Ranking Perguruan Tinggi Tuai Kritik
23 November 2012Presiden Universitas Hamburg, Dieter Lenzen mengatakan, ia sudah bosan menerima pertanyaan untuk penyusunan daftar peringkat atau ranking universitas. Beberapa kali setiap minggu ia ditanya agar jurusan terkait memberikan data-data, misalnya, jumlah guru besar, mahasiswa, di mana lulusannya bekerja dan berapa jumlah rata-rata tulisan dari profesor per tahun, berapa besar laboratorium fakultas tertentu dan berapa majalah ilmiah terdapat di perpustakaan.
"Saat ini, diperlukan 12 orang untuk menangani permintaan-permintaan itu", keluh Dieter Lenzen. "Mereka tidak melakukan pekerjaan lain kecuali mengurus dan mengolah data-data yang diperlukan." Karena itu pimpinan universitas melihat perlunya tindakan dan baru-baru ini mengumumkan, mulai sekarang Universitas Hamburg tidak lagi mengikuti jajak pendapat bertautan dengan ranking, alumnus dan studi banding antaruniversitas.
Imbauan untuk memboikot ranking
Dieter Lenzen menyebut berbagai alasan. Selain terlalu banyak waktu dan tenaga yang dikuras, ia juga tidak setuju jika lembaga-lembaga akademis dipersaingkan dalam daftar urutan. "Kami juga berkewajiban untuk menawarkan pendidikan yang baik bagi kaum muda dan bukan lembaga yang bertugas memicu provokasi dalam kompetisi, di mana pada akhirnya kebanyakan mendapat penilaian buruk ketimbang baik, setidaknya ini yang terjadi dalam ranking."
Daftar peringkat memberikan gambaran keseluruhan yang sangat dipersempit dari universitas yang mengikutinya, tambah Lenzen. Tidak ada perguruan tinggi yang hanya top atau buruk, karena selalu ada nuansa dalam penilaian. Selain itu, bisa saja mahasiswa kuliah dengan baik pada universitas yang mendapat penilaian sebaliknya, tambah Lenzen. Tidak hanya Presiden Universitas Hamburg yang berpendapat demikian. Universitas Leipzig juga memutuskan untuk sementara waktu menghentikan keterlibatannya dalam proses ranking. Ikatan Ilmuwan Sejarah Jerman dan juga Masyarakat Sosiolog Jerman menyerukan anggotanya untuk memboikot upaya menyusun ranking.
Daftar perbandingan bagi 4000 perguruan tinggi
Lain halnya dengan Gero Federkeil yang termasuk pendukung upaya penyusunan ranking. Ia adalah pimpinan proyek Ranking pada CHE (Pusat bagi Pengembangan Perguruan Tinggi), sebuah "think-tank" yang mengurus masalah perguruan tinggi dan lembaga yang mengeluarkan CHE Ranking Nasional di Jerman. Selain itu, dalam sebuah pilot studi, CHE juga melakukan penelitian bagi Komisi Eropa mengenai bagaimana sebaiknya wujud ranking universitas di Eropa. Menurut Federkeil, dalam upaya memilih universitas mana yang hendak dimasuki di Eropa, ranking internasional saat ini hanya dapat membantu sedikit.
Secara internasional, yang terkenal adalah Shanghai-Ranking atau ranking dari Times Higher Education Supplement. " Di satu sisi keduanya adalah ranking global. Jadi jumlah perguruan tinggi Eropa pada kedua ranking tersebut relatif kecil", kata Gero Federkeil. "Di sisi lain, kedua ranking itu terutama mengacu pada penelitian. Dengan begitu tentunya informasi bagi calon mahasiswa hanya terbatas, karena yang mereka cari adalah informasi menyangkut tawaran studi, perkuliahan dan keseluruhan proses studi."
Itulah alasan mengapa Federkeil beranggapan perlu adanya ranking nasional dan internasional, bila ranking itu menawarkan perspektif bagi calon mahasiswa atau mahasiswa. Pasalnya, di Jerman saja terdapat lebih dari 300 dan di Eropa sekitar 4000 perguruan tinggi. Siapa yang menginginkan gambaran mengenainya, mutlak memerlukan daftar peringkat yang memungkinkan perbandingan, ujar pemimpin proyek CHE, Gero Federkeil.