Universitas Indonesia (UI) berjanji akan menindak tegas mahasiswa yang terbukti masuk dalam organisasi radikal. Langkah ini jadi bagian respon terhadap laporan adanya penyusupan radikalisme di kampus.
Iklan
Direktur Komunikasi Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Purwanto menegaskan semua elemen bangsa harus terlibat secara penuh terhadap aksi-aksi terorisme, termasuk pihak universitas: "Pemerintah tidak mampu bekerja sendiri. Berbagai elemen harus saling berupaya, terutama kalangan perguruan tinggi," tegasnya dikutip dari Republika.
Menanggapi maraknya laporan penyusupan radikalisme di kampus-kampus, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Informasi Publik UI Rifelly Dewi Astuti, menyebutkan Univesitas Indonesia telah berupaya mencegah masuknya radikalisme ke dalam kampus, demikian dikutip dari Tempo. UI telah melakukan pencegahan sejak masa penerimaan mahasiswa baru. UI dan melakukan pengawasan ketat dalam memberi izin kegiatan mahasiswa. Jika terbukti mahasiswa itu masuk organisasi radikal, maka akan ditindak tegas, "Sanksinya bervariasi, mulai dari teguran keras, skors, sampai dikeluarkan sebagai sivitas UI," ujarnya, seperti dikutip dari Tempo.
Penjelasan itu bertolak belakang dengan pernyataan rektor UI sebelumnya. Dilansir dari CNNIndonesia, dua pekan lalu Rektor Universitas Indonesia Muhammad Anis masih meyakini mahasiswanya sudah cukup dewasa dan memiliki kemampuan logis dalam menentukan mana ajaran yang baik dan buruk."Kita percaya, mahasiswa sudah dewasa. Tak perlu diawasi. Tak perlu,"
Serangan Teror Global 2017
Serangan teror dengan berbagai motif dan latar belakang juga marak di tahun 2017. Dunia mencatat, aksi teror mengatasnamakan agama tetap jadi pemicu terorisme nomor wahid.
Foto: DW/M. Hallam
Barcelona 17 Agustus 2017
Teroris menyerang turis di bulevar Las Ramblas, Barcelona dengan menabrakkan mobil van dengan kecepatan tinggi. Sedikitnya 13 orang tewas dan 100 terluka akibat serangan keji dan pengecut itu. Pelaku berhasil meloloskan diri dan masih terus dikejar aparat keamanan Spanyol. dalam aksi serupa di Cambrils, 100 km dari Barcelona, yang melukai 7 orang, polisi menembak mati 5 teroris.
Foto: picture-alliance/AP Photo/O. Duran
Jakarta 24 Mei
Bom bunuh diri menyasar target anggota polisi meledak di terminal Kampung Melayu, Jakarta Rabu (24/5). Sedikitnya 3 anggota polisi dan dua terduga pelaku serangan teror tewas. Puluhan terluka. Aparat keamanan menduga pelaku terkait jaringan Kalifat Islamic State-ISIS.
Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Alangkara
Manchester 22 Mei
Manchester diguncang serangan teror bom bunuh diri yang menyasar "target lunak", remaja yang usai nonton konser musik pop. Sedikitnya 22 orang tewas dan 59 cedera. Banyak korban adalah anak-anak, yang termuda berusia 8 tahun. Terduga pelakunya Salman Abedy (22) kelahiran Inggris dari keluarga migran Libya. Polisi Inggris menduga Salman terkait jaringan teror ISIS.
Sebuah serangan bom bunuh diri menyasar konvoi tokoh politik Abdul Ghafoor Haidary yang meninjau kawasan krisis Baluchistan di Pakistan menewaskan 28 orang dan melukai 37 lainnya. Lagi-lagi Islamic State-ISIS yang menyatakan bertanggung jawab.
Foto: Getty Images/AFP/B. Khan
Mashar i Sharif 21 April
Sebuah serangan ke kamp militer Afghanistan di Mashar i Sharif menewaskan 266 tentara Afghanistan dan lukai 160 lainnya. Penyerang adalah anggota Taliban yang menyamar jadi anggota militer dan menembaki tentara yang sedang tidur.
Foto: Getty Images/AFP/F. Usyan
Tanta dan Alexandria 9 April
Dua serangan bom bunuh diri simultan dilancarkan saat upacara Minggu Palem kaum Kristen Koptik di Mesir. Dalam serangan teror di Tanta (foto) sedikitnya 30 orang tewas dan 70 cedera. Serangan serupa di Saint Mark (Mar Amina) Church di Alexandria tewaskan 17 orang dan lukai 66 lainnya. Aparat keamanan Mesir menyebut ISIS sebagai dalang serangan.
Foto: Reuters/M. Abd El Ghany
St.Petersburg 3 April
Sebuah serangan bom bunuh diri di stasiun kereta bawah tanah St.Petersburg Rusia, menewaskan sedikitnya 16 orang dan melukai 64 lainnya. Serangan dilancarkan menjelang kunjungan presiden Putin ke kota tersebut. Batalion Imam Shamil yang berafiliasi dengan Al-Qaida menyatakan bertanggung jawab atas aksi teror itu.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Y. Kurskov
London 22 Maret
Sedikitnya 6 orang tewas akibat aksi yang dilakukan Khalid Masood (52). Mula-mula ia mengemudikan mobilnya dan menyeruduk pejalan kaki di kawasan Westminster, menewaskan 4 orang. Pelaku keluar dari mobil membawa senjata tajam dan menusuk mati seorang polisi, sebelum ditembak mati petugas polisi lain. Pelaku adalah mualaf yang teradikalisasi di Arab Saudi.
Foto: picture-alliance/AP/J.West
Gao 10 Januari
Serangan bom bunuh diri di dekat markas tentara NATO di Gao, Mali tewaskan 77 orang dan lukai 177 lainnya. Tidak ada tentara NATO yang jadi korban. Milisi jihadis Al Mourabitun yang berafiliasi dengan Al Qaida di Maghreb menyatakan bertanggung jawab.
Foto: Getty Images/AFP
9 foto1 | 9
Ada banyak faktor
Menurut analisa analis keamanan di Irak, Alto Labetubun, ada beberapa komponen yang menciptakan terjadinya radikalisme di kampus. kepada Deutsche Welle (DW) ia memaparkan: "Pertama adalah faktor alumni. Para dosen/pengajar yang berafiliasi dengan gerakan dan/atau organisasi berbasis ideologi tertentu kemudian bertemu di kampus dan menciptakan ‘safe havens' uituk menjaga dan menyebarkan ideologi mereka. Yang kedua adalah faktor organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan ideologi tertentu. Mereka memanfaatkan atau mengeksploitasi ‘kebebasan di perguruan tinggi' sebagai kesempatan untuk berkembang dan mengembangkan jaringannya."
Sementara yang ketiga, menurutnya adalah faktor penetrasi partai politik berbasis ideologi agamis ke dalam kegiatan kampus: "PKS misalnya punya kegiatan-kegiatan yang menyasar mahasiswa untuk bergabung sebagai kader mereka." Dijelaskan Labetubun, kombinasi ketiga unsur dimaksud memupuk hadirnya radikalisme di kampus: "Mahasiswa yang punya pemahaman radikal, akan bersentuhan dengan dosen yang pernah menjadi mahasiswa dan punya ideologi radikal dan kemudian di'empower' oleh partai politik yang mengkampanyekan ide radikal, maka itu menciptakan ‘safe havens' radikalisme di kampus."
Aksi Serangan Teror Bom Guncang Surabaya
Aksi teror kembali menyelimuti Indonesia. Setelah tiga gereja di Surabaya, rusunawa di Sidoarjo, hari ini markas polrestabes Surabaya diserang bom kendaraan. Belasan jiwa melayang, puluhan orang terluka.
Foto: Reuters/Beawiharta
Ledakan di Mapolrestabes Surabaya
Juru bicara Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera mengatakan, ledakan di Mapolrestabes Surabaya berasal dari sepeda motor. Rekaman CCTV menunjukkan ledakan terjadi ketika mobil Avanza dan dua motor mendekati pintu masuk Maporestabes di Krembangan. Kapolda Jawa Timur Irjen Machud Arifin menambahkan, pelaku juga berasal dari satu keluarga.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/A. Ibrahim
Presiden Jokowi tinjau lokasi
Minggu sore (13/05), Presiden Joko Widodo meninjau Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, Surabaya, salah satu dari tiga gereja di Surabaya yang diserang bom bunuh diri. Presiden didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Tito Karnavian dan Kepala BIN Budi Gunawan.
Foto: Biro Pers Setpres
Perang terhadap terorisme
Presiden Jokowi menyatakan teror bom di Surabaya sebagai tindakan di luar batas kemanusian yang tidak terkait agama manapun. "Semua agama menolak terorisme, apapun alasannya," kata Jokowi Minggu (13/05). Selain memerintahkan pengusutan tuntas jaringan pelaku yang mengikutsertakan dua anak sebagai pelaku bom bunuh diri, Jokowi juga meminta masyarakat memerangi terorisme dan radikalisme.
Foto: Biro Pers Setpres
Dua dekade lalu dan kini
Dua dekade lalu, duka menyelimuti Indonesia dengan guncangnya kerusuhan Mei 1998. Hari Minggu, 13 Mei 2018, kepedihan kembali melukai Indonesia. Tiga gereja di Surabaya menjadi sasaran serangan bom.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Asim
Tiga gereja jadi sasaran
Tiga gereja di mana terjadi serangan bom adalah: Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya atau GPPS Jemaat Sawahan dan di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro 146.
Foto: Reuters/Antara Foto/Surabaya Government
Tampak luar gereja
Puing-puing akibat ledakan bom tampak berserakan di depan Gereja Santa Maria Tidak Bercela, Surabaya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Trisnadi
Diduga pelakunya satu keluarga
Polisi menduga kuat, pelaku pengemboman di tiga gereja yang ada di Surabaya, Jawa Timur berasal dari satu keluarga, yang baru kembali dari Suriah.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. R. Hidayat
Bahu-membahu padamkan api
Para anggota tim pemadam kebakaran bersama masyarakat berusaha memadamkan api akibat ledakan bom di Gereja Pantekosta Surabaya.
Foto: Reuters/Antara Foto/Surabaya Government
Kendaraan bermotor rusak
Beberapa kendaraan bermotor mengalami kerusakan akibat ledakan.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Asim
Mencari anggota keluarga
Polisi tampak membantu seorang perempuan yang mencari anggota keluarganya di dekat tempat kejadian perkara (TKP) di Gereja Pantekosta Surabaya.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Asim
Peningkatan keamanan
Polisi meningkatkan kewaspadaan. Tampak para petugas berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian. Pasca ledakan bom di Surabaya, ibukota DKI Jakarta pun kini salam status siaga 1.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Asim
Membantu korban
Korban-korban berjatuhan. Tampak beberapa warga bersama tim medis saling membantu untuk menolong korban insiden.
Foto: Reuters/Antara Foto/D. Suhartono
Puluhan orang terluka
Tim paramedis tampak memberikan pertolongan pertama kepada seorang pria yang terluka akibat salah satu ledakan yang mengguncang gereja di Surabaya. (Ed.: ap/ml)
Foto: picture-alliance/AP Photo/Trisnadi
13 foto1 | 13
Miskonsepsi tentang orang menjadi radikal
Dikutip dari CNNIndonesia, sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mensinyalir universitas-universitas negeri di Jawa dan Sulawesi terpapar radikalisme yang berbasis agama. Direktur Pencegahan BNPT Hamli menyebutkan universitas-univesitas itu di antaranya: Universitas Indonesia (UI) Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Brawijaya.
Tolak Teror - Ciptakan Wajah Baru Afghanistan
Desainer fesyen asal Amsterdam Nawed Elias menolak citra Afghanistan yang dicemari terorisme. Dengan desain inovatifnya, ia ingin mengubah secara radikal citra Afghanistan di mata dunia.
Foto: DW/Masood Saifullah
'Bangkit dari Debu'
Di dunia barat, pakaian tradisional Afghanistan kerap diasosiasikan dengan perang, juga citra pria radikal islam yang mengenakan turban dan jubah panjang. Tapi pakaian ini sebenarnya bagian kebudayaan kaya Afghanistan. Dalam pameran mode di Amsterdam, perancang busana Nawed Elias berupaya menepis pandangan buruk lewat pameran berjudul "Rise from the Ashes."
Foto: DW/Masood Saifullah
Menengok Sejarah Panjang
Desainer busana campuran Afghanistan-Belanda itu menunjukkan karyanya di berbagai negara. Labelnya "Zazai" menunjukkan cintanya kepada negara asal dan akar budayanya.
Foto: DW/Masood Saifullah
Suara dan Gambaran Perang
Elias (paling depan) lahir di Afghanistan 1993. Ketika itu, perang saudara mematikan sudah berkecamuk di negaranya. Aktornya berbagai kelompok Mujahidin, yang berusaha mengambil alih kekuasaan atas ibukota Afghanistan Kabul, setelah Uni Sovyet menarik diri dari sana. Elias mengingat jelas suara dan gambar-gambar dari perang, dan ini membentuk karya-karyanya.
Foto: DW/Masood Saifullah
Warna-Warna Afghanistan
Dengan inspirasi dari berbagai daerah di Afghanistan, desain Zazai, yaitu warna dan polanya, menggambungkan modernitas dan tradisi. Mereka menampilkan ciri berbeda karen berpadu dengan kebudayaan Barat.
Foto: DW/Masood Saifullah
Di Balik Panggung
Sebelum para peraga busana naik panggung, Elias mengadakan pengecekan terperinci. Elias bekerja secara teliti bersama model dan mempersiapkan mereka secara individual, sehingga visinya bisa tampak sebaik mungkin.
Foto: DW/Masood Saifullah
Terbelenggu pada Kekerasan
Pagelaran busana karya Elias lebih dari sekedar para model yang berjalan di atas panggung. Misalnya, koreografi peragaan busana berjudul "Rise from the Ashes" dibuat juga sebagai gambaran sejarah Afghanistan, negara di mana perang dan serangan bom mengamuk. Foto: gambaran Afghanistan yang terbelenggu dalam kekerasan.
Foto: DW/Masood Saifullah
Secercah Harapan
Perancang mudah itu percaya, generasi muda adalah jaminan masa depan Afghanistan. "Ia ingin memberikan generasi muda perspektif alternatif," demikian dikatakannya kepada DW. "Generasi musah tidak boleh ikut pemimpin secara buta. Foto: seorang model menggendong anak kecil, yang jadi gambaran secercah harapan.
Foto: DW/Masood Saifullah
Pernyataan Politik
Elias sudah tinggal lama di luar negeri. Tapi ia tetap punya pandangan politik kuat tentang Afghanistan. Lewat karyanya ia mengkritik politik Afghanistan, para pemimpin yang berperang dan korupsi. "Tentu saja saya punya pernyataan politik, dan saya tidak malu untuk menunjukkannya lewat karya saya," katanya.
Foto: DW/Masood Saifullah
8 foto1 | 8
Menurut analis keamanan di Irak, Alto Labetubun kepada DW, ada miskonsepsi tentang kenapa latar belakang orang menjadi radikal. Ada yang beranggapan bahwa hanya orang-orang berpendidikan rendah dan kurang mapan secara ekonomi saja yang berpeluang terpapar radikalisme. Tetapi, pengalaman di lapangan, misalnya - Irak - menunjukkan bahwa orang-orang dengan pendidikan tinggi seperti dokter, insinyur pun rentan terhadap radikalisme, bahkan terorisme: "Secara psikologis, hal ini disebabkan karena ada 'void' dalam pencarian identitas diri dan ketiadaan 'moral compass'.Orang-orang yang secara akademik pintar ini merasa bahwa kepintaran mereka itu tidak memberi hasil yang optimal dan mereka tidak berkontribusi pada sebuah perubahan dalam sistem dimana mereka sekarang berada dan dalam konteks Indonesia, sistem tersebut adalah NKRI."
Sejak pascareformasi
BNPT baru menyadari bahwa paham radikalisme menyusup ke dalam kampus ketika ada perubahan pola pelaku terorisme tahun 2016. Dalang bom Sarinah pada tahun 2016, Bahrun Naim, adalah lulusan program diploma 3 jurusan ilmu komputer Universitas 11 Maret, Solo, Jawa Tengah, demikian dikutip dari tempo.
Namun menurut riset dan tim media Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia, Kalis Mardiasih, bibit radikalisme di kampus itu sudah ada sejak pasca reformasi karena banyak organisasi Islam transnasional yang masuk ke kampus-kampus: "Pengajian banyak dilakukan di masjid-masjid kampus di mana kampus seharusnya memiliki otoritas namun malah tidak mengawasi hal itu."
Dilansir dari Tempo, laporan BNPT tersebut mirip dengan survei yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara yang dipublikasikan pada April lalu. Menurut laporan itu, dari 20 perguruan tinggi yang disurvei di 15 provinsi sepanjang tahun 2017, 39 persen mahasiswanya anti demokrasi dan tidak setuju Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
ap/vlz (tempo/cnnindonesia)
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Seorang mantan teroris mendidik anak-anak terpidana terorisme agar menjauhi faham radikal. Mereka kerap mengalami diskriminasi lantaran kejahatan orangtuanya. Kini mereka di tampung di pesantren al-Hidayah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Ujung Tombak Deradikalisasi
Seperti banyak pesantren lain di Sumatera, pesantren Al-Hidayah di Deli Serdang, Sumatera Utara, didirikan ala kadarnya dengan bangunan sederhana dan ruang kelas terbuka. Padahal pesantren ini adalah ujung tombak program deradikalisasi pemerintah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Mantan Teroris Perangi Teror
Perbedaan paling mencolok justru bisa dilihat pada sosok Khairul Ghazali, pemimpin pondok yang merupakan bekas teroris. Dia pernah mendekam empat tahun di penjara setelah divonis bersalah ikut membantu pendanaan aktivitas terorisme dengan merampok sebuah bank di Medan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Tameng Radikalisme
Bersama pesantren tersebut Al-Ghazali mengemban misi pelik, yakni mendidik putra mantan terpidana teroris agar menjauhi faham radikal. Radikalisme "melukai anak-anak kita yang tidak berdosa," ujar pria yang dibebaskan 2015 silam itu. Jika tidak dibimbing, mereka dikhawatirkan bisa terpengaruh ideologi teror.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Derita Warisan Orangtua
Saat ini Pesantren al-Hidayah menampung 20 putra bekas teroris. Sebagian pernah menyaksikan ayahnya tewas di tangan Densus 88. Beberapa harus hidup sebatang kara setelah ditinggal orangtua ke penjara. Menurut Ghazali saat ini terdapat lebih dari 2.000 putra atau putri jihadis yang telah terbunuh atau mendekam di penjara.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Uluran Tangan Pemerintah
Pesantren al-Hidayah adalah bagian dari program deradikalisasi yang digulirkan pemerintah untuk meredam ideologi radikal. Untuk itu Presiden Joko Widodo mengalihkan lebih dari 900 milyar dari dana program Satu Juta Rumah untuk membantu pembangunan pondok pesantren yang terlibat dalam program deradikalisasi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Perlawanan Penduduk Lokal
Meski mendapat bantuan dana pemerintah buat membangun asrama, pembangunan masjid dan ruang belajar di pesantren al Hidayah tidak menggunakan dana dari APBN. Ironisnya keberadaan Pesantren al-Hidayah di Deli Serdang sempat menuai kecurigaan dan sikap antipati penduduk lokal. Mulai dari papan nama yang dibakar hingga laporan ke kepolisian, niat baik Ghazali dihadang prasangka warga.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Peran Besar Pesantren Kecil
Al-Hidayah adalah contoh pertama pesantren yang menggiatkan program deradikalisasi. Tidak heran jika pesantren ini acap disambangi tokoh masyarakat, entah itu pejabat provinsi atau perwira militer dan polisi. Bahkan pejabat badan antiterorisme Belanda pernah menyambangi pesantren milik Ghazali buat menyimak strategi lunak Indonesia melawan radikalisme.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Trauma Masa Lalu
Melindungi anak-anak mantan teroris dianggap perlu oleh Kepala BNPT, Suhardi Alius. Abdullah, salah seorang santri, berkisah betapa ia kerap mengalami perundungan di sekolah. "Saya berhenti di kelas tiga dan harus hidup berpindah," ujarnya. "Saya dikatai sebagai anak teroris. Saya sangat sedih." Pengalaman tersebut berbekas pada bocah berusia 13 tahun itu. Suatu saat ia ingin menjadi guru agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Stigma Negatif Bahayakan Deradikalisasi
Stigma negatif masyatakat terhadap keluarga mantan teroris dinilai membahayakan rencana pemerintah memutus rantai terorisme. Terutama pengucilan yang dialami beberapa keluarga dikhawatirkan dapat berdampak buruk pada kondisi kejiwaan anak-anak. Ghazali tidak mengutip biaya dari santrinya. Ia membiayai operasional pesantren dengan beternak dan bercocok tanam, serta menjual hasil panen.