Raden Saleh, "Pangeran Hitam" yang Menaklukkan Eropa
12 April 2015
Karyanya menjadi koleksi Ratu Elizabeth II dan dipajang di museum-museum seni dunia. Dialah Raden Saleh, pelukis pertama Indonesia yang merambah Eropa.
Iklan
Damai baru kembali berjejak di Eropa ketika seorang priyayi Jawa berdarah Arab berlabuh di Amsterdam. Saat itu Napoleon belum lama mati. Pasukannya cerai berai dan wilayah kekuasaannya dibagi-bagikan. Eropa yang lelah berperang, sedang berganti paras buat menyambut era industrialisasi.
Saat semacam itulah Raden Saleh tiba di Eropa. Ia dititahkan penguasa kolonial Belanda untuk belajar seni rupa di Koninklijke Academie van Beeldende Kunsten Den Haag. Kepergiannya dimaksudkan sebagai eksperimen sosial. Buat menjawab apakah seorang pribumi bisa dididik menjadi Europeanen, warga kulit putih Eropa.
Maka selama sepuluh tahun Raden Saleh berkutat di Den Haag. Hingga akhirnya ia mulai berkelana tahun 1839.
Pengembaraannya berakhir sementara di Dresden. "Kota ini punya dua keunggulan," tulisnya kepada Kementrian Kolonial Belanda. "Di sini ada banyak obyek untuk dipelajari. Pertama museum-museum berisikan lukisan, benda dan naskah kuno. Selain itu saya mendapat izin buat bekerja di sana dari Raja dan Pangeran Johann von Sachsen. Keunggulan ketiga adalah pemandangan alamnya."
Dresden pada era Raden Saleh didominasi oleh kaum liberal. Kebebasan mewarnai politik, pendidikan, seni dan budaya. Saat itu belum ada tempat untuk nasionalisme buta yang berkembang di akhir abad ke-18.
Oleh keluarga ningrat Dresden, Serre, Raden Saleh didorong mendalami romantisme dan memadukannya dengan budaya oriental yang ia bawa. "Bait ini untuk mengenang Mayor Serre dan isterinya yang saya sayangi dan hormati seperti orangtua kedua," tulisnya pada 21. Agustus 1840.
Hingga kini jejak Raden Saleh masih terasa di Dresden. Surau yang dibangun buat menghormatinya di sebuah desa di jantung pegunungan Erzgebirge, menjadi situs yang dilindungi dan rajin menjaring wisatawan.
Sementara karya-karyanya tersimpan rapih dalam bentuk koleksi pribadi dan museum-museum seni. Salah satu lukisan Raden Saleh bahkan menjadi koleksi Ratu Elizabeth II dari Inggris. Terakhir, lukisan "Berburu Rusa" yang ia lukis tahun 1846 di Dresden laku dengan harga 5,5 miliar Rupiah.
Maka sosok yang oleh harian Frankfurter Allgemeine Zeitung dijuluki sebagai Der Schwarze Prinz alias Pangeran Hitam itu menjadi wajah pertama Indonesia yang berjejak di Jerman. Untuk menghormatinya, museum Lindenau di Altenburg menggelar pameran khusus karya-karya Raden Saleh bulan September tahun lalu.
Pelukis Jawa di Eropa
Raden Saleh, pelukis Jawa yang punya nama besar di Eropa termasuk terkenal di pula Jerman pada abad ke-19,
Foto: gemeinfrei
Kepribadian Artistik
Raden Saleh (1811 - 1880) adalah orang Asia pertama yang menikmati pendidikan melukis secara akademis di Eropa. Sosok eksotis yang berkarya seni adalah hal mengejutkan bagi Eropa di pertengahan abad ke-19. Ia juga turut melahirkan aliran lukis orientalis di Jerman. Penampilannya dalam karya Johann Carl Bähr disukai publik, seorang pelukis tampan berkostum pangeran oriental.
Foto: Lindenau-Museum Altenburg
Pelukis Berbakat
Lahir di bekas koloni Belanda di Jawa, pada usia muda Saleh melihat hobi favorit penguasa kolonial yakni: berburu. Aktivitas itu menjadi salah satu motif favoritnya. Pelukis kolonial keturunan Belgia, Antoine Payen, melihat bakat Saleh dan mendukungnya. Dengan bantuan hibah, Saleh berangkat ke Belanda pada tahun 1830, di mana ia mendapat pendidikan melukis.
Foto: gemeinfrei
Seniman Lepas
Pemerintah Belanda mengirimnya untuk studi keliling di Eropa, termasuk di Dresden. "Di sana tahun 1839 Saleh tertahan," kata Dr. Julia M. Nauhaus, direktur Museum Lindenau di Altenburg, yang pertama kali di Jerman memamerkan lukisan-lukisan Saleh. "Dia menerima banyak pesanan dan bisa bekerja sebagai seniman lepas, tanpa ketergantungan pada Belanda."
Foto: picture alliance/ANN/The Jakarta Post
Hewan Spektakuler
Harimau, anjing, singa, hewan- hewan ini sering muncul dalam karya Saleh. Di tanah kelahirannya Jawa, tidak ada singa. Tampaknya ia secara seksama meriset binatang liar itu selama berkeliling Eropa. "Dia telah melakukan perjalanan antara lain ke kebun binatang London dan sirkus di Den Haag," kata Dr. Nauhaus.
Foto: Lindenau-Museum Altenburg
Diakui di Kalangan Seniman
Di Dresden, Saleh dianggap setara sebagai seniman dan warga. Suatu hal yang tidak umum pada waktu itu, karena masih adanya diskriminasi latar belakang dan warna kulit. Saleh dan pesonanya membuat dia disambut kalangan bangsawan dan borjuis. Dia mendapatkan kontrak-kontrak yang menguntungkan.
Foto: gemeinfrei
Lukisan Bersejarah
Tahun 1851 Raden Saleh merasa terpanggil untuk pulang ke tanah Jawa. Fasih dalam lima bahasa, dalam lukisannya ia mengangkat peristiwa sejarah. Lukisan ini, sekarang dipamerkan di istana presiden di Jakarta dan menunjukkan penangkapan Pangeran Diponegoro pada tahun 1857.
Foto: gemeinfrei
Menggambarkan Realita
Saleh juga seorang arkeolog amatir. Selama berekspedisi ke Jawa Tengah, ia mengalami peristiwa letusan Gunung Merapi yang mengerikan. Kesaksiannya dalam bentuk lukisan. Hasil pantauannya ini tergantung di Museum Nasional Sejarah di Leiden, Belanda. Pada tahun tujuh puluhan, Saleh berwisata bersama istri keduanya sekali lagi ke Eropa.
Foto: Lindenau-Museum Altenburg
Lukisan Terkenal
Di samping lukisan penangkapan Diponegoro , lukisan "Berburu Singa" juga menjadi karya Saleh yang paling terkenal. Menurut Direktur Nauhaus lukisan itu dijual hampir dua juta Euro pada tahun 2011. Saleh yang bekerja di Jerman memicu daya tarik orientalis - bersama dengan publikasi sastra Goethe dan Lessing.
Foto: Lindenau-Museum Altenburg
Peran Pangeran
Saleh, potret pelukis Jawa karya Frederick Schreuel tahun 1840 itu. Ia dianggap sebagai bapak seni lukis modern Indonesia dan meninggal pada tahun 1880 di rumahnya setelah mengalami stroke.