Asosiasi Guru Jerman Keluhkan Masalah Puasa di Sekolah Dasar
17 Mei 2018
Asosiasi Guru Jerman melaporkan, banyak murid Muslim di sekolah dasar Jerman yang berpuasa karena tekanan. Akibatnya mereka punya masalah besar di sekolah.
Iklan
Makin banyak murid Muslim di sekolah Jerman yang berpuasa penuh pada bulan Ramadan dengan berbagai alasan, tidak hanya karena alasan religius. Ada yang ingin tampil bersaing dengan rekannya yang lebih tua, atau karena tuntutan orang tua. Sebagian murid mengeluh karena sakit kepala dan mual-mual. Banyak juga yang memiliki masalah untuk berkonsentrasi dan prestasi sekolahnya turun.
Asosiasi Guru Jerman menilai, ikut berpuasa bagi sebagian murid-murid Muslim mendatangkan masalah besar. "Banyak murid sekolah dasar yang sekarang ikut berpuasa penuh”, kata Ketua Asosiasi Guru Heinz-Peter Meidinger kepada harian Jerman "die Welt” edisi online.
Di sekolah-sekolah dasar yang memiliki banyak murid muslim, berpuasa selama bulan Ramadan jadi tema yang sering dibahas. Banyak orang tua Muslim yang menuntut agar sekolah tidak melaksanakan tes atau ujian selama bulan Ramadan. Namun hal itu sulit dilaksanakan, kata Meidinger.
"Akibatnya sampai ada murid yang pingsan di sekolah”, tutur Meidinger.
Ramadan di Jerman: Air Putih Pun Serasa Es Dawet
Mulai dari "bablas" sahur, buka puasa, sampai terlewat halte bis: inilah beragam suka duka warga Indonesia yang tinggal di Jerman di bulan puasa. Rata-rata yang mereka rasakan: rindu keluarga di tanah air.
Foto: DW/Y. Farid
Air putih serasa es dawet
Banyak hal ajaib yang dirasakan Andias Wira Alam saat berpuasa di Jerman. Jika puasa jatuhnya di musim panas --dimana puasa bisa 19 jam panjangnya--, air putih yang diminumnya saat buka serasa senikmat es dawet. Karyawan IT ini tinggal bersama istri dan dua putrinya di kota Bonn, Jerman. Tahun 2019 ini bulan puasa berlangsung di musim semi.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Diburu batas waktu tesis
Devi Fitria harus menjelaskan pada rekan kerjanya yang non-muslim mengapa ia stop makan, minum dan merokok pada bulan puasa. Kini rekannya lebih mengenal makna Ramadan. Devi berpuasa di tengah kesibukan kerja. Dulu saat kerja di sektor gastronomi, berat baginya berpuasa karena berjam-jam lamanya ia harus berdiri, menuang minuman dan menyiapkan makanan bagi tamu.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Terhindar godaan tukang bakso
Kegiatan Anggi Pradita segudang: kuliah, kerja di kafe & layanan kebersihan, aktif dalam kegiatan mahasiswa dan budaya. Meski sibuk berat, sejak tahun 2011 tinggal di Jerman, Anggi tak pernah sakit ketika berpuasa. Walau durasi puasa lebih lama, Anggi lebih suka berpuasa di Jerman: “Di Jerman tak banyak godaan, misalnya godaan jajanan bakso yang banyak mangkal di jalanan Indonesia.“
Foto: DW/A. Purwaningsih
Silat jalan terus
Tiap Ramadan tiba, Joko Suseno, sering merindukan suasana “heboh“ di kampung halaman, silaturahmi dengan teman-teman atau organisasi lain dengan berbuka puasa bersama. Pendiri Perguruan silat di Jerman ini sempat tak puasa ketika sakit kepala mendera dan harus minum obat. Namun jarang sekali puasanya ‘bolong‘. Bahkan saat puasa, ia tetap mengajar silat di dua kota, Bonn dan Köln seperti biasa.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Begadang menanti sahur
Saat masih di Indonesia, Siti sangat senang bisa tarawih bersama kawan-kawan. Di Jerman, tiap bulan puasa tiba, awalnya kesepian. Namun kini--Siti yang sangat aktif mengorganisir kegiatan budaya dan sosial di Jerman-- senang melihat banyak orang di Jerman yang juga berpuasa. Ia dan kawan-kawan kadang ‘begadang‘ bersama menunggu sahur tiba.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Tergoda perempuan cantik
Syamsir Alamsyah biasanya pulang kampung ke Kalimantan saat bulan puasa. Gitaris band Melayu di Jerman ini mengatakan: “Susah puasa di Jerman jika jatuhnya pada musim panas, banyak perempuan cantik jalan-jalan atau menikmati matahari yang jarang muncul di Jerman, dengan busana seronok. Di kampung, saya sibuk bersama keluarga dan teman, tak sempat jalan-jalan keluar seperti di Jerman.“
Foto: DW/A. Purwaningsih
Musim panasnya sejuk
Di Jerman tak ada Adzan Maghrib yang biasa terdengar dimana-mana, sehingga harus disiplin sendiri mengontrol waktu berbuka puasa maupun sahur, ujar Hosy Indradwianto. Jadi ia memantaunya lewat internet di telepon genggam. Karyawan Konsulat RI di Frankfurt ini mengaku mengalami kesulitan di awal bulan puasa. Lama-lama ia bisa menikmatinya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Reflek menjilat tumpahan sup
Bekerja di sektor gastronomi pada bulan puasa adalah tantangan berat bagi Bambang Susiadi. Namun ia tetap menjalankan ibadah puasa. ia berkisah, dulu, saat menyiapkan makan siang anak-anak sekolah di tempat kerja, tangannya pernah terkena tumpahan sup. Reflek, ia menjilatnya. Namun sebelum tertelan ia ingat sedang berpuasa.
Foto: Bonnindo
Halte bis jadi sering terlewat
Sebelum ke Jerman, Lenny Martini, sempat ‘keder’ dengan panjanganya jam berpuasa di musim panas, “Pas dijalani, ternyata biasa saja,“ ujar peneliti urban ini sambil tertawa. Tapi karena jam berbuka dan sahur menjadi amat pendek, otomatis jam tidurnya pun sangat berkurang, “Jadi sering ngantuk, tiap naik bis sering terlewat halte stopnya karena ketiduran.“
Foto: DW/A.Purwaningsih
Ramadan tak Ramadan, di Jerman sama saja
Sanusi kadang tak berpuasa, karena tidak mendapatkan suasana serupa seperti di kampung halaman. Di Jerman, bagi petugas museum ini, suasana Ramadan sama saja seperti bulan-bulan lainnya. “Semua sama saja, jadi tak ada perasaan apa-apa…“ Namun jika Ramadan tiba, rasa rindu Sanusi pada rang tua dan kampung halaman semakin menggebu.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Kangen "ngabuburit"
Michi Widyastuti kangen sahur dan berbuka puasa bersama keluarga. Ia tak pernah lupa asyiknya “ngabuburit“ di tanah air, sebelum akhirnya pindah ke Jerman. Meski karyawan toko organik ini pandai dan hobi memasak, tiap bulan puasa, ia tetap ‘ngidam‘ makanan enak di Indonesia. Ia tinggal di Jerman bersama suaminya yang orang Jerman dan putri kembarnya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Lupa buka puasa gara-gara nonton bola
"Tak ada adzan, tak ada kultum, tak ada tukang kolak..." demikian tutur Anky Padmadinata tentang Ramadan di Jerman. Ia mengaku jika keasyikan melakukan sesuatu, seperti nonton bola misalnya, kadang-kadang terlewat berbuka puasa. Tiga hari pertama puasa terasa berat karena tubuh belum terbiasa, setelahnya tak ada masalah.
Foto: privat
12 foto1 | 12
Bulan Mei masa ujian di Jerman
Ramadan tahun ini, situasi bagi banyak siswa Muslim di Jerman memang sulit. Karena akhir Mei dalam tahun ajaran Jerman lazimnya adalah masa-masa ujian. Juru bicara urusan keagamaan dari fraksi Uni kristen, Hermann Gröhe, menuntut diskusi terbuka tentang masalah puasa di sekolah-sekolah dasar Jerman.
"Terutama bagi murid-murid sekolah dasar, masalah kesehatan dan kemampuan mengikuti pelajaran di sekolah adalah tema penting", kata Gröhe. Tentu aturan agama perlu diperhatikan, namun anak-anak juga jangan dipaksa untuk berpuasa, katanya. Gröhe berharap, perhimpunan Muslim di Jerman turut membahas hal ini.
Asosiasi Pendidikan Jerman VBE mengimbau para orang tua muslim, agar tidak memaksa anak-anaknya yang masih di sekolah dasar untuk berpuasa penuh. Terutama karena sepanjang hari di saat memasuki musim panas, dimana berpuasa bisa sepanjang 16 jam, anak-anak dilarang minum. Dari sudut pandang medis, ini bisa mengganggu kesehatan, kata Asosiasi Dokter Anak dan Remaja di Jerman.
Berpuasa Perlambat Penuaan?
"Puasa interval" sedang populer di Jerman. Katanya, manfaatnya adalah perlambat proses penuaan. Apa benar? Studi terbaru menunjukkan, itu bisa pengaruhi tumbuhnya tumor ganas. Tapi proses penuaan tidak bisa diubah.
Foto: Imago/Westend61/HalfPoint
Tidak Ada Perlindungan bagi Proses Penuaan
Itu hasil penelitian bersama DZNE (Deutsches Zentrum für Neurogenerative Erkrankungen) dan Pusat Studi Helmholtz di München, yang meneliti tikus. Jadi apa yang di Jerman dikenal sebagai puasa interfal, dan sedang naik daun, bukan cara mempermuda diri.
Foto: Colourbox
Berpuasa Bermanfaat Baik bagi Tubuh
Puasa interval artinya: memperpanjang jarakah di antara dua waktu makan. Misalnya: hanya makan tiap dua hari. Di antara waktu makan orang hanya minum air putih. Tikus dalam percobaan hanya diberi makan secara teratur di waktu-waktu tertentu, dan hasilnya mengejutkan. Harapan hidup pada tikus yang puasa bertambah sekitar 5% dibanding dengan tikus yang tidak puasa. Bagaimana dengan proses penuaan?
Foto: picture alliance/chromorange
Jalan Panjang Menunda Penuaan
Semakin tua, semakin banyak fungsi tubuh yang menurun keaktifannya. Melihat semakin kurang tajam, demikian juga mendengar. Bergerak juga semakin lamban. Kandungan darah juga mengalami perubahan. Peneliti menguji lebih dari 200 parameter. Di antara tikus yang puasa dan tidak, tidak ada perubahan apapun berkaitan dengan proses penuaan. Tidak ada yang tambah tua lebih cepat atau lebih lambat.
Foto: picture alliance/dpa
Tubuh Menimbulkan Rasa Kagum
Tubuh bisa menyesuaikan diri dengan puasa. Bahkan jika orang tidak makan selama 12 jam, tumbuh memulai proses Autofagi atau "pembuangan sampah." Bagian sel yang tua atau tak berfungsi dikikis dan dibuang. Sehingga lapar dan puasa mendorong pembaruan sel-sel dan melindungi dari pertumbuhan kanker. Untuk penemuan Autofagi, pakar biologi sel Yoshinori Ōsumi mendapat hadiah Nobel Kedokteran 2016.
Foto: dundanim - Fotolia.com
Musuh Bebuyutan: Kanker
Kanker adalah penyebab utama kematian tikus. Pada studi, untuk grup yang puasa dan yang tak puasa digunakan tikus yang terkena kanker. Hasilnya: pada grup tikus yang puasa, sel kanker berkembang lebih lamban dibanding dengan grup yang tidak puasa. Angka konkretnya: tikus yang puasa hidup 908 hari, yang tidak puasa 806 hari.
Foto: Imago/Science Photo Library
Proses Alamiah Tak Bisa Dihentikan
Kesimpulannya, berpuasa bisa memperpanjang hidup, karena mempengaruhi tumbuhnya tumor. Tapi proses penuaan tidak bisa dihindari dan tidak diperlambat jika orang tidak makan. Jadi keriput pasti datang. Berkurangnya ketajaman pendengaran dan penglihatan juga pasti datang cepat maupun lamban. Itu termasuk proses alamiah yang tak bisa dihentikan. Penulis: Gudrun Heise (ml/hp)