Raja Salman Disambut Jokowi dan Ahok di Tangga Pesawat
1 Maret 2017
Raja Salman dari Arab Saudi tiba hari Rabu ini di Indonesia dalam rangka lawatan tiga minggu ke Asia. Dia memboyong sekitar 1000 anggota delegasi dan lebih 450 ton peralatan dan perlengkapan.
Iklan
Disambut dengan sorak-sorai orang banyak di bandara, Raja Salman dari Arab Suadi tiba hari Rabu (1/3) di Jakarta. Inilah kunjungan pertama seorang raja Saudi ke Indonesia selama hampir 50 tahun. Di tangga pesawat, Raja Salman bersalaman dengan Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Kunjungan Raja Salman, 81 tahun, adalah dalam rangka lawatan tiga minggu ke Asia. Di Indonesia, dia disertai delegasi besar hampir 1000 orang dan peralatan perlengkapan lebih dari 450 ton. Ia turun dari pesawatnya dengan menggunakan eskalator khusus.
Di sepanjang rute perjalanan dari bandara ke Istana Presiden di Bogor, kerumunan anak-anak sekolah terlihat berbaris mengibarkan bendera menyambut konvoi kendaraan. Di istana Bogor, patung-patung seni yang menunjukkan tubuh telanjang ditutupi.
Kunjungan Raja Arab Saudi ke Indonesia antara lain dalam rangka menggalakkan investasi. Arab Saudi sejak lama berusaha melakukan investasi dan diversivikasi ekonomi untuk melepaskan ketergantungan terlalu besar dari ekspor minyaknya.
"Ini adalah kunjungan yang sangat bersejarah bagi kami," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung sebelum kunjungan.
Raja Salman dijadwalkan memberikan pidato di parlemen hari Kamis (2/3) dan mengunjungi masjid Istiqlal di Jakarta, masjid terbesar di Asia Tenggara.
Selama di Indonesia, Raja Arab Saudi dan delegasinya akan menandatangani sedikitnya 10 perjanjian kerjasama dan transaksi bisnis, mulai dari bidang keamanan, kesehatan, pendidikan dan kerjasama pariwisata.
Indonesia juga akan meminta persetujuan Arab Saudi untuk mengirim lebih banyak warganya menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.
Raja Salman dan rombongannya akan tinggal di lima hotel mewah di Bali selama beberapa hari setelah kunjungan ke Jakarta.
Sebagai bagian dari persiapan yang rumit untuk kunjungan itu, 150 koki telah disewa untuk memasak makanan bagi rombongan kerajaan. Di masjid Istiqlal dibangun sebuah toilet VIP khusus.
Lawatan Raja Salman ke Asia selama tiga minggu diawali di Malaysia awal pekan ini. Setelah Indonesia, dia juga antara lain akan mengunjungi Jepang, Cina dan Maladewa.
Bayang-bayang Gelap Raja Salman
Kunjungan Raja Salman di Indonesia ikut menebar pesona monarki Arab Saudi. Namun kenapa masa lalu penguasa berusia senja itu dikaitkan dengan geliat terorisme di Afghanistan dan Bosnia? Inilah kisahnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Bantuan Sipil Menuai Teror
Sebelum berkuasa, Salman ibn Abd al-Aziz Al Saud, sering dipercaya mengelola dana sumbangan Arab Saudi. Namun berulangkali aliran dana dari Riyadh mendarat di kantung kelompok teror seperti Al-Qaida. Salman mengaku bertindak dengan tulus dan bersikeras "bukan tanggungjawab kerajaaan, jika pihak lain menyalahgunakan dana donasi Arab Saudi buat terorisme."
Foto: Getty Images/AFP/S.Loeb
Menghadang Soviet di Hindukush
Tudingan terhadap Salman pertamakali dilayangkan oleh bekas perwira Dinas Rahasia AS CIA, Bruce Riedel. Dia yang kini juga penasehat pemerintah buat urusan Timur Tengah mengklaim Salman ikut mengumpulkan dana untuk Mujahiddin Afghanistan saat invasi Uni Sovyet di dekade 1980an. Selain itu ia juga menyuplai dana buat mempersenjatai kelompok muslim dalam perang Kosovo.
Foto: picture-alliance/dpa
Duit buat Mujahiddin
Persinggungan Salman dengan terorisme berawal dari perintah Raja Khalid mengumpulkan donasi untuk Mujahidin Afghanistan. Menurut Riedel, sumbangan pribadi dari kerajaan untuk kelompok perlawanan di Afghanistan mencapai 25 juta Dollar AS per bulan. Pengamat Timur Tengah AS, Rachel Bronson, pernah menulis Salman membantu merekrut gerilayawan buat kelompok Abdul Rasul Sayyaf, mentor Osama bin Laden
Foto: picture-alliance/dpa
Simpati buat Bosnia
Tahun 1992 Salman diangkat oleh Raja Fahd untuk mengepalai lembaga bantuan Saudi High Commission for Relief for Bosnia and Herzegovina (SHC). Melalui lembaga tersebut ia mengumpulkan donasi untuk membantu warga muslim Bosnia, hingga ditutup tahun 2011. Pada 2001 SHC telah mengumpulkan dana kemanusiaan senilai 600 juta Dollar AS. Namun sebagian ditengarai disalahgunakan buat persenjataan.
Foto: picture-alliance/dpa/Barukcic
Razia Sarajevo
Pada 2001 NATO mencurigai adanya aliran dana Saudi yang digunakan buat membeli senjata dan merazia kantor cabang SHC di Sarajevo. Di sana mereka menemukan berbagai dokumen teror, termasuk foto sebelum dan sesudah serangan Al-Qaida, instruksi buat memalsukan lencana Kementerian Luar Negeri AS dan peta gedung-gedung pemerintahan di Washington.
Foto: picture alliance/ZB/B. Pedersen
Donasi Kompori Perang
Razia Sarajevo merupakan bukti pertama aktivitas gelap SHC di luar bantuan kemanusiaan. Antara 1992 dan 1995, Uni Eropa melacak jejak donasi dari akun pribadi Salman senilai 120 juta dari SHC ke organisasi bantuan bernama Third World Relief Agency (TWRA). Data CIA menyebut TWRA menghabiskan sebagian besar dana sumbangan untuk mempersenjatai gerilayawan dalam perang di Balkan.
Foto: Sebastian Bolesch
Kesaksian Sang Pembelot
2015 silam, Zacarias Moussaoui, pembelot Al-Qaida memberi kesaksian di PBB yang menyebut SHC dan TWRA merupakan sumber dana terbesar buat Al-Qaida di Bosnia, termasuk untuk membiayai pembentukan sayap militer berkekuatan 107 orang. Menurutnya SHC "membiayai dan menyokong operasi Al-Qaida di Bosnia."
Foto: AP
Hingga ke Somalia
Sebab itu Amerika Serikat memasukkan SHC dalam daftar hitam terorisme. Dinas Rahasia Pertahanan (DIA) juga pernah menuding SHC mengirimkan senjata kepada Mohamed Farrah Aidid, gembong teror Somalia yang dikenal lewat film Black Hawk Down. Padahal saat itu Somalia mengalami embargo senjata PBB sejak Januari 1992.
Foto: John Moore/Getty Images
Bumerang Teror
Aktivitas kemanusiaan Salman yang secara tidak langsung menghidupi Al-Qaida justru menjadi bumerang. Pada 2003 Arab Saudi mengalami gelombang terorisme oleh bekas gerilayawan yang pulang dari medan Jihad. Saat itu Salman mengumumkan di media bahwa para bekas Mujahiddin itu "didukung oleh ekstrimis Zionisme yang bertujuan menghancurkan Islam." (Sumber: Foreign Policy, NYTimes, Guardian, JPost)