sedianya akan digelar selama dua hari itu berakhir setelah cuma beberapa jam, menyusul mangkirnya Arab Saudi dkk. sebagai protes terhadap Qatar.
Sikap lunak Bahrain dan imbauan untuk mengakhiri krisis internal di kawasan Teluk muncul saat Arab Saudi sedang mengupayakan damai.
Awal Desember silam, Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan mengklaim resolusi konflik sudah di depan mata. Empat negara yang ikut memblokade Qatar diklaimnya "sudah mendukung” dan rancangan akhir naskah kesepakatan damai akan segera diterbitkan.
7 Fakta Program Nuklir Arab Saudi
Mohammed bin Salman berambisi menguasai teknologi nuklir buat menyaingi Iran. Namun AS bersikap mendua lantaran mendapat penolakan dari Israel. Apakah program nuklir Arab Saudi akan mengubah lanskap politik Timur Tengah?
Foto: picture-alliance/empics/V. Jones
Negeri Minyak Melirik Nuklir
Tahun 2016 silam pangeran Mohammed bin Salman memublikasikan program jangka panjang bernama Vision 2030 untuk mentransformasi perekonomian Arab Saudi setelah era kejayaan minyak berakhir. Salah satunya adalah diversifikasi sumber energi, antara lain melalui energi nuklir. Dalam 25 tahun kedepan, Arab Saudi berniat membangun sedikitnya 16 reaktor nuklir dengan biaya lebih dari 80 milyar Dollar AS.
Foto: Getty Images/AFP/G. Cacace
Senjata Pemusnah Massal?
Dalam sebuah wawancara Pangeran Mohammed bin Salman mengutarakan ambisinya mengembangkan senjata nuklir untuk mengimbangi Iran. "Arab Saudi tidak menginginkan senjata nuklir, tapi jika Iran memiliki senjata nuklir, kami akan mengikutinya." Kepemilikan senjata nuklir oleh Arab Saudi diyakini akan memperuncing Perang Dingin di Timur Tengah dan menempatkan kawasan dalam bahaya kiamat nuklir.
Foto: picture-alliance/dpa/US Department of Energy
Poros Nuklir
Meski keberatan terhadap eksistensi program nuklir di negara Arab, Amerika Serikat berkepentingan mendikte transfer teknologi nuklir kepada Arab Saudi, ketimbang mengalah pada Cina atau Rusia. Namun Riyadh tidak ingin menunggu lampu hijau dari Washington. Saat ini Arab Saudi diisukan aktif menjalin komunikasi dengan Rusia terkait alih teknologi nuklir.
Foto: picture-alliance /ZUMAPRESS/P. Golovkin
Tekanan dari Israel
Iran aktif menyimak perkembangan program nuklir Arab Saudi. Sementara Israel melobi pemerintah Amerika Serikat untuk tidak menjual teknologi nuklir kepada negeri Wahabi tersebut. Ketika Donald Trump menolak keberatan Yerusalem, PM Benjamin Netanyahu mendesak agar AS setidaknya melarang Arab Saudi memperkaya uranium di dalam negeri.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Vucci
Ultimatum bin Salman
Namun Riyadh justru mendesak mendapat hak serupa Iran untuk bisa memperkaya Uranium di dalam negeri. Mohammed bis Salman berdalih, selain memiliki cadangan uranium dalam jumlah tinggi, Arab Saudi juga bisa melepas kebergantungan energi dengan memiliki fasilitas pengolahan uranium milik sendiri.
Foto: picture-alliance/empics/V. Jones
Tersandung Perjanjian Nuklir Iran
Tidak sedikit politisi di Washington dan Yerusalem yang meyakini, satu-satunya cara membatasi penyebaran teknologi nuklir di Timur Tengah dan meredakan ambisi atom Riyadh adalah dengan mengubah atau membatalkan sepenuhnya perjanjian atom Iran. Dalam hal ini Iran sudah mengantongi dukungan Rusia, Cina dan Uni Eropa untuk tetap mempertahankan perjanjian nuklir sebagaimana adanya.
Foto: Getty Images/AFP/A. Kenare
Demam Nuklir di Timur Tengah
Arab Saudi bukan satu-satunya negara Timur Tengah yang melirik energi nuklir. Uni Emirat Arab sudah mulai mengoperasikan pembangkit listrik pertama dengan nilai 25 miliar Dollar AS. Sementara Mesir telah menandatangani perjanjian pembangunan empat pembangkit listrik tenaga nuklir senilai 30 miliar Dollar AS dengan Rusia. Yordania juga menggandeng Rusia buat mengawal program nuklirnya.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
7 foto1 | 7
Dari lingkaran diplomat terdengar, sebelumnya UEA sempat berkeberatan terhadap sejumlah kompromi yang diusulkan Riyadh, namun akhirnya mendukung, lapor kantor berita AFP. Anwar Gargash, Menlu UEA, menulis di akun Twitternya, "kami menantikan KTT di Riyadh yang akan memperkuat dialog di kawasan Teluk.”
Iklan
Kerumitan resolusi konflik
Ajakan damai juga dilayangkan Menlu Qatar, Syeikh Mohammed al-Thani. Pada 23 Desember lalu, dia mengimbau agar krisis di Teluk diakhiri lewat dialog, dengan menghormati kedaulatan dan prinsip non-interfensi, seperti dilaporkan al-Jazeera.
Al-Thani mengakui pihaknya saat ini sedang menjalin komunikasi dengan Arab Saudi yang mewakili negara-negara lain.
Meski dipicu oleh kedekatan Doha dengan Iran, resolusi konflik di kawasan Teluk juga ikut membahas berbagai perselisihan lain, seperti isu perbatasan. Qatar sejak lama terlibat konflik perbatasan dengan Bahrain di wilayah perairan kedua negara.
Bulan lalu dua kapal penjaga pantai Bahrain dicegat militer Qatar dan dihalau keluar dari wilayahnya, klaim Kementerian Luar Negeri. Namun pemerintah di Manama bersikeras "insiden ini terjadi di wilayah teritorial Kerajaan Bahrain.” Minggu (20/12), Doha dituduh menyita 47 kapal nelayan Bahrain secara ilegal.
Namun pada Senin (21/12), hasil rapat kabinet menggarisbawahi "pentingnya negosiasi langsung secara bilateral dengan Qatar untuk mencapai kesepakatan jangka panjang” di sektor perikanan, menutu kabar BNA.
Dalam kunjungannya ke Moskow, Rabu (23/12), Menlu Qatar al-Thani mengatakan "tidak ada pihak yang akan keluar sebagai pemenang dari krisis ini.”
"Kita hanya bisa keluar sebagai pemenang hanya jika solusinya ditemukan dan kepercayaan dibangun”, pungkas menlu Qatar itu.
rzn/as (afp, rtr, bna)
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.