1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rakyat Irak Ingin Demokrasi

8 Maret 2010

Penyelenggaraan pemilihan umum di Irak hari Minggu (07/03) mendapat sambutan luas. Sekalipun banyak ancaman, para pemilih tetap menggunakan hak pilihnya.

Pemungutan suara di Bahgdad (07/03)Foto: AP

Harian Perancis Le Monde menulis:

Semua orang tahu, bahwa konflik antara berbagai kelompok selama bertahun-tahun mengancam persatuan Irak. Konflik itu juga dimanfaatkan oleh negara-negara tetangga besar seperti Iran dan Saudi Arabia. Namun sekarang, warga Irak mulai bangkit. Terkecuali warga Kurdi, yang membentuk kelompok homogen, daftar kandidat yang diajukan peserta pemilu terdiri atas kandidat campuran dari berbagai kelompok. Perbedaan memang tidak bisa dihapuskan, namun konfrontasi bisa dihindari. Jalan masih panjang sampai rekonsiliasi. Tapi partai-partai terbesar, yaitu partai Perdana Menteri saat ini dan partai Perdana Menteri sebelumnya, menyertakan calon dengan beragam latar belakang. Setelah masa diktatur, perang dan kekerasan selama bertahun-tahun, muncul secercah harapan di Irak. Demokrasi memang masih goyah. Tapi pemilu hari Minggu adalah satu langkah lanjutan menuju rekonsiliasi. Langkah ini harus kita sambut.

Harian Inggris Times berkomentar:

Pemilu parlemen hari Minggu membuktikan, betapa pentingnya demokrasi bagi warga Irak. Mereka tidak takut menghadapi ancaman kekerasan dan tetap menggunakan hak suaranya. Dibandingkan dengan itu, kejenuhan politik dan pemilu di Inggris memalukan. Para pemilih Inggris meremehkan keterlibatan pada pemilu karena opera sabun di panggung politik. Sedangkan warga Irak mempertaruhkan nyawa agar dapat berpartisipasi membentuk masa depan negaranya. Sikap heroisme seperti inilah yang bisa melahirkan suatu bangsa. Sementara warga Inggris masih berdebat, apa yang menyebabkan terjadinya perang Irak, jutaan warga Irak membuktikan, bahwa demokrasi mulai berfungsi.

Harian Jerman Tagesspiegel tetap skeptis dengan perkembangan di Irak dan menulis:

Perdana Menteri Nuri al Maliki mendiskualifikasi sekitar 500 kandidat dari kelompok Suni dan kelompok Syiah. Dengan demikian, ia berhasil menyingkirkan sebagian pesaingnya yang populer. Tapi dengan langkah itu, ia membangkitkan kekesalan pada hampir semua kelompok yang berpotensi jadi mitra koalisi setelah pemilu. Ini membuat pembentukan pemerintah baru bakal sangat sulit. Jika terjadi vakum kekuasaan seperti tahun 2005, ini tidak hanya bisa mengancam stabilitas Irak, melainkan juga rencana penarikan pasukan Amerika Serikat yang dicanangkan Presiden Barack Obama.

Harian Austria die Presse menyoroti peluang kerja perempuan sehubungan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia.

Dalam hal pendidikan profesi dan pendidikan tinggi, perempuan sudah menyusul lelaki di banyak bidang. Ini tidak saja terjadi di dunia barat, melainkan juga di Asia dan di Timur Tengah. Di sana sudah makin banyak perempuan masuk perguruan tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Masalahnya, kebanyakan perempuan tidak melaksanakan profesi yang sudah dipelajari. Suatu masyarakat tidak bisa begitu saja mengabaikan partisipasi 50 persen anggotanya. Terlalu banyak sumber daya tidak digunakan, terlalu banyak bakat tidak dimanfaatkan, terlalu banyak potensi yang hilang.

HP/DK/afp/dpa