Rakyat Cile Tolak Konstitusi Baru dalam Referendum
5 September 2022
Hasil referendum awal menunjukkan Cile telah menolak konstitusi progresif baru yang didukung oleh Presiden sayap kiri Gabriel Boric.
Iklan
Rakyat Cile pada hari Minggu (04/09) menolak proposal untuk konstitusi baru untuk menggantikan konstitusi yang diadopsi selama kediktatoran Augusto Pinochet.
Dengan lebih dari 99% suara dihitung, jumlah pemilih yang menolak konstitusi baru Cile melampaui 62% suara dibandingkan dengan hampir 38% dari mereka yang memilih perubahan konstitusi.
Presiden sayap kiri Gabriel Boric, yang mendukung konstitusi baru, menerima kekalahan itu, tetapi berjanji untuk "melakukan segala upaya untuk membangun rencana perjalanan konstituen baru."
Konstitusi dirancang setelah kerusuhan politik dan sosial melanda Cile pada 2019. Namun, 80% warga Cile memilih untuk menyusun konstitusi baru pada akhir 2020, jajak pendapat terakhir menjelang referendum menunjukkan bahwa 47% pemilih berniat menolak konstitusi yang diusulkan dibandingkan dengan 38% untuk mendukung dan 17% ragu-ragu.
Tidak seperti pemilihan sebelumnya, pemungutan suara adalah wajib bagi lebih dari 15 juta pemilih yang memenuhi syarat.
2019: Aksi Demonstrasi di Seluruh Dunia
Jutaan orang turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi karena diskriminasi etnis, korupsi, kurangnya demokrasi, hingga perubahan iklim. Dari Cina ke Chili, Sudan ke Prancis, orang-orang menuntut perubahan.
Foto: Reuters/T. Siu
Stabilitas Hong Kong terguncang
Aksi protes terjadi di seluruh Hong Kong pada bulan Juni akibat Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang diajukan pemerintah daerah Hong Kong kepada Cina. Meskipun RUU itu ditarik pada bulan September, unjuk rasa terus berlangsung dan menuntut demokrasi penuh dan penyelidikan terhadap aksi kekerasan yang dilakukan polisi.
Foto: Reuters/T. Peter
Lebih satu juta orang turun ke jalan
Besarnya gerakan protes warga telah menempatkan para pemimpin Hong Kong dan Beijing dalam krisis politik, di tengah tuduhan bahwa Cina merusak status khusus wilayah itu di bawah perjanjian "satu negara, dua sistem". Terkadang, lebih dari satu juta orang turun ke jalan. Di tengah gejolak, pemilu Hong Kong berlangsung. Kubu pro-demokrasi memperoleh kemenangan besar untuk pertama kalinya.
Foto: Reuters/T. Siu
Greta berang, dunia mendengarkan
Beberapa bulan setelah Greta Thunberg melakukan protes seorang diri di depan parlemen Swedia, sejumlah aksi juga terjadi di seluruh dunia, diikuti hingga jutaan orang. Demonstrasi meluas dan dikenal dengan nama Fridays for Future (Jumat untuk Masa Depan), menyebabkan 4.500 aksi mogok di lebih dari 150 negara. Pendekatan langsung Thunberg memaksa pemerintah untuk mengumumkan krisis iklim.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Kappeler
Menentang diskriminasi agama di India
Parlemen India meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang menawarkan amnesti kepada imigran gelap non-Muslim dari tiga negara yakni Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. Langkah ini memicu protes nasional karena adanya diskriminasi berdasarkan agama di dalam RUU tersebut. PM India Narendra Modi bersikeras RUU itu menawarkan perlindungan bagi orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan.
Foto: Reuters/D. Sissiqui
Warga Irak merasa "hidup lebih buruk" setelah era Saddam Hussein
Pada Oktober, rakyat Irak turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran, dan pengaruh Iran terhadap pemerintahan negara itu. Demonstrasi berlangsung memburuk, mengakibatkan 460 orang tewas dan 25.000 lainnya terluka. PM Irak Adil Abdul-Mahdi mengundurkan diri, yang kemudian kembali memicu kemarahan lebih lanjut.
Foto: Reuters/A. Jadallah
Tinju solidaritas di Beirut
Pengunjuk rasa di berbagai penjuru Lebanon mengecam pemerintah yang dianggap gagal mengatasi krisis ekonomi. Meskipun PM Lebanon, Saad Hariri mengundurkan diri, para pemimpin protes menolak untuk bertemu dengan pengganti sementaranya dan menuntut pencabutan rencana kenaikan pajak bensin, tembakau, dan panggilan telepon Whatsapp.
Foto: Reuters/A. M. Casares
Protes kenaikan BBM Iran meluas di 21 kota
Pada bulan November, kerusuhan di Iran dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 50 persen. Lebih dari 200 ribu orang turun ke jalan hingga aksi demonstrasi ini meluas di 21 kota. Departemen Luar Negeri AS mengatakan lebih dari seribu orang terbunuh, menjadikan tragedi ini periode paling berdarah di Iran sejak Revolusi Islam 1979.
Foto: Getty Images/AFP
Revolusi Sudan
Pengunjuk rasa di Sudan meminta pemerintahan darurat yang dipimpin militer untuk segera melakukan pembongkaran dan pengadilan penuh terhadap kroni-kroni rezim presiden yang baru saja dimakzulkan, Omar Al Bashir. Konflik berdarah ini menewaskan sedikitnya 113 orang. Pada Agustus lalu, perwakilan rakyat dan pihak militer menandatangani deklarasi konstitusi untuk membentuk pemerintahan transisi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP
Amerika Latin mengutuk kebijakan penghematan pemerintah
Ribuan orang protes di pusat ibu kota Chili, Santiago dan sejumlah kota besar lainnya. Mereka menuntut perbaikan sistem kesehatan, pensiun dan pendidikan. Tidak hanya Chili, beberapa negara Amerika Latin terjadi protes serupa pada tahun 2019, termasuk Bolivia, Honduras dan Venezuela, di mana upaya untuk menyingkirkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro memuncak pada bulan Mei.
Foto: Reuters/I. Alvarado
Prancis goyah
Akhir 2018, massa gerakan rompi kuning melakukan aksi unjuk rasa. Mereka berasal dari daerah pedesaan yang mengeluhkan wacana kenaikan pajak bahan bakar. Sejak itu gerakan rompi kuning telah meluas ke semua kelompok. Pada bulan Desember, serikat pekerja Prancis melakukan aksi mogok di jalan, menentang reformasi sistem pensiun.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Pertarungan kemerdekaan Catalonia
Setelah sembilan pemimpin separatis Catalonia dipenjara oleh Mahkamah Agung Spanyol, gelombang kemarahan baru meletus hingga melumpuhkan kota Barcelona. Lebih dari setengah juta orang terlibat dalam demonstrasi ini. Aksi mogok dan kerusuhan di berbagai daerah melumpuhkan arus transportasi publik hingga memaksa penundaan pertandingan sepakbola Barcelona vs Real Madrid. (Teks: Leah Carter/ha/hp)
Foto: REUTERS/J. Nazca
11 foto1 | 11
Pasal kontroversial termasuk dalam konstitusi yang diusulkan
Konstitusi yang baru mendapatkan dukungan rendah, salah satunya terkait isu bagi kelompok pribumi di Cile. Hampir 13% dari 19 juta orang di negara itu. Kontitusi baru memberi peluang bagi warga pribumi untuk memiliki otonomi yang lebih besar, terutama dalam masalah peradilan.
Iklan
Ada juga kekhawatiran bahwa keputusan itu akan melegalkan aborsi di mana setengah dari penduduk Cile memeluk Katolik Roma.
Selain itu, konstitusi ini juga menyoroti isu lingkungan padahal ekonomi Cile masih bergantung sebagai produsen tembaga utama dunia.
"Apa yang dapat Anda lihat adalah konservatisme tertentu di pemilih Cile yang belum pernah kita lihat selama bertahun-tahun," kata sosiolog Marta Lagos kepada kantor berita AFP.
Kaum kiri bertahan dengan harapan meskipun jajak pendapat yang suram
Mereka yang mendukung konstitusi baru masih memiliki harapan meskipun angka jajak pendapat menunjukkan hal berbeda.
"Orang-orang akan keluar untuk memilih secara massal dan jajak pendapat akan salah sekali lagi," kata Juan Carlos Latorre, seorang legislator dalam koalisi yang berkuasa dari Presiden Gabriel Boric, yang mendukung aturan baru tersebut.
Pada aksi demonstrasi penutupan kampanye untuk menyetujui konstitusi baru Kamis (01/09) malam, 500.000 orang dilaporkan berpartisipasi.
Konstitusi baru juga akan merombak pemerintah Cile, menggantikan Senat dengan "kamar daerah" yang kurang kuat dan mengharuskan perempuan untuk memegang setidaknya setengah dari posisi di lembaga-lembaga publik.
Boric telah secara terbuka berkomitmen untuk mengubah atau mengklarifikasi beberapa poin paling kontroversial dari dokumen tersebut jika disetujui.